Bagian 3 (Percakapan)

49 2 0
                                    

Irina : (Bergumam) "Kalo diliat senyumnya manis juga yaa, tapi kenapa juga dia senyum ke aku terus... Jadi penasaran!" (Bergegas ke kasir dan menepuk pundak Angkasa). "Sa! Abis ini kamu ada waktu ngobrol gak?"
Angkasa : (Tersenyum lalu mengangguk).

Angkasa segera membayar buku yang ia ambil, kemudian menuju cafe sebelah toko buku bersama Irina.

Irina : "Kamu abis beli buku apa?"
Angkasa : (Hanya diam dan menunjukkan buku yang ia beli).
Irina : "Ohh, buku puisi ya? Kamu suka baca puisi?"
Angkasa : "Aing lebih suka nulis."
Irina : "Terus kenapa kamu beli buku puisi?"
Angkasa : "Cuma buat cari inspirasi." (Tersenyum).
Irina : "Oh iya, kamu mau pesen apa? Sini aku pesenin..."
Angkasa : "Mocca latte."

Irina segera menuju kasir untuk memesan, beberapa saat kemudian, ia duduk kembali sambil membawa minuman.

Irina : "Aku denger kamu anak paling populer di sekolah, keren juga ya kamu."
Angkasa : "Populer? Haha." (Tertawa kecil).
Irina : "Loh, kenapa ketawa?"
Angkasa : "Aneh aja, orang sedingin aing bisa populer, gak mungkin..."
Irina : "Justru kata temen-temen aku dinginnya kamu itu daya tarik kamu, dan kamu juga ganteng, jadi wajar aja kamu populer..."
Angkasa : "Hmm... daya tarik yaa? Aing masih susah ngartiin kata-kata itu..." (Tersenyum manis)
Irina : "K-kenapa kamu senyum kaya gitu?" (Wajahnya memerah).
Angkasa : "Gak apa-apa."
Irina : "Perasaan kamu gimana disukain banyak cewek?"
Angkasa : "Biasa aja."
Irina : "Apa kamu gak pernah ngerasa terganggu di sekolah?"
Angkasa : "Yang bikin aing merasa terganggu cuma ditinggalin dan dijauhin." (Menyeruput minumannya).
Irina : "Seberapa sering kamu ditinggalin?"
Angkasa : "Sejak aing kecil, aing udah ditinggal orang tua." (Wajahnya agak serius).
Irina : "Maaf, Sa... Aku gak bermaksud..."
Angkasa : "Lupain aja." (Tersenyum pucat)
Irina : "By the way, maaf juga tadi aku udah seenaknya megang tangan kamu..." (Pipinya memerah).
Angkasa : "Gak apa-apa, udah sore, aing mau pulang, manéh mau aing anter balik?"
Irina : Ah, gak usah... Rumah aku deket kok dari sini, tinggal jalan beberapa langkah."
Angkasa : "Yaudah, aing pamit balik dulu ya, sore, Na..."
Irina : Eh, iyaa, sore, Sa... Ati-ati..."
Angkasa : (Tersenyum manis sambil menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju parkiran).
Irina : (Bergumam) "Astaga! Manisnya! Lama-lama aku bisa kaya Tasya sama Zahra!" (Memegangi pipinya yang agak hangat karena malu).

Dari parkiran, Angkasa segera melajukan motornya menuju rumah, ketika sampai, ia langsung mandi dan membereskan barang-barangnya. Kemudian kakaknya datang ke kamarnya.

Kania : "Ko pulang lebih cepet dek?"
Angkasa : "Cuma cape aja, kak."
Kania : "Dek.. dek.. pantesan kamu gak dapet pacar, orang sikapmu dingin terus."

Angkasa mengabaikan ucapan kakaknya, dan duduk di kursi dekat meja belajarnya, mengeluarkan buku yang baru ia beli, kemudian dia membacanya lantang-lantang, bermaksud agar kakaknya tak mengganggunya.

Angkasa :

Sendu Yang Membeku

Karya : Athll.

Hatiku kian berdebu
Ketika berpalingnya kamu
Tak ada lagi si penunggu
Kosong bagaikan rumah hantu
Misteri seakan semua tabu.

Tidak ada solusi baru
Hanya bisa diam membatu
Tanpa suara yang berseru
Yang mengalun begitu merdu
Diri ini bak dibelenggu.

Entah kemana arah dituju
Hilang semua harapanku
Kini kesepian sukmaku
Menanti datangnya si penunggu
Mungkin sekarang bukan kamu.

Kania : "Puisinya bagus dek, kamu beli buku baru?"
Angkasa : "Iyaa, kak, begitu baca, isinya bagus, lumayan buat nambah perbendaharaan kata."
Kania : "Oh iya dek, barusan mama nelfon."
Angkasa : "Terus?"
Kania : "Kok terus sih? Orang mamanya nelfon juga..."
Angkasa : "Sa gak peduli, kak..."
Kania : "Sa..."
Angkasa : "Mending kakak pergi deh, Sa gak nyaman baca bukunya."
Kania : "Angkasa Putra Mahardika!!"

__________ミBersambungミ___________

LonelinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang