Drake meninju tembok yang ada di hadapannya dengan tangan kosong. Darah mengalir dari ruas-ruas jarinya yang terluka, tapi diabaikan oleh pria itu. Emosi dalam hatinya memuncak saat Drake menemui hampir semua musuh yang dia ketahui, tapi tak satupun dari mereka yang tahu dimana Ester.
Matahari sudah terbit dari timur. Cahayanya yang hangat menyiram badan Drake yang masih berdiri di depan sebuah rumah milik musuh terakhir yang dia temui. Entah sudah berapa orang yang dia habisi tadi malam, itu salah mereka sendiri karena berani berontak dari Drake tapi melalui cara licik.
Benar sekali. Tak ada yang bisa disalahkan di sini selain dirinya sendiri. Jika Drake tidak asal menyimpulkan sesuatu, dia pasti masih bersama Ester sekarang.
Alec memperhatikan kekalutan sang tuan dalam diam. Namun, dalam hati dia merasa prihatin pada kondisi Drake. Benar kata tuannya itu, jatuh cinta untuk orang-orang seperti mereka bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak resiko yang harus dihadapi, salah satunya kehilangan orang yang dicintai karena tangan lancang musuh.
"Tuan, anda butuh istirahat. Tidakkah sebaiknya kita kembali ke markas?"
Drake menoleh dengan wajah datarnya kepada Alec. Memberi isyarat bahwa dia tidak ingin melakukan itu. "Aku tidak akan kembali, sebelum menemukan Ester."
Alec menunduk, menuruti apapun kemauan sang tuan.
Mereka cukup lama berdiri di sana. Tetes demi tetes darah masih mengalir dari tangan Drake, membuat pria itu sedikit pusing. Sepanjang waktu perhatian Drake hanya tertuju pada matahari yang naik semakin tinggi.
Perhatiannya baru teralih saat ponselnya berdering. Drake mengambil ponselnya dari saku celana dan membaca nama yang tertera pada layar. Pria itu berdecih sinis dan langsung mematikan ponselnya. Melemparkan ponselnya ke belakang dan berhasil ditangkap dengan mulus oleh Alec.
"Beberapa hari yang lalu aku menikmati matahari terbit bersama Ester dan aku harap bisa melakukan itu setiap hari, tapi sekarang aku malah menikmatinya bersama seorang pria tua." kata Drake setengah sadar.
Alec sama sekali tidak tersinggung dengan perkataan Drake. Faktanya dia memang seorang pria tua.
"Aku benci terlihat lemah, Alec, tapi aku tidak bisa berpura-pura kuat saat sumber kekuatanku menghilang."
♚♚♚
Dan di sinilah Drake dan Alec berada sekarang. Di dalam ruangan Drake, dengan pria itu mengecek beberapa laporan tentang penjualan senjata. Walau pikirannya berkecamuk, Drake berusaha fokus sementara pada pekerjaannya. Dia mungkin lemah saat tidak ada Ester, tapi sifat profesional Drake tidak bisa dibantah.
Suara ketukan pintu membuat kepala Drake yang semula menunduk membaca laporan mendongak. Pria itu mengendikkan kepalanya, menyuruh Alec untuk membuka pintu.
Alec menurut. Pelayannya itu membuka pintu ruangan Drake dan membiarkan si pelaku masuk.
"Felipe." sebut Drake. Dia benar-benar lupa kalau dia tidak hanya membawa Alec kemari bersamanya, tapi ada anak itu.
"Tuan." Felipe membungkuk sekilas kemudian mendekati meja kerja tuannya.
"Ada apa?"
"Aku mendengar semua masalah yang Tuan hadapi dari beberapa orang di sini." mulai Felipe. "Jika Tuan tidak keberatan, aku bisa membantu."
Drake menegakkan tubuhnya merasa tertarik. Sejak awal dia memang merasa bahwa ada potensi dalam tubuh remaja di hadapannya dan sepertinya Drake akan segera tahu potensi seperti apa itu. "Apa yang bisa kau lakukan?"
"Indra penciumanku sangat tajam." jawab Felipe. "Jika anda memberikanku beberapa benda yang menurut anda pernah disentuh oleh pelaku itu, aku bisa menjabarkan baunya."
"Benarkah?"
"Anda bisa membuktikannya sendiri, Tuan."
"Baiklah." Drake memanggil Alec dengan jarinya. "Bawa semua dokumen yang menurutmu pernah disentuh oleh penyusup itu."
"Baik, Tuan." patuh Alec.
Alec keluar dari ruangan Drake dan kembali beberapa menit kemudian dengan membawa beberapa berkas di tangannya. Pria paruh baya itu meletakkan barang-barang yang dia bawa ke atas meja kerja Drake.
"Tunjukkan padaku sekuat apa indra penciumanmu itu, Felipe." titah Drake. "Dan mari kita lihat, apa yang bisa kita lakukan dengan itu."
Felipe mengangguk kemudian mulai mengendusi satu-persatu dokumen di hadapannya. Dia juga mengendus tembok tempat lukisan Ester semula menggantung.
"Ada bau buah dan rempah di sini, Tuan. Aku sebutkan tiga yang menonjol yaitu citrus, cengkeh, dan pala." ucap Felipe sembari kembali mengendus. "Ini adalah aroma parfum yang digunakan oleh pelaku di pergelangan tangannya."
"Aku tidak terlalu akrab dengan parfum. Apa kau tahu parfum itu?"
Felipe mengangguk. "Sebenarnya ada banyak parfum yang memiliki aroma seperti ini, Tuan, tapi kupikir ini adalah Eau Pour Homme."
"Siapa kira-kira yang menggunakan parfum itu?" tanya Drake pelan. "Kau tahu, Alec?"
"Maaf, Tuan, aku tidak tahu."
"Tunggu sebentar, aku mencium bau lain di sini." Felipe meraih salah satu dokumen dan mengendusnya. "Bau tembakau yang amat sangat kuat. Ini adalah bau cerutu, tepatnya cerutu dari negara Kuba."
Drake kembali menegakkan tubuhnya saat mendengar perkataan Felipe. Dia melirik pada Alec, Alec melakukan hal serupa padanya.
"Apa aku bisa mengandalkanmu, Felipe?"
Felipe mengangguk. "Sejauh ini indra penciumanku tidak pernah mengecewakan, Tuan."
Drake mengangguk. Wajahnya terlihat lebih cerah setelah mendengar gambaran yang diberikan oleh Felipe. "Baiklah. Sepertinya aku tahu siapa orangnya."
♚♚♚
Ester lagi-lagi menggeleng saat dinginnya sendok menyentuh bibirnya yang semakin pucat. Gadis itu tidak ingin makan, sekeras apapun pelayan mencoba merayunya untuk makan. Ester hanya ingin segera pergi dari tempat ini dan menemui Velli untuk menceritakan semuanya.
Ya, menemui Velli, bukan Drake.
Apa lagi yang bisa diharapkan oleh Ester pada seorang pria yang ternyata adalah pemimpin mafia di negaranya itu? Pria yang diberikan cinta oleh Ester untuk yang pertama kalinya selain sang ayah. Tentu saja, dibalik semua ini ada sesuatu yang disembunyikan Drake. Pria itu tidak tulus padanya, Drake pasti akan memanfaatkan Ester jika gadis itu terjerumus lebih dalam lagi nantinya.
Selain merasa sakit karena dibohongi, Ester juga gundah karena hampir menemui titik terang dari mimpi buruk yang selama ini menghantuinya. Mimpi terburuk yang pernah dimiliki Ester sepanjang hidupnya.
Walau awalnya mimpi itu sirna saat Drake datang dan bersikap seolah dia adalah malaikat pelindung yang Tuhan kirimkan untuknya. Namun, sekarang mimpi itu kembali lagi, bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Ester berharap ini memang hanyalah sebuah mimpi. Jika memang Drian yang dikenalnya adalah Drake yang dikenal orang-orang, dia memilih untuk tidak pernah bertemu saja dengan pria itu.
Entah apa rencana Tuhan di balik semua kejadian ini. Ester hanya merasa sakit dan sakit. Abaikan terlebih dahulu fakta bahwa Drian membohonginya, masalah Ester sekarang lebih daripada itu.
Drake Russell, pria itu terlibat dalam kematian orangtua Ester bertahun-tahun yang lalu.
♚♚♚
Biar cepet ending ehe. Luv💜
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED BY MR.MAFIA
Romance[Warning: 21+ Area!] Ester Bell adalah gadis buta yang hidup sebatang kara di salah satu kota di Rusia. Pekerjaannya sehari-hari adalah menjual bunga yang dia dapat dari orang baik hati yang juga memberikan tempat tinggal kepadanya. Cita-cita Ester...