12 - Gugur

172 14 0
                                    

Akhirnya, setelah dua jam lebih berkutat dengan pelajaran fisika, murid kelas XI MIPA 6 dibuat gembira dengan berderingnya bel istirahat. Beberapa siswa sudah tampak berkeluaran keluar kelas. Selama dua jam juga, Sandra menunggu tidak sabar untuk segera menemui Juna. Ia ingin menanyakan secara langsung keberadaan Juna malam itu. Jika kalian mengira Sandra akan bertanya tentang perlakuan Juna pada malam itu, tentu saja tidak. Justru ia tidak ingin mengungkit memori kelam itu dan menguburnya dalam dalam didalam hati dan pikirannya.

"Rik, gue pengen ketemu Kak Juna deh. Lo ga ada niatan buat memenin gue ke kelas Kak Juna gitu?" Sandra berucap dengan wajah memelas agar Erika bersedia menemaninya. Ia tidak ingin melewati koridor kelas 12 sendirian. Ia sedang malas mendengar godaan yang dilontarkan kaum adam padanya atau membalas tatapan menusuk dari kaum hawa yang seakan ingin merobek kulitnya.

"Tentu saja tidak permirsaaaa. Lo ga inget mau traktir gue bakso Pak Maman? Udah elah, paling juga Kak Juna lagi nongki nongki ganteng di kantin." Tolakan Erika membuat wajah Sandra semakin tertekuk.

"Udah ah ayo ngantin. Cacing pita diperut gue udah meronta ronta ini." Erika memegangi perutnya, sementara tangannya yang bebas menarik pergelangan tangan Sandra, Sandra akhirnya mengikuti dengan pasrah. Ia berharap Juna bisa ia temukan sosoknya.

Setibanya di kantin, Erika langsung melipir untuk memesan makanan. Sementara Sandra sibuk menyapu pandangannya ke sekitar untuk mencari keberadaan sang pujaan hati.

"Kak Ghea, kakak keliatan Kak Juna nggak?" Begitu ia menemui salah seorang senior yang ia kenal, Sandra langsung bertanya keberadaan Juna.

"Tadi sih Juna pas istirahat keluar sama temen temennya. Gue rasa di rooftop sih. Coba aja lu cari kesana." Kata Ghea dengan senyuman ramah.

"Gitu ya. Thanks kak." Sandra balik tersenyum. Tanpa pikir panjang, ia segera pergi melangkahkan kakinya dari kantin. Ia ingin segera menemui Juna di rooftop. Bahkan ia melupakan janjinya pada Erika, dan ia juga melupakan Erika yang pasti akan mencarinya dikantin.

Sandra menaiki tangga penghubung lantai paling atas dengan rooftop. Saat Sandra memegang gagang pintu dan mendorongnya sedikit,ia sayup sayup mendengar suara Juna dan rekan-rekannya. Dan sepertinya ia juga mendengar suara perempuan dari arah yang bersamaan.

Sandra mengernyit heran dan memutuskan untuk lebih mendengarkan pembicaraan mereka karena ia mendengar seseorang dibalik pintu itu menyebut namanya. Ia mendekatkan telinganya pada pintu yang masih tertutup.

"Apaan sih." Juna bersikap ketus pada perempuan yang bergelayut manja pada lengannya.

"Aku gak suka kamu deket-deket itu cewek Jun. Apasih bagusnya dia." Sandra mengira ini adalah suara Elena. Kakak kelasnya. Ketua cheers yang juga merupakan anggota Cheera.

"Elena,santai aja. dia cuma mainan Juna kok." Kali ini adalah suara Kevin yang lalu disusul oleh tawa. Tubuh Sandra mematung. Jantungnya berdegup sangat kencang. Matanya memanas dan seketika memburam. Dengan sekuat tenaga ia menahan kristal-kristal beningnya agar tidak berjatuhan.

Ia ingin segera pergi dari sini,tidak ingin mendengarkan lebih lanjut tentang pembicaraan mereka. Namun kakinya menolak untuk pergi, seakan mengharuskan Sandra untuk terus mengetahui apa yang terjadi.

"Dia cuma bahan taruhan kita. Kalo Juna berhasil pacarin dia tiga bulan, Juna dapet mobil baru Kevin. Gratis."

Sesuatu dengan spontan menusuk dada Sandra. Dengan sebelah tangan ia mencoba menutupi mulutnya agar tidak terisak.

Dengan keberanian yang tidak seberapa,ia memberanikan diri untuk membuka pintu dan menyaksikan langsung kejadian itu.

"Ah, gue pikir lo beneran suka cewek macem itu" Elena tampak naik ke pangkuan Juna.

"Bukan tipe gue." Juna menjawab singkat dan tampak tidak terusik dengan posisi Elena di pangkuannya.

Elena memegang dagu Juna dan mencium Juna saat itu juga. Sorak-sorak teman-teman disekitar sama sekali tidak Elena hiraukan.

Pertahanan Sandra hancur, tangisnya pecah dan dadanya naik turun. Semua cerita tentang dirinya dan Juna seketika terputar di otaknya. Dengan tenaga yang tersisa, ia berusaha sekuat mungkin untuk meninggalkan tempat itu sekarang juga. Tepat saat Sandra membalikkan tubuhnya, tanpa ia tahu, Juna dengan cepat mendorong tubuh Elena menjauh darinya.

Tubuh Sandra nyaris limbung seolah dihantam badai, namun ia paksakan tubuhnya untuk tetap berdiri tangguh. Dengan langkah tertatih, ia menuruni anak tangga. Sandra baru berjalan beberapa langkah untuk pergi, namun tiba-tiba saja ia merasa lengannya ditarik dan tubuhnya berputar di luar kendalinya.

"Lo ga seharusnya disini." Gavin menatap Sandra lekat. Sandra masih belum mampu menguasai dirinya. Namun kedua tangan yang tadi terkepal kuat kini terulur untuk mengusap air matanya yang berjatuhan.

"Ikut gue." Sandra bergeming dan membiarkan Gavin membawanya pergi dari tempat itu.

Gavin terus berjalan dengan menggenggam tangan Sandra erat-erat. Tanpa sedikitpun memperdulikan tatapan dan bisikan sekitarnya. Ini masih jam istirahat, tentu saja masih banyak siswa siswi yang berkeliaran dikoridor saat ini.

"Eh liat itukan ceweknya Juna, anjir murahan banget."

"Itu Sandra pacar Juna kan? Udah ganti pacar dia?"

"Sok kecantikan banget. Baru aja gaet Juna, sekarang Gavin."

"Murahan banget sih"

"Dia selingkuhin kak Juna masa? Gila parah banget."

Sepanjang perjalanan melewati koridor, banyak tatapan dan bisikan intimidasi yang mengarah padanya.

Memang. Manusia pintar berbicara. Menilai apa yang dilihatnya saja. Tanpa tahu hal sebenarnya. Berspekulasi dengan imajinasi liar mereka.

Gavin membawa Sandra ke taman belakang sekolah yang jarang dikunjungi siswa. Ia mendudukkan Sandra dikursi besi putih panjang yang terletak tak jauh dari pohon yang menaungi mereka saat ini.

"San, lo gapapa?" Sandra bergeming. Ia masih menunduk dan bahunya bergetar. Sakit yang ia rasakan terasa sangat hebat. Ia menangis dalam diam.

"Udah, gapapa. Lepasin aja. Nangis aja. Ada gue." Gavin merangkul Sandra dan detik berikutnya tangis Sandra kembali pecah. Emosinya ia tumpah ruahkan saat itu juga. Ia kesal, marah, kecewa dan sedih di saat yang bersamaan terhadap apa yang terjadi, terhadap kenyataan pahit yang menamparnya keras-keras.

"Kenapa vin? Kenapa harus gue?" Tanya Sandra disela isakannya.

"Gue disini." Gavin mengeratkan pelukannya. Ia tak memikirkan bagaimana seragamnya akan basah oleh air mata atau akan lusuh karena cengkraman Sandra. Yang ia pikirkan saat ini bagaimana dia akan mampu menenangkan hati Sandra, membuat gadis itu berhenti menangis.

Amour Et Histoire [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang