13. Rohayati Bercerita

236 17 0
                                    

"Tolong! Tolong saya! Saya mohon bebaskan saya dari sini!"

Suara perempuan itu terdengar familiar. Tak lain dan tak bukan, itu suara Rohayati. Sosok perempuan korban pelecehan yang ditikam berkali-kali oleh seniornya. Tengah malam aku terjaga karena suara itu. Aku beranjak dari kasur dan melihat tubuhku sendiri di sana.

"A ... aku kenapa?!"

Sekelilingku gelap sekali. Kupanggil Adik dan Ibuku berulang kali, namun mereka tidak mendengar. Kemudian aku menjelajahi rumah, memeriksa kamar mereka. Adikku masih tertidur lelap, begitu pun Ibu. Aku kembali ke kamar, kutemukan seberkas cahaya dibalik pintu portal. Karena penasaran dengan isinya, kuberanikan diri memasuki portal itu.

Aku diperlihatkan kehidupan seorang Rohayati saat masih hidup. Aku tahu, sekarang Rohayati sedang bercerita padaku. Aku tidak yakin apakah ini mimpi, karena terlalu nyata rasanya disebut mimpi.

"Hati-hati ya, Nak. Bersikaplah disiplin selama pramuka, ya," ucap seorang pria yang sedang membelai rambut anaknya. Keduanya berpelukan seolah akan berpisah lama. Lalu pria itu melepas anaknya untuk mengikuti Perkemahan Jum'at Sabtu.

"Iya, Bapak! Ati sayang Bapak!"

"Bapak juga, Nak."

Rohayati mencium tangan ayahnya, kemudian berlari dengan semangat untuk mengikuti kegiatan pramuka kegemarannya. Ini pertama kalinya aku mengintip kehidupan orang lain dan selama Rohayati bercerita aku kebingungan harus berbuat apa.

"Jangan ke mana-mana! Tunggu di sini sampai aku selesai bercerita!" bisik Rohayati.

"Tunggu, Ati. Aku harus apa di duniamu ini?"

"Kamu cukup ikuti saja alurnya."

Aku menurut saja. Kejadian demi kejadian aku ikuti. Faktanya, Rohayati ini cukup sensitif. Hidupnya sering bersinggungan dengan dunia lain. Walau ia memiliki firasat buruk tentang kegiatan ini, Rohayati tetap menangguhkan hati untuk ikut karena ia begitu menggemari pramuka.

"Ati, kamu nggak apa-apa?" tanya salah satu teman perempuannya. Kala itu peserta pramuka sedang berkumpul melingkari api unggun. Wajah Rohayati terlihat pucat.

"Nggak apa-apa," jawab Rohayati dengan senyum palsu.

Di sana ada tiga kakak pembina yang memimpin gugus. Namanya Nandan, Arif, dan Surya. Entah mengapa begitu melihat mereka, aku merasa marah. Mungkin Rohayati sedang membagi perasaan marahnya kepadaku. Sudah lama sekali ia menyimpan dendam kepada tiga laki-laki bejat itu.

Adegan pun berganti. Malam menjelang subuh, Rohayati keluar dari tenda untuk mengambil wudhu. Ditengah perjalanan mengambil air di sungai, Rohayati sempat dikejutkan oleh Nandan yang tiba-tiba datang menghampirinya.

"Mau ke mana, Ati?" tanya Nandan dengan tatapan licik.

"Eh ... Kak Nandan, anu ... Ati mau ngambil wudhu. Mau shalat subuh," jawab Rohayati gemetar.

"Oh, ya?" Nandan selangkah lebih dekat dengan Rohayati. Tubuh keduanya sudah tidak berjarak, dekat sekali. Nandan mulai membelai wajahnya dan Rohayati menepis.

"Nggak usah macam-macam!" pekik Rohayati. Ia mendorong kuat dada laki-laki itu hingga terjatuh.

"Cantik-cantik kasar kamu, ya." Dengan cepat Nandan berdiri dan memeluk Rohayati dari belakang. Nandan semakin lancang mengarahkan kedua tangannya ke bagian payudara Rohayati.

"Lepas!!"

Rohayati bersikeras melepaskan diri. Nandan semakin liar dan mulai mencium leher perempuan itu. Rohayati merasa geli dan tidak nyaman. Ia memutar otak memikirkan cara melepaskan diri dari Nandan. Pilihan yang diambil Ati yaitu mengigiti tangan kekar Nandan hingga ia kesakitan.

Misteri Kematian Ayah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang