Satu satunya yang tidak ingin Faya lakukan adalah pulang ke rumah. Entah kenapa rasanya kaki Faya sangat berat untuk melangkahkan kaki ke rumah.
Mungkin karena kejadian di kampus yang begitu menyakitkan bagi Faya.
Selama ini Faya tak pernah merasakan tamparan sang ayah meskipun dia murka.
Namun semua malah terjadi saat di kampus dan di lihat oleh banyak orang.
Faya membuka pintu rumah nya. Sangat sepi. Seperti biasa
Faya menaiki tangga perlahan namun terdengar isak seseorang menangis tak begitu jauh.
Siapa itu?
Dia begitu penasaran akan suara tangisan itu berasal. Dan ternyata sumbernya berasal dari kamar sang ayah.
Faya membuka pintu kamar secara perlahan. Dilihatnya sang ayah sedang menangis di ujung ranjang sambil menatap foto keluarganya di masa lalu.
"papi.." lirih Faya spontan
Sang ayah menoleh, di usapnya air mata yang terjatuh. Raut wajahnya berubah kembali menjadi marah
"kenapa kamu masuk sembarangan" ucap ayahnya marah.
Padahal dulu, kamar ini bebas Faya masuki
"papi menangis?" tanya Faya sedikit takut
"keluar!" ucap tegas ayahnya
Faya sadar ini adalah sisi sang ayah yang tak pernah dia lihatkan pada Faya setelah berpisah dengan ibunya.
"papi.." air mata Faya menggenang
"keluar!" ucapnya sekali lagi mengusir
Namun Faya berlari dan memeluk ayahnya yang selama 3 tahun ini tak pernah dia sentuh
"maafin Faya pih" Faya menangis
Ayahnya hanya mematung, namun air mata keluar
"Faya sayang papi, Faya rindu papi. Jangan hindari Faya pih" Faya memohon
"kamu terlalu mirip dengan ibumu" ucap ayahnya dingin bahkan airmatanya kembali mengering
Faya melepaskan pelukannya, dan memandang sang ayah
"matamu.." ucap ayahnya
"sangat mirip denga perempuan itu" ayah Faya melepaskan tangan Faya dari tubuhnya
"ini Faya, bukan mami. Faya akan selalu menyayangi papi dan nggak akan ninggalin papi" Faya seolah sedang mendobrak pintu hati ayahnya yang selama ini terkunci
"Faya sayang papi" isak Faya dan memeluk ayahnya kembali
Begitu lama Faya menagis dalam pelukan sang ayah hingga rasanya air mata tidak bisa keluar setetespun karena habis
Ekspresi marah sang ayah sedikit demi sedikit memudar. Hatinya sakit mendengar isak tangisan sang putri yang selama ini dia jauhi.
Di mengusap rambut Faya dengan perlahan.
Tembok kokoh yang tinggi dihatinya itu kini roboh. Dia tidak mampu menyakiti hati putrinya lagi
"maaf" terdengar suara sang ayah yang bergetar
Faya melepaskan pelukannya dan menatap mata ayahnya
Faya mengangguk menandakan memaafkan semua yang pernah terjadi
"Selama ini papi terlalu takut menghadapi mu" lanjut sang ayah sambil mengusap air mata Faya
"Faya tahu pih. Mami jahat meninggalkan papi. Dan papi selama ini merasakan sakit sendirian.."
"maaf papi menamparmu " ayahnya membelai pipi Faya yang telah dia tampar
"maaf Faya selalu membuat papi marah"
___
Faya membuka matanya yang sebab dan melihat hari sudah siang. Kini senyum terukir saat matahari menyapa dirinya.
Faya merasa senang mengingat dirinya dan sang ayah telah baik baik saja. Setelah 3 tahun saling mempersulit satu sama lain.
"gue gak akan bikin papi marah marah lagi" ucap Faya mengawali hari
Dia turun dari ranjang dan menuju kamar mandi, selang 15 menit dia keluar dengan rambut basah memilih pakaian untuk pergi ke kampus.
"yang mana yah?"Faya memilih pakaian namun tak satu pun sesuai dengan mood nya hari ini
"baju ku semua mini. Mana yang harus ku pakai agar papi gak marah" Faya menjadi bingung sendiri
Akhirnya Faya memakai bajunya yang sedikit kebesaran. Dan tidak terlalu sexy
Dia turun dan melihat makanan sudah siap.
Nana tersenyum senang melihat Faya tersenyum"makanannya enak" ucap Faya senang padahal Nana setiap pagi hanya memberikan Faya roti selai coklat. Tp hari ini respon nya luar biasa
"Faya berangkat dulu yah" Faya memeluk Fana dan mencium pipi kanan Nana
"tunggu" suara ayahnya yang baru saja turun dari lantai atas
"berangkat bareng papi mau?" tanya ayahnya sedikit ragu
Faya mengangguk bahagia
Merekapun pergi bersama..