Bagian 18 (Kesedihan)

33 2 0
                                    

Angkasa : "Oh, ya!? Kalo Sa dikasih hak sama Tuhan buat milih, mau lahir sebagai anak kalian atau ngga, Sa bakal milih ngga, Sa mending gak usah lahir ke dunia, ma! Lagipula, kehadiran Sa sebagai anak laki-laki juga gak diharapkan, kan? Hhh... Hhh... Kalian tega..." (Ucapannya lirih).
Bu Elsya : "Percuma mama minta maaf sama kamu, buang-buang waktu mama aja!"
Angkasa : "Setelah terpojok, mama langsung bilang kaya gitu, kan? Lucu ya... Srrkkk..." (Tangisnya lirih).
Bu Elsya : "Terserah! Intinya, besok mama sama papa mau ke rumah kalian, ada yang mau kami omongin!"
Angkasa : "Terserah, Sa tutup teleponnya..."

Angkasa menutup teleponnya dan berjalan perlahan menuju kamar Kania.

Kania : "Sa!? Sa kenapa nangis!? Sini duduk dulu di kasur aku... Kamu kenapa sih...?"
Angkasa : "Tadi mama nelfon, kak... Hhh... Hhh..."
Kania : "Mama bilang apa!? Ada yang nyakitin hati kamu dari perkataan mama!?" (Mengelus rambut Angkasa).
Angkasa : "Tadi... Mama minta maaf tentang kemarin... Mama bilang, udah sepantasnya kita hormat sama mereka, dan kita wajib buat maafin mereka, mama juga bilang kita harus anggap itu masa lalu, dan lupain itu semua... Tapi Sa gak bisa, kak... Srrkkk... Rasanya sakit buat Sa... Dan mama ringan banget bilang kaya gitu..." (Bercerita sambil menangis).
Kania : "Aku ngerti perasaan kamu, Sa... Mereka emang udah keterlaluan... Tapi kita bisa apa... Gak ada hal yang bisa kita lakuin biar mereka sadar..." (Memeluk Angkasa).
Angkasa : "Sa cuma minta mereka sadar, mereka itu tega sama kita, kak... Mereka jahat... Apa Sa salah minta itu? Apa Sa salah!? Hiks... Hiks..."
Kania : "Kamu gak salah, Sa... Aku ngerti banget... Tapi kita cuma bisa nunggu kesadaran dari mereka... Gak ada yang bisa bantu kita, dek... (Mulai tercucur air mata).

Angkasa menangis beberapa saat di dalam pelukan Kania, tangannya mencengkram begitu kuat.

Kania : "Keluarin aja, Sa... Gak apa-apa..." (Mengusap rambutnya).
Angkasa : "Maafin Sa ya, kak... Sa yang anak cowo, tapi Sa yang lemah di depan kakak... Sa malu..."
Kania : "Jangan minta maaf, Angkasa... Kamu itu anak yang kuat... Ada masanya semua orang nangis kok... Itu normal, dek... Dan itu gak bikin kamu terlihat lemah, kok... Pandangan aku ke kamu masih sama, kamu itu kuat, buktinya kamu bisa mendem perasaan kamu sekian lama waktu aku belum ngerti perasaan kamu... Kamu masih bisa senyum sama aku... Kamu itu hebat, kamu itu gak lemah! Mana coba liat ototnya? Kan katanya kuat? Hihi! (Tertawa kecil).
Angkasa : "Haha! Makasih yaa, kak... Sa gak tau harus cerita ke siapa lagi tentang perasaan Sa... Cuma kakak yang Sa punya..." (Memeluk Kania dengan erat).
Kania : "Kamu punya kok tempat cerita selain aku..." (Mengusap pipi Angkasa yang basah).
Angkasa : "Gak ada, kak... Emang siapa?"
Kania : "Pacar kamu lah, ganteng! Hahaha!"
Angkasa : "Sa belum sampe hati kak, buat cerita sama dia..." (Tersenyum pucat)
Kania : "Yaudah gak apa-apa, kamu masih punya aku kok! Udah yaa... Senyum, jangan nangis lagi, kalo kamu senyum ganteng 100%!"
Angkasa : "Hahaha! Kakak bisa aja... Kakak juga cantik, kok..."
Kania : "Boong ah kamu mah..."
Angkasa : "Beneran, kak! Apa muka Sa yang ganteng ini keliatan lagi boong?" (Menahan tawa).
Kania : "Hahaha! Pede ya kamu sekarang! Iyaa deh aku percaya, makasih yaa..."
Angkasa : "Oh iya, kak... Mungkin ini bakal ngerusak suasana..."
Kania : "Loh... Kenapa?"
Angkasa : "Mama sama papa besok mau main kesini... Karena besok minggu jadi libur kerja..."
Kania : "Hmm..."

__________ミBersambungミ___________

LonelinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang