XLIX (Deleted Scene)

2.8K 283 16
                                    

Kata authornya, ini deleted scene yang berakhir di-delete karena beberapa pertimbangan, termasuk kontennya yang ditakutkan terkesan berulang dan tidak cocok dengan bab 49 yang sudah utuh. Tapi, karena kayak dibuang sayang, jadi buat yang mau, silakan baca ini juga. Hehe.

.

.

.

Ratu Dawyd mengirimkan Donghyuck bunga dari taman miliknya, dan Donghyuck duduk diam ketika salah satu gadis yang ia bawa dari Coraline mengepangkan bunga-bunga itu ke rambutnya.

Ini adalah kali terakhir mereka melayaninya, gadis-gadis yang pernah memandangnya dan bermimpi tentang sepatu kaca serta pangeran berkuda yang akan menikahi seorang pelayan, membukakan pintu istana bagi mereka. Donghyuck menduga-duga, apa yang ada di pikiran mereka ketika memasang rantai emas pernikahan ke leher dan pergelangan tangannya, bagai darah emas yang mengaliri lengan dan menyilang di gaun tembus cahayanya. Dikatakan, seorang raja tidak mengenakan rantai, sebab rantai hanya diperuntukkan bagi budak, tetapi Donghyuck sudah bukan lagi seorang raja.

Lelaki yang balas menatapnya dari balik permukaan cermin tampak lebih cantik daripada yang pernah Donghyuck sangka, dalam cara yang aneh dan mengganggu, dengan celak di matanya, bubuk-bubuk berkilau di pipinya, serta pemerah di bibirnya. Rantai emas yang berkubang pada lekuk leher Donghyuck tampak tipis, nyaris tak teraba bagai jalinan emas, tetapi juga terasa berat bagaikan belenggu. Lelaki di balik cermin tanpa sadar menarik rantai itu, memainkannya di antara jari telunjuk dan jempol. Ia tersenyum kepada Donghyuck.

Mari kita buktikan, apakah rantai tipis ini sanggup menahan kita, matanya seolah berkata.

Bagaimanapun, rantai tidak diciptakan untuk raja, tetapi tidak juga diciptakan hanya untuk budak. Rantai digunakan untuk membelenggu hal-hal berbahaya, dan Donghyuck akan pastikan, dipaksa atau tidak, terjebak atau tidak, ia akan menjadi hal paling berbahaya di istana ini.

"Berhenti menarik perhiasanmu, Yang Mulia, atau aku akan menggunakannya untuk mencekikmu."

"Oh, Meera, Meera. Lakukan saja. Setidaknya aku tidak harus menghadiri acara penuh lelucon ini."

"Kau seharusnya melarikan diri apabila tidak mau menikah," gumam gadis itu, dan Donghyuck memutar matanya ke arah rural di langit-langit.

"Adakah seseorang yang tidak mengetahui soal rencana itu?"

Gadis yang memberi sentuhan akhir di gaunnya, Minhee, mengangkat pandang.

"Jangan hina kami. Kami adalah pelayan Putra Mahkota. Pengetahuan kami akan sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia adalah tanggung jawabmu."

"Kalau kalian mengurangi waktu untuk bergosip dan lebih memilih menghabiskan waktu untuk melatih kemampuan, kita tidak akan terjebak selama satu jam di sini hanya untuk merangkai bunga ke rambutku."

"Mungkin saja, kalau Yang Mulia bisa diam sejenak ...."

Perdebatan ribut mereka terinterupsi oleh ketukan berat di pintu.

"Baginda Raja meminta kehadiran Anda, Yang Mulia."

Pandangan Donghyuck jatuh, sebagaimana senyumannya.

"Suruh beliau masuk."

Ia memberi gestur agar para pelayan juga pergi, tetapi tangannya tertahan di udara. Meera, yang berdiri di sampingnya, menyadari hal itu, sehingga ia ikut diam, menunggu perintah lanjutan. Gadis itu mulai melayani Donghyuck ketika mereka berusia dua belas, atau mungkin tiga belas tahun, dan ia dulunya adalah gadis yang pemalu di sekitar Donghyuck. Hal itu tidak berlangsung lama, tentu saja. Bagaimanapun, gadis itu sudah bersama Donghyuck untuk waktu yang lama.

"Kalian akan langsung kembali ke Pulau begitu upacara selesai," ucap Donghyuck, merasa lebih dari sekadar canggung, meski ia telah mengenal gadis-gadis ini hampir sepanjang hidupnya.

Meera mengangguk, dan dua gadis yang menunggu di dekat pintu ikut menoleh.

"Kalau begitu, kurasa kita tidak akan berjumpa lagi."

Gadis itu kembali mengangguk, ia terlihat sangat sedih. Benar. Pada akhirnya, tidak ada yang senang akan keputusan ini. Tidak Donghyuck, tidak keluarganya, tidak juga rakyatnya. Donghyuck menghabiskan waktu bertahun-tahun berada di tengah mereka, bermain dengan anak-anak merekaㅡentah bangsawan atau nelayan, di hadapan lautan tidak ada perbedaan selama mereka berlari sambil bertelanjang kaki. Ia telah membentuk reputasi diri, menjadi sosok yang baik, pintar, dan tak terkalahkan dengan busur dan panah, menjadi sosok yang cantik, berisik, juga nakal. Ia adalah pangeran mereka, dan meski Donghyuck telah mengikhlaskan diri untuk pergi, rakyatnya belum.

"Aku berharap bisa tinggal, Yang Mulia. Kami semua berharap demikian."

"Aku juga berharap kalian bisa tinggal. Bersikap baiklah pada saudara-saudaraku. Mereka memang nakal, tapi mereka adalah adik-adikku. Jagalah mereka untukku."

"Tentu. Kau juga, jagalah diri di sini. Jangan biarkan pangeran memperlakukanmu dengan buruk. Aku tidak peduli walau dia Alpha, dialah yang harus mencium kakimu."

Donghyuck tertawa keras mendengarnya.

"Kau harus menunggu sampai keluar dari istana untuk menyumpahi pangeran, Meera. Bagaimana kalau ada yang dengar?"

"Kalau seseorang ingin bertarung, kami akan buktikan bahwa meski pelayan, kami adalah pelayan kerajaan Shar, dan kami tidak takut untuk bertarung demi pangeran kami."

Perkataan itu membuat tawa Donghyuck semakin kencang.

"Gadis gila. Mungkin ada baiknya kau kembali ke Pulau. Kau akan bertarung setiap hari apabila tinggal di sini. Orang-orang lembah tidak terlalu baik pada Omega, tahu? Tapi, aku berjanji kau tidak perlu mencemaskanku. Aku lebih cerdas dibandingkan mereka semua."

Gadis itu mengangguk.

"Aku tahu, Yang Mulia. Tetap saja, aku akan mencemaskanmu, apabila kau mengizinkan."

"Dan bagaimana aku bisa membuatmu berhenti memikirkanku? Pergilah, sebelum kita semua mulai menangis. Kalau kau pergi sekarang, mungkin kau bisa menemukan tempat di dinding kota untuk menyaksikan upacara. Dan nanti kau juga harus menikmati jamuan makan. Lembah yang membayar, jadi pastikan kalian semua kenyang."

"Kami akan berdoa untukmu, supaya kau bisa melahirkan keturunan dengan selamat, Yang Mulia."

"Berhenti mengejekku, Meera. Dan kalian semua, kalau masih tertawa, akan kupecat. Kalian masih pelayanku sampai hari ini usai. Masih ada waktu bagiku untuk menyingkirkan kalian."

Si gadis ketiga, San, yang paling muda, menjulurkan lidah ke arahnya. Gadis-gadis ini benar-benar tidak punya rasa hormat. Sebagaimana pangeran yang mereka layani.

"Terima kasih untuk tahun-tahun yang telah kita lewati," ucap Donghyuck, seiring Meera yang menggiring kedua gadis itu ke arah pintu.

Mereka berhenti di sana, dan Meera berlutut memberi hormat.

"Itu adalah kehormatan bagi kami, Yang Mulia."

"Akulah yang merasa terhormat."

*

"Beberapa bulan?" tanyanya, dalam nada paling kurang ajar yang bisa ia hasilkan. "Kau yakin kita akan bertemu secepat itu? Kau tahu Pangeran Permaisuri tidak boleh meninggalkan ibu kota, kan? Selamanya."

Dan mungkin suaranya terdengar bergetar, mungkin juga sang ayah menyadarinya. Pria itu mendengus.

"Kalau mereka tidak mengizinkanmu pulang, aku sendiri yang akan bergabung bersama si tua Kaisar Na dan menghapus Lembah dari semua peta yang ada."

Donghyuck menghela napas. Kenyataan akan lebih keras daripada kata-kata yang sang ayah ucapkan, tetapi hal itu tetap nyaman untuk didengar.

Sang ayah kembali mengangkat dagunya, menatapnya sedikit lebih lama, tepat sebelum para pelayan memanggil mereka untuk memulai upacara.[]

.

.

.

Terima kasih sudah baca. Jangan lupa tinggalkan jejak, ya! ❤️

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang