Chapter 43

1.3K 148 57
                                    

Olivia berjalan menghampiri Elle yang sedang duduk dipinggir lapangan sambil memperhatikan beberapa anak yang sedang dijemput oleh orang tuanya.

"Elle." Sapa Olivia tersenyum, perempuan itu berjongkok didepan Elle sambil membenarkan rambut gadis kecilnya yang sedikit berantakan.

"Mom sendiri, Zaddy mana?" Tanya Elle ketika tidak melihat tanda-tanda keberadaan Zayn.

"Zaddy sedang ada urusan." Jawab Olivia mencium pipi Elle. Tanpa sadar ia meneteskan air matanya, bahkan air matanya semakin deras.

"Mom kenapa menangis?" Tanya Elle bingung langsung mencari tisu di tasnya.

Olivia menunduk ia tidak bisa menahan air matanya kali ini, setelah kejadian tiga hari yang lalu dimana ia bertemu dengan Harry, bertemu dengan tatapan mata Harry, bertemu dengan sosok yang selalu ia ingat itu membuat dirinya semakin tersiksa.

"Mom... don't cry..." Bisik Elle memeluk Olivia. Elle semakin mengingatkannya dengan pria bermata zamrud itu. Dimana Harry selalu memeluknya ketika ia menangis.

Olivia membalas pelukan Elle dan mempereratkan pelukannya.

"Elle nakal ya mom?" Tanya Elle membuat Olivia perlahan melepas pelukan mereka. Olivia menggeleng lalu terkekeh ketika tangan mungil itu mulai mengusap wajahnya dengan tisu.

"Ayo kita pulang."

Elle mengangguk dan Olivia berdiri sambil meraih tangan Elle mengandengnya keluar dari halaman sekolah elit ini. Zayn tidak main-main dalam memberikan pendidikan pada Elle, walaupun baru tingkat dasar.

×××

"Ada cara lain selain kemoterapi?" Tanya Zayn dengan datar. Lelaki di depan Zayn dengan jas putih khas dokter itu menggeleng pelan.

"Apa sudah sangat parah?" Tanya Zayn.

"Parah tidaknya, kanker itu harus menghilang dari otakmu Zayn."

Zayn menghela nafasnya, wajah Olivia dan Elle kini terbayang dalam pikirannya.

"Berapa lama lagi usiaku?" Tanya Zayn meneguk salivanya.

"Aku bukan Tuhan yang bisa menentukan usia makhluknya. Kita hanya perlu berusaha agar kanker itu tidak menyebar ke sel darah yang lainnya."

Zayn menunduk dengan mata bekaca-kaca.

"Bisakah aku hidup sampai lima tahun lagi?" Tanya Zayn memalingkan wajahnya guna menyerka air matanya yang tinggal sedikit lagi meluap.

Dokter itu berjalan menghampiri Zayn dan menepuk pundaknya.

"Kau, aku, kita semua harus berdoa. Kau harus mau melakukan prosedur agar kau bisa sembuh Zayn."

Zayn menutup matanya. Lalu mengangguk pelan.

"Lusa kau harus datang lagi untuk menandatangani persetujuan, aku akan menyiapkan semuanya."

"Terima kasih, Tyler."

Dokter bernama Tyler itu mengangguk lalu kembali ke tempat duduknya.

Zayn bersandar pada kursinya lalu mengusap air matanya, ia merasa begitu sangat payah. Ia membenci hidupnya jika saja bukan karena Olivia dan Elle ia rela mati sekarang, tapi karena dua perempuan itu ia harus bertahan hidup dan ingin sekali sembuh dari Kanker otak yang mulai menggerogotinya.

"Zayn, handphonemu berdering." Ucap Tyler membuat Zayn yang kalut dalam pikirannya terbuyarkan.

Zayn tersenyum melihat nama dilayarnya.

Home // H.S  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang