11 - Perlahan gugur

153 9 0
                                    

Waktu menunjukkan pukul 10.29 malam. Sandra menggigil kala ia tiba di luar apartment. Angin malam menerpa wajahnya, membuat Sandra harus berjalan dengan kepala ditundukkan. Udara sekitar sangat dingin, mungkin karena hujan yang baru saja berlalu, pikirnya. Sandra mencoba memeluk tubuhnya sendiri dan berjalan di sepanjang trotoar untuk memanggil taksi yang tersisa dan masih berlalu lalang. Matanya yang sembab masih membengkak dan tubuhnya kedinginan. Pasca kepergian Juna, Sandra hanya bisa menangis didalam kamar mandi,lalu setelah ia dapat mengontrol emosinya, ia memilih keluar untuk mencari keberadaan laki laki itu. Namun nihil, Sandra tidak menemukan Juna dimanapun.

Tidak lama setelah kedua kakinya melangkah, ia berhasil memberhentikan taksi yang membawanya tiba di rumah. Ia menekan tombol bel yang terdapat pada sisi pagar rumahnya. Tak berselang lama,Mbok Yantiㅡ sang asisten rumah tangga membuka pagar dan mempersilahkan Sandra masuk. Sandra melayangkan senyum seolah tidak ada yang terjadi padanya.

"Loh non Sandra? Ada apa non? Kenapa pulangnya larut malam?" Mbok Yanti bertanya dengan raut wajah khawatir.

"Ada acara sama temen bi. Sandra masuk dulu ya, Sandra ngantuk." Sedetik setelah mengatakan itu, Sandra kembali melangkah.

"Ibu pesen kalo ibu hari ini lembur, non. Masih ada operasi katanya. Kalo butuh apa-apa panggil Mbok ya non."

Mbok Yanti berbicara dengan sedikit nada khawatir,seolah tahu bahwa gadis itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Sandra hanya menoleh sekilas sembari tersenyum.

Begitu Sandra merebahkan diri di kasur kamar,dengan segera ia menyelimuti seluruh badannya dan meringkuk, memeluk gulingnya dengan erat. Dan ia kembali menangis dalam diam,mengingat bagaimana Juna nyaris 'melukai' dirinya, menyadari betapa ia masih mencintai laki-laki itu atas apa yang dilakukan padanya. Hati dan pikirannya kalut, sama sekali tidak ingin berhenti untuk memikirkan Juna, yang bahkan sama sekali tidak peduli padanya.

Sandra tetap mencintai Juna, apapun keadaannya. Tidak peduli bagaimana pun Juna memperlakukannya, karena keseluruhan hatinya telah dicuri tak bersisa. Dan demi mempertahankan hubungannya dengan Juna, ia rela berjuang sekuat tenaga melawan segala gundah, resah dan kesedihannya.

Air mata tidak henti-hentinya mengalir dalam senyap malam dan kesendirian. Hingga waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Ia tetap menangis hingga ia jatuh terlelap dengan sendirinya.

Tok tok tok

"Sandra? Ini mama sayang." Marissa tidak mendengar sahutan dari dalam kamar anaknya. Dia perlahan membuka gagang pintu yang tidak terkunci. Kedua matanya lalu menangkap Sandra yang masih meringkuk dalam selimut tebal.

"Sandra. Ayo bangun sayang. Ayo sarapan." Marissa duduk di tepi tempat tidur Sandra berusaha membangunkan. Sandra menggeliat dan perlahan membuka mata. Matanya terasa perih dan sulit untuk terbuka, mungkin efek dari tangisan semalam, pikirnya.

"Sekarang jam berapa ma?" Sandra berusaha sadar sepenuhnya dengan mengerjapkan mata lalu mengubah posisinya menjadi bersila.

"Jam 10 pagi. Kata Mbok kemarin Sandra pulang larut malem?" Tanya Marissa dengan raut khawatir.

"Iya ma. Ada acara sama temen." Mendengar jawaban anaknya, Marissa merasa ada yang aneh dengan Sandra. Mata Sandra yang sembab juga menambah kekhawatiran Marissa. Namun ia tidak ingin bertanya lebih karena penolakan Sandra. Ia tahu Sandra sudah besar dan mempunyai privasi sendiri dikehidupannya.

"Sandra, kalau Sandra mau cerita sesuatu, bilang ke mama ya sayang. Mama selalu ada buat Sandra." Marissa menatap Sandra dengan tatapan sendu, lalu membelai rambut putrinya dengan lembut.

"Iya ma. Sandra ga papa kok. Mama gausa sedih gitu. Pengen ketawa Sandra liatnya." Katanya lalu tertawa kecil, berusaha mencairkan suasana.

"Ayo sarapan sayang. Mama udah buatin nasi goreng cumi kesukaan Sandra." Marissa bangkit dari tempat tidur Sandra,berusaha menarik pelan Sandra agar bangun.

Amour Et Histoire [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang