Angkasa 1

201 28 1
                                    


Empat pasang sepatu itu melangkah lurus disepanjang koridor, jaket hitam putih yang selalu menjadi khas mengenal para kebersamaan empat sahabat itu dosekolah elite tingkat konglomerat.

Salah satu diantara mereka sangat identik dengan hal yang biasa. Dia terlalu sederhana untuk berteman dengan siapapun. Namun baginya hal yang biasa itulah yang akan selalu dia temukan banyak cerita dengan berbaur dipara ekonomis tinggi sekolah elite ini. Namanya Arimbi.

" Arimbi, kemarin yang gue kasih lo tas kenapa gak dipake?!" Tanya Ali, cowok pemilik alis tebal dengan mata bulat. Bayangkan saja itu Alindo, mungkin mirip sedikitlah.

Kebiasaan Arimbi hanya menggeleng payah, dengan senyuman yang terlihat di sela polesan make up tipisnya.

" Terus jam tangan yang kemarin gue hadiain buat lo mana?" Sahut Arsen.

Salah satu cewek lain diantara mereka. Menghela nafas kasar. "Udah dibilangin!. Arimbi tuh gak suka dengan segala macam bentuk kemahalan kalian. Arsen! Ali!"

Cewek itu Ara namanya, dia memang yang selalu menegasi dikala mereka sedang berebut menjadi pahlawan didepan Arimbi. Stop! Arimbi tidak miskin ya, namun dia tisak suka dengan sesuatu yang terlalu mencolok. Plis.

Disetial pagi dekat lapangan, Ara heran. Kenapa dia selalu saja melihat ada pembulihan, alasanya hanya karna merek sepatu yang tidak sederajat?! Atau baju lecek karna lupa tidak di setrika. Huft-itu benar benar hal yang biasa untuk dijadikan bahan pembulihan tempat tranding anak konglomerat disini. Ingat ini sekolah elite.

Dan yang terjadi selalu Ara maju untuk menghentikan pembulihan ini atau terkadang sikap kesenioritasan kakak kelasnya.

"HE! AGAM!!!"
Teriak Ara dengan sikap dewasanya, mukanya sinis melihat kerumunan orang.
Alih-alih Arimbi sudah mencegah agar Ara tidak ikut campur namun Ali dan Arsen menyuruh agar Arimbi tidak menghalangi hal itu. Ara akan selalu menunjukkan hal terbaiknya kok.

Semua orang langsung memusatkan pada Ara. Mereka melihat dengan tatapan 'sok'
Sedangkan Agam menoleh. " Eh ibu negara! Ngapain bu manggil nama gue barusan.?" Watados cowok yang bernama Agam itu dengan senyum kecil.

"Mobil lo dicoret-coret sama Alaska" Ara tersenyum dengan memaikan alisnya, itu hanya alibi kecerdasaan seorang Ara, buktinya sekarang Agam percaya.

Tangan Agam langsung mengepal dan berlari, sedangkan semua orang yang menonton pembulihan ini berdesis kecewa, karna Agam tidak jadi menghabisi orang pagi ini. Selalu saja begitu dan Ara lah penyebabnya.

" Kalian semua yang nonton ini tunggu surat DO dari pihak sekolah." Ultimatun Ara mencekam suasana.

"Kenapa lo selalu saja ikut campur. Lo bisa Apa?" Tekan salah satu diantara mereka.

Ara lagi-lagi menyungging senyum. "Kalau kalian gak percaya, tunggu aja."

Mata arah laku beralih pada cowok yang tertunduk karna ulah Agam barusan. "Lo gapapa?" Tanya Ara.

Cowok itu tak sedikitpun melihat kearah Ara, hingga Ara mendekatinya bersamaan dengan bubarnya para siswa siswi yang tadi ikut menonton.

"Ayo ra, balik kekelas, habis ini masuk jam biologi loh." Arsen menggingatkan Ara yang berada beberapa langkah di belakang cewek itu.

"Duluan aja" Ara tersenyum lalu, dibalasi anggukan dari mereka bertiga.

" lo kenapa?"

Ara memeganggi tangan cowok itu yang tergenggam sangat kuat. Ara sendirii bingung apa yang terjadi dengan cowok yang saat ini didepannya.

Cowok itu masih setia tertunduk hingga Ara tak bisa melihat wajah cowok itu dengan jelas.

"Ck. Lo kenapa? Coba jangan nunduk!" Perintah Ara bagai gadis kecil saja dengan menghentakkan kakinya.
Ara tetap memaksa untuk membuka tangan cowok itu, dia merasa aneh, suhu kulit cowok itu mendadak membuat Ara membeku. Suhu hangat dan itu hanya milik penduduk angkasa, yang Ara tau.

Secepat mungkin Ara membuka tangan cowok itu yang tergenggam dengan susah payah.

Kebungkaman yang ambisius, saat mata itu menangkap cairan warna biru pekat. Perlahan wajah cowok itu terangkat dan menampakkan hal yang seharusnya.

Shit! Bibir Ara terangkat keatas, tubuhnya langsung menengang.

"Ra, lo udah ngelewatin batas menjadi penduduk angkasa. " papar cowok itu pada Ara.

Ara terdiam lama, ini hanya selayaknya mimpi atau dongeng dengan seribu imajinasi yang sering dia baca dibuku saat dia pertama kali dibumi ini. Dia takjub dengan bumi yang 180° berbeda dengan angkasanya. Sebenarnya begitu.

"Kenapa lo disini?" Tanya Ara dengan wajah tertangkap basah, sejujurnya dia bungkam dengan cowok yang sekarang dihadapannya.

"Gue mau jemput lo ra, kita balik ketempat dimana kita hidup."

Sudah dia duga.

"Tapi ra--" ucapan Ara terpotong saat seseorang meneriakinya dari ujung lapangan.
Ara langsung maninggalkan cowok itu yang dia panggil 'ra' juga. Namun entah siapakah yang dimaksud Ara disini.

Langkah Ara itu memberi tanda setiap tanah yang dia injak. Langkah itu hanya bisa dilihat dengan manusia yang memiliki suhu hangat dan cairan pekat saat terluka.

🌃

Selama jam pelajaran biologi berlangsung. Semua orang hening dan sibuk menangkap materi dan penjelasan yang sekarang sedang di paparkan guru biologi itu dengan menggunakan layar proyektor.

Adapun ketika seseorang menggunak an alat komunikasi saat pelajaran berlangsung itu adalah kesalahn terbesar yang harus siap menerima hukuman dari pihak sekolah. Sampai saat ini pun untungnya belum ada yang ketahuan. Mungkin mereka hanya diam-diam melakukan hal semacam ini.

Seorang Arsen pasti sudah sangat mengerti dan paham dengan masa perkembangan manusia sampai manusia itu mengalamo masa puber.

Sudah biasa jika nilai Arsen selalu tertinggi dalam mata pelajaran biologi.

Namun berbeda dengan Ali yang lebih memilih tidur dengan tutupan kitab biologinya, Ara dan Arimbi sudah membangunkan Ali tapi tak ada hasil apapun. Ali tetap tenang dan terjaga dalam tidurnya dengan nafas yang seiring itu teratur.

Setelah pelajaran biologi itu selesai dengan penjelasan dan penjabaran yang tuntas dan runtut, ketukan pintu menjadi keheningan kelas saat ini.

"Masuk" perintah guru biologi itu dengan sesorang diluar kelas.
Seseorang memasuki kelas dengan satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

"Saya murid baru." Ucap cowok itu, sepertinya guru biologi itu sudah tau kalau ada murid baru yang akan menempati kelas ini, yang rata rata isinya emang murid pintarnya naudzubillah.

"Silahkan dan perkenalkan dirimu yang sebenarnya dan sejelas mungkin." Suruh guru biologi dengan wajah killernya.

Cowok itu mengangguk, matanya menyapu semua yang ada dikelas ini. Seperti dugaanya, dia mengenal sati diantara banyaknya orang dikelas ini.

" Nama saya Ankara ch-." Ucapanya terpotong saat seseotang yang dia liat mengisyaratkan diam dengan menaruh telunjuk diatas bibir.

"Oh maaf, Ankara leth, saya dari bumi-"

Lagi lagi ucapannya terhenti sesaat.

"Oh, gue tahu lo pasti blasteran dari luar negri ya?" Suara cempreng itu memotong perkenalan Ankara didepan kelas, apa ada yabg salah dengan Ankara?. Dia selalu mendapat tatapan tajam dengan seseorang itu. Ara.

🌃

Inget author bakal fast up.jadi budayakan vote dam comen. Tidak ada alasan meninggalkan tanpa memberi jejak. Ntr aku sayangnya plus plus. ✌🏻


Terimakasih bumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang