🐨
Kejadian kemarin lusa membuatku jadi sedikit lebih pendiam. Aku tidak marah dengan perkataan mereka di kantin, emosi sih sedikit. Tapi yang membuatku diam adalah perkataan kakel yang ngelabrak aku kemarin.
Merasa tersindir. Aku emang gak cantik, tapi... Salah kalau sahabatan dengan siswa populer? Tolong beri tau aku di mana salahnya. Agar aku bisa memperbaiki.
Bahkan rasanya aku ingin menangis mengingat kejadian itu. Hingga Aku bertukar tempat duduk dengan reyta. Tetapi, Masih sederet dengan tempat dudukku yang lama.
Aku tidak pandai mengontrol emosi dalam menghadapi masalah besar maupun kecil. Kadang aku mudah menangis dengan hal-hal yang biasa. Aku menangis jika sudah tidak mampu untuk menyelesaikan masalah. Aku masih remaja, wajar bila labil. Apalagi setelah mendapat masalah yang bertubi-tubi.
Kita semua punya kepribadian masing-masing. Bahkan dalam menyikapi sebuah masalah. Seperti yang ku katakan tadi, aku memang mudah emosi. Namun, aku tidak suka kekerasan. Jika masih bisa di bicarakan baik-baik kenapa tidak? Ya meskipun masih ada misuh-misuhnya. Gimana ya, kalo gak mengumpat sehari aja tuh rasanya gak enak.
Jujur, aku kangen buat kumpul lagi. Tapi, lagi-lagi perkataan itu menghantuiku. Padahal itu hanya sebuah kata namun mampu menyadarkanku.
Sebentar lagi ujian tengah semester di mulai. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Ingin rasanya memperbaiki semuanya. Namun, apa aku pantas?
Kakak kelas yang kemarin, kini kami menjadi berteman. Aku bersyukur, katanya dia sudah tidak membully siswa lagi.
Bel istirahat sudah bunyi dari tadi. Namun aku masih setia menelungkupkan kepalaku di atas meja dan membuang nafas kasar.
Tiba-tiba ada yang mengelus rambutku. Aku mengangkat kepalaku. Lalu mengusap air mata juga ingusku.
Dia lagi.
"Mau ngapain lo ke sini?" ucapku ketus.
"Susu sama biskuat," ujarnya sambil menunjuk di susu dan biskuat di atas meja.
Lalu Arkan, Arsa, Vino, Sean, dan juga Kenan masuk ke kelasku. Aku membuang mukaku tak ingin menatap mereka. Apalagi mataku yang sembab sehabis menangis.
Jadi Arkan sama Arsa duduk di depanku. Sheva di sebelahku. Vino dan Sean duduk di meja. Kenan berdiri di sebelahnya Sheva. Mereka semua menatapku.
"Masih marah?" tanya Arkan.
Aku pura-pura aja deh ya. Aku menatap Arkan dan tersenyum "Enggak lah! Ngapain marah!"
"Ya santai dong kalo njawab!" Sahut Arsa.
"Udah santai ituu, lo nya aja yang sensi. Huuu."
Satu hari iniii aja biarin gue ngelupain kata-katanya Kak Rifda.
"Halah tai," ucap arsa sambil menoyorku pelan
Biarin gue gila seharian.
Aku menatap Sean "Se, lo kalo duduk di atas meja kayak gitu makin ganteng," ucapku sambik terkekeh. Sean langsung turun.
Beralih ke Kenan "Ken, lo adek gue tapi lo ganteng. Mungkin kalo lo bukan adek gue, gue pacarin kalik ya?" ucapku ke Kenan, dan kenan langsung bergidik ngeri.
Kemudian Arkan "Arkan, kita udah lama sahabatan. Lo gak ada rasa gitu sama gue?" Arkan langsung menoyorku. Aku tertawa.
Setelahnya Vino "Vin, Gue baru nyadar kalo lo makin ganteng."
"Gue emang ganteng dari lahir," halah.
"Pernyataan itu mengandung unsur fitnah yang keji."
Lalu ke Sheva "Sheva, gue udah lama suka lo. Pacaran yuk," Goblok. Aku tertawa kembali, kali ini lebih ngakak.
Terakhir "Arsa, kadang gue berharap lo gak ada disini," ucapku dan di balas cubitan di pipiku.
"Halalkan darahnya ya tuhan!" ucapnya.
Kita semua tertawa. Menutupi hati yang sedang lara. Menutupi pikiran yang berlarian kemana-mana. Menutupi air mata yang ingin terjun bebas sekarang juga. Boleh aku jujur? Aku sedang tidak baik-baik saja.
.Dunia sedang enggan menampilkan penghiasnya. Di belahan manapun, tidak ada bintang. Bulan pun sama, bersembunyi di balik kelabu malam. Langit gelap kemerahan, sesekali kilat menerangkan langit dengan sekelebat cahaya disusul suara gemuruh. Tinggal menunggu waktu langit menumpahkan bebanya.
Aku menutup pintu balkon dan beranjak dari kamar turun ke bawah. Ingin menonton tv sendirian di ruang tengah. Kenan mungkin sedang belajar di kamarnya. Aku tidak ingin mengganggu.
Di ruang tengah, aku duduk di sofa. Dan mengambil remot tv yang ada di meja lalu menekan tombol on/of. Aku hanya menekan remot tidak minat. Tidak tertarik apa yang ada di tv. Aku meletakkan remot secara asal.
Lalu, dari arah lain aku melihat ayah berjalan menghampiriku. Ayah duduk di sampingku dan ikut menonton tv.
"Belum tidur?" tanya ayah.
"Nanti yah."
Ayah mengelus rambutku seperti biasanya lalu menaruh kepala ku di pundaknya. Ayah bertanya "Ada masalah? Ayah lihat dari tadi kamu kelihatan kayak ada masalah," ucap ayah sambil mengecup singkat kepalaku. Interaksi ini yang sudah jarang terjadi.
Aku menggeleng pelan "Aku hanya..... Kangen ibuu," lirihku.
Ayah kembali mengelus rambutku. Pandanganya masih setia lurus ke depan melihat tv "Ya di kunjungi makam ibu mu."
Aku mengangguk lemah."Lihat ayah nak," ucap ayah yang merubah posisinya menjadi menghadapku, aku pun menghadapnya.
Ayah mengambil tanganku lalu menaruh tanganku di bawah tanganya, posisi telapak tanganku yang menghadap ke atas. Paham kan.
"Disini ada garis kehidupan, Disini ada garis rezeki, ada pula garis jodoh," ucap ayah sembari menunjukan di mana letaknya. Mataku mengikuti gerakan tangan ayah.
"Sekarang genggamlah. Dimana garis tadi?" aku mengikuti interuksi dari ayah.
"Ada di tanganku yah," aku menatap ayah tidak percaya lalu kembali menatap ke tanganku.
Ayah tersenyum dan mengelus suraiku lembut "Kamu tau artinya kan, bahwa apapun takdir dan keadaanmu kelak. Itu semua ada dalam genggamanmun sendiri."
"Nak jangan pernah membenci apa yang terjadi denganmu. Termasuk hari kelahiranmu yang juga hari kematian ibumu."
🐨
________________________
— A L S H E V A —
A/n:
HUAAAAA PART INI BENER-BENER GAK JELASS.
Part ini yang paling sedikit sih menurutku, nggak lebih dari 1000 word. Ini cuman 950 word.
Gaes, kalau kalian ingin tau kalian pribadi kayak gimana. Kalian ketik aja '16 personality'
Itu semacam tes kepribadian. Penjelasannya mayoritas bener sama kepribadian kalian. Aku udah nyoba, dan itu bener banget.Nanti ada kayak ISFJ, INFJ, INFP, dll.
Btw aku sama kayak Doyoung, Jaemin, Jeno NCT dungs💚.
Hai yang NCTzen readers 🙌💚🌱.