Part 20 - Tuntas

16 5 1
                                    


🐨

Aku menaiki tangga yang menghubungkan dengan rumah pohon. Di dalam, rumah ini nampak seperti tidak terurus. Gimana lagi, tugas makin banyak dan tuntutan belajar seiring waktu.

Aku hanya berharap rumah pohon ini mampu menanggung bebanku yang kurasa tidak kurus tapi juga tidak berisi. Ya... Gitulah pokoknya.

Foto-foto masa kecil kami di tempel di dinding rumah pohon ini. Katanya sih biar buat kenang-kenangan. Tau kan ini ide siapa. Gak mungkin Arkan, waktu itu first impression ku ngeliat Arkan yaitu pendiem gak banyak tingkah kayak Arsa.

Lumayan lama aku tidak berkunjung kesini. Karena aku kesini ya kalo penting aja. Atau, merayakan hari jadi persahabatan. Ada ada aja.

Suara langkah kaki mengalihkan perhatianku dari foto-foto tersebut. Arsa memasuki rumah pohon dengan menunduk lalu di susul oleh Arkan.

Mereka berdua memilih duduk dan mengamatiku. Aku yang merasa risih di amati ikut duduk menghadap ke arah mereka.

"Gue dari tadi cari lo, eh ternyata ada disini" ujar Arsa diiringi dengan decakan.

Aku terkekeh "Kangen banget gue sama rumah pohon. Udah lama gak kesini soalnya"

"Eh tapi ini rumah pohon masih sanggup kan nahan beban kita bertiga? Takut nanti kalo ambruk. Kan gak lucu" tanyaku.

"Tenang aja ini di buat dari kayu yang kokoh" Kata Arkan meyakinkanku. Aku membentuk huruf 'oh' dengan mulutku tanpa bersuara.

"Gue masih inget betul waktu ketemu lo disini yang lagi nangis terseduh-seduh" Ujar Arsa lalu memandangi isi rumah pohon ini.

"Gue juga masih inget betul waktu ketemu lo disini yang alaaayyyy banget, udah alay banyak tingkah masih idup lagi" ucapku dengan nada mengejek.

Arkan melotot kearahku dengan tangan yang mengekerik seperti menantangku "Punya masalah idup apa sih lo sama gue? Julid banget jadi orang, mana masih muda lagi"

"Ya kalo gue masih muda kenapa?" balasku tak kalah sewot.

"Nyinyinyinyinyinyi"

"Cosplay jadi sirine ambulan lo?"

Arkan ingin menyentil mulutku namun di tahan tanganya oleh Arkan. Mungkin sudah muak akan keributan kami yang tak ada hentinya. Ya gini kami berdua kalo ketemu, kalo gak tengkar ya adu bacot.

"Udah-udah, mending turun aja. Pengap gue disini lama-lama" Ujar Arkan lalu pergi terlebih dahulu.

Aku menatapa kepergian Arkan lalu mataku menatap mata Arsa yang juga menatapku. Dapat di pastikan kami akan berebutan untuk siapa yang turun duluan.

Aku menghitung dalam hati, satu.. Dua.. Ti.. Belum sampai tiga Arsa sudah beranjak dari tempat dan berhasil turun duluan.

"ANJIR CURANG LO AR!"

"BODOAMAT, WLEEE"

"Sialan" umpatku tertahan.

Dengan perasaan yang tidak terima, aku turun dari rumah pohon lalu menyusul ketertinggalanku dengan menghentakkan kaki. Biar mereka tahu, bahwa aku kesal kepada salah satu dari mereka.

Cowo paling tengil itu menatap remeh kepadaku "Gitu aja marah. Baperan banget sih" langkahku terhenti.

"Emang ya semenjak ada kata baper susah banget bilang maaf" ujarku sembari berjalan meninggalkan mereka.

"Iyaaa maaf"

"Lo tuh jangan gangguin Sava muluu, kasiaan"

"Ya lagian gemes aja kalo ngeliat Sava ngambek gitu, lucu"

ALSHEVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang