24. Iblis Jahanam

241 19 0
                                    

Aura negatif pekat mengubah suasana rumah. Lampu berkedip-kedip tanpa tahu siapa yang melakukannya. Kasur tempatku berbaring bergoyang seperti gempa, disusul suara ricuh dari plafon rumah. Tirai tersibak angin, pintu tertutup rapat. Seisi rumah bagai diguncang oleh makhluk tak kasatmata. Beberapa kali terdengar benda-benda jatuh berserakan. Kami terjebak di kamar dan tidak bisa keluar. Suara berisik berdatangan dari portal. Pintu itu seakan hendak memuntahkan sesuatu dari dalam. Makhluk tumbal yang disimpan Ayah semakin beringas. Jiwa tidak tenang itu sudah terpengaruh energi negatif sang Iblis.

"Tolong kami, Tuhan."

Kami yang terperangkap bersama-sama memanjatkan doa. Duduk melingkar dan saling menggenggam tangan, harap-harap energi negatif yang menyerang dapat dinetralisir dengan doa.

Ricuh tak lagi terdengar, rumah tak lagi berguncang, semua sudah usai. Khawatir Ibu kenapa-napa lantas kami keluar untuk memeriksanya. Ibu terbaring di lantai, tak tahu apa sebabnya. Guncangan dahsyat membuat rumah berantakan. Bersama-sama kami membopong Ibu, membaringkannya ke tempat peraduan. Kemungkinan Ibu syok dengan kejadian tadi. Kami semua merasakan hal yang sama atas penyerangan tidak terduga itu.

"Petaka udah dimulai, gue harus bergerak dari sekarang." Aku bergegas mengambil barang-barang yang kuperlukan, tidak lupa keris pemberian Mbah Narto. Aku berencana pergi ke Desa Kembang, mengunjungi vila Ayah demi menghentikan serangan sang Iblis.

"Lo mau ke mana? Lo kan belum sepenuhnya sembuh, Bram!" cegat Kartika.

"Udah nggak bisa ditunda lagi, Tika. Lo liat kan apa yang terjadi barusan? Kita diserang!"

"Tapi...."

"Gue sayang sama Adik gue! Pokoknya sebelum hari berganti esok, gue harus cegah para sekte itu supaya nggak ngambil dia," ucapku tanpa sadar telah berderai air mata.

"Apa lo yakin bisa ngatasin semua ini sendiri? Lo butuh kita, Bram!" Damar berseru.

"Kita pergi ke Desa Kembang sama-sama. Ayo, cepet!" Rafael mengeluarkan kunci mobil, bergegas menyambangi kendaraan yang ia parkir.

Kutugaskan Linda, Ladya, dan Kartika menjaga rumah apabila ada serangan lagi, mereka yang mencegah. Sementara itu, aku, Damar, dan Rafael pergi ke Desa Kembang untuk menghentikan sang Iblis bersama para pemujanya.

"Kenapa lo bisa nyimpulin kalau semua ini adalah awal dari petaka? Emang lo tau kejadian kedepannya gimana?" tanya Damar meragukan.

"Iya, Bram. Siapa tau lo salah, kan?"

Untuk membuktikan perkataanku, aku menguraikan beberapa hal sebagai penguat argumen. "Setelah gue teliti kenapa Iblis itu dirampas sama Ayah, demi menghentikan rentetan guna-guna itu Ayah belajar ilmu hitam di vila untuk memberantaskan semua itu. Setelah Iblis itu berpindah tangan, Ayah gagal ngurungin Iblis itu dan terpengaruh energi negatif yang ngebikin dia jadi jahat."

"Dari mana lo tau kalo Ayah lo ngurungin Iblis itu?" tanya Damar.

"Gue ngeliat hal lain saat dibawa ke penglihatan Kartika tadi."

"Para sekte itu gimana? Apa mereka juga bergerak sekarang?" tanya Rafa penasaran.

"Keknya gitu, Fa. Dulu kan pendiri sekte itu Mbah Wantoro. Setelah dia mati, bisa aja yang ngebangkitin sektenya si Kepala Sekolah sialan itu."

Misteri Kematian Ayah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang