"Jangan takut."
"Kita kan sebentar lagi resmi bertunangan."
"Jadi tidak apa-apa kalau aku menyentuhmu, kan?"
"Aku akan lembut padamu."
"Kau juga akan merasa nikmat nanti."
"Jadi, jangan berteriak, ya?"
"Lagi pula, tidak akan ada yang menolongmu, kan?"
Satu hentakan sukses membuat Rain terbangun dengan napas memburu. Perasaan panik memenuhi kepala Rain, dan perempuan mencoba sekuat mungkin untuk tenang. Air matanya menggenang, kemudian mengalir dan menetes di atas selimut.
'Tidak... kenapa perasaan ini kembali muncul ....'
Rain membuka mulutnya, namun suaranya tidak bisa keluar. Matanya terbuka lebar, irisnya menunjukkan rasa takut yang besar, namun tubuhnya tidak bisa bergerak.
Seperti saat dirinya yang hampir diperkosa oleh calon tunangannya sendiri.
'Padahal aku sudah bisa melupakannya ....'
Rain memaksa kedua tangannya yang gemetaran untuk bergerak, perlahan mencekik lehernya sendiri. Rain tersentak kaget saat pernapasannya mulai terganggu.
'Aku ... aku tidak mau mengingatnya—'
Namun tiba-tiba ada yang menarik kedua tangan Rain—membebaskan cekikan perempuan itu sendiri. Rain menoleh ke arah sebelah kirinya, mendapati sepasang iris merah yang menatapnya dengan tajam. Samatoki yang awalnya memasang ekspresi marah langsung melembut saat melihat ekspresi Rain.
"Apa yang kau lakukan?"
Rain terdiam sejenak, alisnya berkerut heran.
Apa yang dia lakukan? Kenapa dia mencekik lehernya sendiri?
"Aku ... tidak tahu," jawab Rain memeluk kedua lututnya.
Samatoki menatap Rain yang masih gemetaran, sebelum akhirnya dia menghela napas lalu menarik Rain, mendaratkan kepala sang perempuan di dadanya, tanda dia menyuruh Rain untuk tidur di atasnya.
"Apa kau bermimpi buruk?"
Rain mengangguk kecil.
"Mau menceritakannya?"
Rain terdiam, matanya melirik ke jam dinding kamar Samatoki—jam menunjukkan pukul satu pagi.
"Aku hanya bermimpi buruk tentang phobia-ku pada laki-laki, itu saja," gumam Rain, "ayo kembali tidur, hari ini seleksi antar divisi melawan Buster Bros dari Ikebukuro, kan?"
"Hanya, katamu?" Samatoki mendengus, "jika kau menyingkat ceritamu karena khawatir padaku, lebih baik kau ceritakan semuanya padaku agar aku tidak khawatir."
Rain menggerutu, sejak kapan laki-laki ini menjadi mind reader sehingga tahu apa yang Rain pikirkan.
"Empat tahun yang lalu," gumam Rain memulai—kembali menyembunyikan wajahnya di dada Samatoki, "aku hampir diperkosa oleh calon tunanganku sendiri."
Pegangan Samatoki pada pinggang Rain mengerat.
"Di pertemuan pertama kami, kesan yang dia berikan padaku sangat buruk sehingga membuatku ingin menolak pertunangan kami," jelas Rain, "tapi tak aku sangka dia terobsesi padaku, sehingga minuman dan makananku dia beri bius."
Rain membuka matanya, menampilkan iris birunya yang kusam.
"Aku bangun di ruangan yang gelap gulita, dan ruangan itu menjadi saksi bisu terciptanya phobia-ku ini," tutup Rain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her One and Only || SamaRain ||
Hayran KurguJudul Sebelumnya "Hypnosis Mic: Her Side" ••••••••••••••••••••••••••••••••••• Rain Victoria Eastaugffe. Sejak dulu hidupnya tidak pernah bahagia, atau pun bebas. Hidupnya selalu diberi pilihan, tanpa memikirkan perasaannya. Perlahan dia mulai terbia...