"You hold me without touch, you keep me without chain."
-Cassandra Caroline-
Keesokan harinya Sandra kembali menjalankan rutinitasㅡmasuk sekolah seperti biasa. Sandra memang masuk sekolah,namun seolah tidak terlihat. Ia tidak lagi mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan guru atau berlari-lari di lorong untuk menuju kelas. Ia tidak lagi sibuk mencari keberadaan Juna untuk mengajak laki-laki itu ke kantin. Ia tidak lagi berbicara banyak. Sandra hanya diam. Bergelut dengan pikirannya.
Ia memang diam, mencoba menyembunyikan kekacauan yang terjadi pada dirinya. Menyembunyikan luka yang mengiris hatinya. Menyembunyikan pikirannya yang kalut. Namun tetap saja, seperti apa yang pernah Gavin katakan, bahwa perasaan seseorang dapat terpancar dari sorot matanya. Dan sorot mata itu,sorot mata terluka yang tidak bisa disembunyikan.
Saat ini adalah menit ke lima belas sejak bel istirahat berdering nyaring. Namun gadis itu masih tidak bergeming, berkutat pada hati dan pikirannya yang kelabu. Sejenak, ia memejamkan mata, lalu bangkit dan beranjak keluar untuk menemui seseorang.
Dengan keberanian yang ada dan tak seberapa, dengan perlahan namun pasti, Sandra membuka pintu Rooftop,namun mengaduh karena bayangan itu tiba-tiba saja kembali terputar di otaknya. Bayangan akan hari kemarin, di tempat itu, yang membuat hatinya hancur.
Pintu kayu itu sudah terbuka lebar, berhasil mengalihkan perhatian enam laki-laki pada Sandra yang baru saja muncul di sana. Seseorang yang tak lain dan tak bukan bernama Juna, terlihat bangkit dari duduk dan menghampiri Sandra yang masih belum melangkahkan kakinya.
"Ngapain kesini?" tanya Juna datar. Entah laki-laki itu tidak menyadari sorot terluka itu, atau ia hanya berpura-pura tidak tahu. Ah, lebih tepatnya ia tidak perduli mungkin.
Sandra tidak mendongak,terlalu takut untuk sekedar menatap mata laki-laki yang telah menyakitinya. Ia mengepalkan kedua tangannya mencoba menguatkan, sejenak ia memejamkan matanya dan menahan gejolak didalam lubuk hatinya, lalu berkata, "Gue mau ngomong sama lo."
Juna tertegun, sebelah alisnya terangkat.
"Ngomong apa?" Juna lalu menoleh kebelakang, memastikan bahwa keempat rekannya sudah tidak lagi memperhatikan. Hanya dengan isyarat mata, lima rekannya itu langsung mengerti dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Dan kini, tinggalah mereka berdua, saling berhadapan, yang satu mencintai seseorang di hadapannya, sedangkan yang dicintai, Sandra yakin Juna tak memperdulikannya.
"Gue-" Kalimat itu terdengar menggantung,mungkin karena seseorang yang akan mengatakannya tidak sanggup,tidak sanggup untuk sekedar mengatakan apa yang ingin ia katakan. Sandra mengepalkan tangannya lebih kuat, benci pada dirinya sendiri karena ia bahkan tidak kuasa untuk mengatakan hal itu. Tatapannya masih menunduk ke bawah, tidak sanggup untuk mendongak, dan bulir air mata telah memenuhi pelupuknya.
"Gue mau putus." ucapnya kemudian. Namun kali ini, ia mendongak dengan pasti. Dan air matanya mengalir jauh lebih deras, Sandra tidak berusaha untuk mencegah air mata itu membasahi pipinya. Ia ingin menunjukkan bahwa ia terpuruk, kesakitan.
Juna terkesiap tidak percaya. Hatinya bergemuruh hebat. Satu hal yang Juna tidak mau mengakuinya saat ini, ia menyukai saat-saat bersama Sandra dihidupnya.
"Putus? Kenapa?" Juna mengernyitkan dahinya bingung. Seperti ia tak terusik dengan air mata yang telah mengalir dengan deras dari pelupuk mata Sandra. Tnpa Sandra ketahui, Juna tengah mengepalkan tangannya dibalik saku celana yang ia gunakan.
Sandra semakin tidak sanggup untuk mengontrol dirinya sendiri. Dirinya seperti hilang kendali. Air matanya terus berjatuhan dengan leluasa,tenggorokannya sudah tercekat amat sempurna, sama sekali tidak mampu untuk mengatakan sepatah kata lagi. Ini bukan Sandra. Sandra tidak seperti ini. Ia merasa berubah. Ia merasa lemah terhadap Juna. Mengapa ia bisa sebodoh ini? Sandra mengutuk hatinya yang telah jatuh hati kepada orang sejahat Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour Et Histoire [COMPLETE]
Любовные романыCassandra Caroline merupakan gadis yang terkebelakang dalam urusan otak dan hati. Ia pernah menaruh hati pada seseorang yang dibencinya, Juna Alvaro, seorang pria berketurunan Australi-Indonesia yang notabene adalah senior disekolahnya yang hanya me...