Part 11 - Kemauan dia

22 5 0
                                        


Rekomendasi lagu
Hidden Path — Radio Romance



🐨

Sore ini tidak seperti sore-sore sebelumnya. Bentang jingga masih mencerahkan kemarin, tapi hari ini kelabulah yang bertugas. Rintik air mulai berjatuhan ke bumi, di temani angin yang bertiup kencang. Sebentar lagi pasti sang hujan datang, tapi angkot yang ku tunggu belum juga kelihatan.

"Gerimis lagi," kataku pada alam. Wajahku sesekali disapa tetes air yang jatuh dari awan. Tubuhku menggigil karena hawa dingin.

Gelap sekali di atas sana, sebentar lagi pasti hujan deras. Petir sudah menggema, tanda tangisan alam akan datang. Mungkin karena memasuki peralihan musim dari kemarau ke hujan. Cuaca tidak menentu, dan aku tidak membawa antisipasi berupa payung, padahal gerimis sudah berubah menjadi hujan.

Aku menengok ke sana sini, mencari tempat perlindungan untuk berteduh. Hanya ada sebuah pohon di samping kananku. Tidak, bukan ide yang bagus berlindung di bawah pohon. Kembali ke sekolah rasanya juga tidak mungkin.

Deras air mulai membasahi bumi, tidak peduli siapa pun yang ada di bawahnya. Aku mulai kebasahan dan pasrah di guyur air hujan. Mau bagaimana lagi? Tidak ada tempat teduh dan jalanan sangat sepi. Aku memeluk diriku sendiri, dingin akan tetesan air yang mengeroyok tubuhku. Aku juga memeluk tasku, melindungi buku-buku agar tidak basah walau di rasa percuma.

Hp gue lowbat bgst. Umpatku dalam hati.

Tiba-tiba sebuah payung melindungiku. Aku mendongak dan tubuhku berhenti bekerja saat melihat siapa yang memegang payung itu.

"Sheva...." bibirku gemetar kedinginan.

Aku mengusap wajahku yang basah, sekaligus memastikan kalau yang kulihat bukanlah delusi semata. Tangannya masih memayungiku dan dia membiarkan tubuhnya yang terkena hujan. Dinginya alam bagai lenyap terganti hangat yang mendekap hati.

"Cepet pegang, gue di suruh antar lo pulang," kata Sheva dengan wajah datar.

Aku memandangnya tidak percaya "Emang yang lain kenapa gak bisa?" tanyaku dan hanya di balas dengan kedikkan bahu.

"Ya udah jalan bareng aja, rumah kita searah."
Kami memilih untuk berjalan bersama menyusuri trotoar.

Hening.

Entah apa yang terjadi dengan sahabatku juga adikku yang malah menyuruh Sheva untuk menjemputku. Dinginnya air hujan bercampur jadi satu dengan dinginya dia.

"Lo gak bawa mobil?"

"Gak."

Huft... Hawa dingin semakin menusuk relungku. Aku memang mudah sekali masuk angin jika terkena hujan. Entah kenapa aku mudah sakit.

"Pegang payungnya."

Kami berhenti. Aku menatapnya bingung. Sedangkan dia memberikan payung supaya aku yang memegangnya.

"Buruan."

Aku langsung mengambil payungnya. Namun, Sheva malah melepas jaketnya dan memberikannya kepadaku untuk menutupi tubuhku yang tembus pandang.

Sheva mengambil kembali payung dari tanganku dan mulai melangkah lagi. Aku salah tingkah di buatnya. Aku berlari menyusul ketertinggalanku karena langkahnya yang cepat.

Aku tersenyum. Aku menundukkan pandanganku ke bawah menatap sepatuku yang basah. Ah, kenapa aku jadi salah tingkah sendiri. Hujan mulai sedikit reda dan hanya menyisakan gerimis saja.

ALSHEVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang