3.2 : Hang Out

145 23 0
                                    

"Libur?"

"Bukan, cuti."

Ekspresi Rain berubah menjadi kecewa.

"O-ohh."

Ichijiku yang ada di layar laptop Rain hanya menggelengkan kepalanya.

"Kau kecewa tidak bisa beralasan 'sudah liburan jadi ingin tetap bekerja', hm?"

Rain spontan menggeleng, lalu tersenyum canggung.

"Bukan begitu, Ichijiku-san."

"Kalau begitu liburanlah. Kau tahu aku bisa mengetahui kalau kau membuka laptopmu jadi jangan berharap untuk kerja diam-diam, Rain."

"Baiklah," sahut Rain.

"Kau sudah mengerjakan semua laporanmu, apa lagi yang harus kau kerjakan?"

"Laporan mendatang?" tanya Rain memiringkan kepalanya.

"Aku tidak akan memberimu laporan lain sampai penyelisihan rap divisi selesai."

Ekspresi syok terlukis di wajah Rain, dia membuka mulutnya untuk protes, namun tak lama kemudian dia tampak ragu, akhirnya menutup mulutnya kembali, lalu mengangguk kecil.

"Siap, Ichijiku-san."

Melihat reaksi Rain yang tampak tidak terima, Ichijiku hanya mendengus geli.

"Selamat liburan, kalau begitu."

[][][]

"Mungkin aku harus memulai liburanku dengan membeli buku Bagaimana Menghabiskan Waktu Luang dengan Liburan terlebih dahulu," gumam Rain berjalan keluar dari hotel tempatnya menginap.

Tas selempang yang ada di pundak kanan Rain sedikit dia perbaiki, setelah itu Rain kembali berjalan menelusuri jalan-jalan.

'Hm?'

Rain berhenti lalu melirik ke sekitarnya, menyadari beberapa orang berhenti dari aktivitas mereka untuk menoleh ke arahnya. Rain menghela napas singkat sebelum kembali memantapkan langkahnya.

'Aku terbiasa diabaikan, jadi perhatian ini sedikit menganggukku.'

Rain mengangkat kepalanya, dan hal pertama yang dia lihat adalah pucuk putih.

Ehem, maksudnya sepasang ahoge yang sangat dia kenal.

Rain langsung membuang pandangannya, mencoba berjalan cepat—namun segera tertahan oleh tangan yang memegang lengannya.

"Kau ini, setelah melakukan kontak mata langsung denganku, tepat di depanku, kau langsung menghindariku?"

"Em, aku pikir kau sibuk jadi tidak ingin berbicara padaku, Samatoki," gumam Rain menghindari kontak mata dengan laki-laki yang ada di depannya.

"Atau lebih tepatnya, kau yang sibuk jadi tidak ingin berbicara padaku, benar?" tanya Samatoki mengangkat sebelah alisnya.

Rain mengerutkan alisnya.

"Aku tidak sibuk."

"Bagus, kalau begitu ikut aku."

"Hah?"

[][][]

"Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan padamu sejak awal pertempuran rap kemarin," ucap Samatoki.

"Padaku?" tanya Rain kemudian melihat ke sekitar mereka.

Kini mereka berada di sebuah kafe yang ada di tepi pelabuhan Yokohama, tapi mereka duduk di kursi yang disediakan di luar kafe.

Samatoki ingin merokok, itu alasan kenapa mereka ada di luar.

Tapi karena penampilan mereka berdua yang mencolok (serta Samatoki yang terkenal di Yokohama), mereka kini menjadi perhatian banyak orang.

"Aku ingat pertama kita bertemu itu kakimu sedang patah," sahut Samatoki, "tapi sekarang kakimu sudah baik-baik saja, bahkan terlihat tidak patah. Begitu juga dengan kondisi pergelangan tangan dan lehermu."

Rain terdiam, penjelasan sosok gelapnya kembali terlintas di kepalanya. Rain kemudian tersenyum mantap.

"Aku punya penyembuhan yang cepat!" ucap Rain penuh keyakinan.

"Yang benar saja?"

Samatoki memandang curiga Rain, sementara yang ditatap mencoba sebisa mungkin agar kontak mata mereka tidak hilang.

Tapi kenapa pipinya terasa panas?

"Hm, baiklah," sahut Samatoki menyalakan rokoknya.

"Ho? Dia percaya?"

"Aku akan mempercayaimu," iris merah Samatoki menatap tajam Rain—membuat sang perempuan tersentak kaget, "untuk sekarang."

"Pfft—tentu saja dia tidak akan percaya."

"Karena ada hal lain yang lebih membuatku penasaran," ucap Samatoki, "kau bisa pilih ingin menjawab pertanyaan pertamaku dengan jujur atau menjawab pertanyaan keduaku dengan jujur."

Rain meneguk ludah, diam-diam mempersiapkan mental untuk menjawab pertanyaan kedua Samatoki.

'Jika aku menjawab pertanyaan pertama, maka cepat atau lambat Samatoki akan mengetahui bahwa aku berasal dari Chuo-ku,' pikir Rain.

Jika Samatoki tahu sembuhnya kaki Rain karena kekuatan hypnosis mic, sang laki-laki akan menarik kesimpulan Rain berasal dari Chuo-ku karena di Jepang, hanya mereka yang dari divisi Chuo-ku yang memiliki hypnosis mic secara legal.

"Aku tahu kau bilang pekerjaanmu adalah model, tapi itu bukan pekerjaan utamamu, kan? Jadi, apa pekerjaan utamamu?"

Hei, tapi setelah Rain pikir-pikir, menjawab pertanyaan pertama lebih baik!

'Aku tinggal bilang kalau hypnosis mic punyaku ini pemberian dari nenek,' pikir Rain tersenyum.

"Jadi?" tanya Samatoki menyadarkan Rain.

"Kakiku sembuh karena kemampuan hypnosis mic punyaku," jawab Rain.

"Oh, jadi kau lebih memilih untuk menjawab pertanyaan pertama, huh?" sahut Samatoki menghembus asap rokoknya, "kau punya hypnosis mic?"

"Mhm, aku diberi oleh nenekku," jawab Rain, "aku bukan lahir di Jepang, asal kau tahu," sambung Rain.

"Huh, kupikir kau lahir di Jepang, karena kau fasih berbahasa Jepang," sahut Samatoki, "jadi kau berasal dari mana? Amerika seperti Riou?"

Rain menggeleng, "aku dari Inggris, kupikir kau sudah tahu, dari namaku, tentunya," jawab Rain.

"Maaf saja, aku tidak terlalu memikirkannya saat kau memperkenalkan dirimu," balas Samatoki.

"Yang benar saja?"

:: :: ::

:: :: ::

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

:: :: ::

Her One and Only || SamaRain ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang