17 - Desiran hati

149 8 0
                                    

Mentari sudah terbit, menyinarkan cahaya pagi yang menyeruak memasuki celah jendela sebuah ruangan yang terbuka, menerobos tirai putih dan menyinari ruang yang didominasi warna biru donker disetiap sisinya. Mewah. Mungkin kata yang pas menggambarkan ruangan ini.

"Nggghhh.." Juna yang sebelumnya masih berada didunia mimpi lalu mengerjapkan mata, terganggu dengan cahaya yang menerobos masuk. Tak lama kemudian, ia kembali memejamkan kedua kelopak mata elang miliknya,menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh kekarnya.

"Juna? Mama masuk ya?"

Dari arah luar kamar, terdengar dengan jelas suara VannaㅡMama Juna yang kini membuka kenop pintu kamar dengan perlahan. Hingga...

"ASTAGA JUNA. INI UDAH SIANG! BANGUN! KAMU HARUS SEKOLAH!"

Begitu dilihatnya Juna yang masih meringkuk di balik selimut,Vanna memekik dengan cukup nyaring, nyaris dapat memekakkan setiap telinga yang mendengarnya, dan membuat telinga Juna berdengung sempurna karenanya.

"Apaan sih. Masih jam setengah enam juga." Beberapa detik setelah mengatakannya, Juna lantas menyingkapkan selimutnya ,kemudian mengubah posisinya menjadi bersila dan mengumpulkan nyawa nyawa nya yang masih mengapung didunia mimpi.

"Cepet mandi. Turun sarapan. Mama sama papa tunggu dibawah." Vanna menghentak hentakkan kakinya ke lantai dengan geram. Vanna yang selalu terlihat anggun,Vanna yang kecantikannya tidak pernah luntur termakan usia.

Dilihatnya Juna yang tak bergeming, kemudian Vanna menarik tangan Juna dengan hampir seluruh tenaganya, lalu menyeretnya kearah kamar mandi yang berada dipojok kamar tersebut. Dengan kekuatan yang tak seberapa, ia mendorong Juna masuk dan menutup pintu dengan hentakan keras.

"Cepet mandinya sayang!" Vanna berseru dari arah luar kamar mandi. Ia berdecak melihat kondisi kasur king size milik putranya. Vanna kemudian merapikan kasur tersebut dan bergumam senang ketika pekerjaan singkatnya selesai.

Vanna melangkahkan kakinya menuruni tangga menuju ruang makan yang terletak di lantai satu.

"Juna?" Suaminya berseru. Vanna tersenyum simpul kepada MartinㅡSuaminya yang merupakan papa Juna.

"Sebentar lagi juga turun, pa.." Vanna menyiapkan piring dan meletakkan nasi goreng seafood buatannya diatas piring.

●●●

Setelah setengah jam berkutat dengan diri sendiri,Juna yang telah siap untuk pergi ke sekolah kini menuruni tangga dengan tas yang tergantung di bahu kanannya. Ia melemparkan tasnya kearah sofa ruang keluarga dan berjalan menuju ruang makan.

"Duduk." Sapa Martin. Like father like son. Sama sama irit bicara.

Juna diam, tak berniat menjawab. Ia memilih duduk di kursi yang berseberangan dengan Vanna. Dan tanpa basa-basi yang hanya akan membuang waktu, Juna mulai melahap nasi goreng seafood buatan mamanya.

"Besok, Anna ke Indonesia." Martin menatap Juna dengan pandangan serius, telah selesai dengan sandwich yang justru ia pilih sebagai menu sarapannya pagi ini dibandingkan dengan nasi goreng seafood yang menggugah selera.

Sebelah alis Juna terangkat tinggi mendengar kalimat yang di lontarkan papanya. Satu tangan Juna yang terangkat untuk menyuapkan nasi goreng kemulutnya kini terhenti, melayang diudara.

"Maksudnya?" Lalu secara tiba-tiba, sendok yang tadinya masih penuh dengan nasi goreng terbanting ke piring begitu saja, sebuah kerutan pertanda tanda tanya muncul di keningnya.

"Jagain Anna." Martin meneguk segelas air, lalu kembali menatap Juna untuk melihat reaksi dari anaknya itu.

"Kenapa Anna kesini?" Juna mengernyitkan dahinya kebingungan, sebuah perasaan muncul dan menyelimuti hatinya saat ini.

Amour Et Histoire [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang