Angkasa 21

18 6 6
                                        


Alaska mengantungkan ucapannya, sambil menatap mata biru itu.

"Apa?!" Sentak Ara geram dengan kelakuan Alaska yang tiba-tiba aneh.

"Jadi intinya tadi aku gak sengaja dapet pesan dari Arsen kalau kamu izin ketoilet. Terus feeling aku bilang kalau kamu bakalan nemui aku."

Ara sedikit menyipitkan kedua matanya. "Arsen?"

"Kaget sih? Iya, Arsen. Dia kayak yang ngawasin gerak gerik kamu sejak setelah dia nyamperin aku dikantin. Padahal aku gak minta, tapi dia kayaknya kasian liat kamu frustasi banget tanpa aku hahahhaah...." Tawa Alaska menggelegar hingga menyungging senyum Ara.

Buru-buru Ara merubah ekspresinya. "Gak frustasi, cuma sedikit pengen gila."

"Terus terus?" Sambung Ara.

"Yaudah pas banget ada Della, pacar Leo, kita bertiga lagi di ruang OSIS buat ngerjain laporan dan absensi murid. Saat keluar aku udah nyusun rencana bikin kamu biar gak nemuin aku lagi. Itu pun susah, leo gak nyetujuin kalau pacaranya aku pinjem bentar buat acting. Sampai aku bujuk.. akhirnya dia mau dan itu kejadiannya." Jelas Alaska panjang dan detail.

Ara dibuat kaget, bisa-bisanya Alaska melakukan seperti itu? Apakah salah Ara terlalu susah dimaafkan.

Tanpa bertanya lebih lanjut lagi Ara bangkit dari kursinya dan menampar Alaska sedikit keras.

Air matanya luruh seketika.

Alaska tak mempedulikan sakit akibat tamparan keras Ara, dia lebih memilih khawatir kenapa Ara menangis setelah mendengar penjelasan yang sebenarnya.

"Kamu itu...! " Telunjuk Ara mengarah pada wajah Alaska.

"Ara, aku udah jujur. Aku juga sangat kecewa sama kamu, aku marah sama kamu, karna hal sebesar itu kamu gak bilang ke aku, tapi... Aku gak sebaliknya harus melakukan itu.. aku tahu... Dan pada akhirnya juga aku datang saat pengambilan darah. Itu alasanya, meski berapa hari dan lamanya aku ingin mendiami kamu, aku Ngak bisa. Cause I more love."

Ara menyapu air matanya. " Tapi.. keluakuan kamu tadi itu buat aku sakit Alaska!!! Kamu tau gak sih. Aku datang buat ngasih penjelasan malah kamu lebih milih cewek itu."

Alaska tersenyum lalu berjalan mendekati Ara meski sebelumnya mereka terhalangi m3ja.

"Aku gak milih cewek itu. Acting." Alihnya.

"Tapi sama aja, pokoknya kamu salah." Tuduh Ara keras kepala.

Alaska mengangguk paham, sikap wanita itu berdominan manja, tidak ingin disalahkan dan ingin menang sendiri.

"Iya aku salah, mau tampar lagi gak?" Tawarnya sambil mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Ara.

"Gak ada waktu sekarang, kamu nawarin nya gak dari awal-awal." Tangisannya mulai mereda.

Dia berjalan kearah balkon, diikuti Alaska dibelakangnya. Alaska sebenarnya punya berjuta-juta pertanyaan, tapi untuk saat ini dia ingin seromantis mungkin seperti layaknya cowok yang memiliki kekasih sesungguhan.

"Aku itu kalau punya cowok gak mau berbagi sama yang lain, dia milik aku dan gak boleg disentuh cewek manapun. Aku gak peduli." Ara berbicara dengan menatap Alaska tajam seolah dia memang tidak suka kejadian genggam-genggaman tangan tadi.

"Aku juga gak suka berbagi sama yang lain. Tapi kamu gak bisa?" Kini balik Alaska yang serius.

Ara berusaha memahami ucapan itu.
"Maksutnya, kapan aku berbagi gak pernah."

"Ambara."

Ara tersedak. Dia kehilangan suara. Ketika nama Ambara kembali dia dengar, seolah-olah dia sedang tahu Ambara sangat-sangat mengkhawatirkan dirinya. Sampai saat ini kesalahan Ara apa dimaafkan oleh Ambara.

Terimakasih bumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang