"Sayang sayang..." Suara Sandra terdengar di rumah keluarga Pramesti.
"Naafi, Reva, sini kalian berdua." Kini Lidya yang bersuara sambil menenteng belanjaan.
Heboh sekali kedua ibu itu, padahal hari sudah mau malam. Reva, Chika dan Nanda sedang berkutat di dapur membuat makan malam bersama beberapa asisten rumah tangga lain.
Dewa dan Wahid sedang duduk di ruang keluarga, berbicara sesuatu, entah apa. Sedangkan Zaki, Rasya dan Naafi duduk di kursi lain yang tak jauh dari Dewa dan Wahid, berbicara santai juga. Gina duduk lesehan di atas karpet bersama Naufal dan Evan yang tengah bermain.
"Sandra, kamu ini kebiasan masuk rumah! Kamu juga Lidya ikut-ikutan." Wahid menegur mereka yang hanya dibalas dengan tawa tak berdosa.
"Kenapa sih Bun? Aku lagi bantu kak Chika sama kak Nanda di dapur loh." Tanya Reva yang datang masih lengkap dengan celemeknya.
"Ini sippy cup buat Evan, sama ini Mama Sandra tadi nemu ini buat Evan."
Reva diam, bingung dengan benda yang diberikan oleh Bundanya itu, Naafi yang kini berdiri di samping Reva mengambil benda itu.
"Ini mainan baru untuk Evan? Nggak asik, Bun. Coba beli robot-ro--- aw!"
Sandra memukul lengan Naafi keras hingga membuat dia mengadu.
"Ini teether. Evan sering kan masukin benda-benda ke mulutnya? Air liurnya juga makin banyak tuh. Itu karena giginya mau tumbuh, terus juga suka gatal pasti gusinya. Untuk meredakan rasa gatal yang dia rasakan, terdapat jenis mainan ini, namanya teether, yang memang berfungsi untuk digigit." Jelas Lidya membuat Reva terdiam, mengerti, memang ia sudah mulai melihat gigi Evan sedikit sekali. Hanya ada di satu tempat.
"Pastikan teether-nya selalu berada dalam kondisi bersih sebelum digunakan oleh Evan. Selain memberikan teether, nanti Reva bisa memberikan buah-buahan dingin yang sudah dihaluskan untuk membantu mengurangi rasa gatal pada giginya." Sandra menambahkan.
"Kadang juga Evan akan mulai rewel, apa lagi tadi Bunda periksa sudah ada satu gigi yang mulai tumbuh, itu normal, karena memang saat anak-anak mulai mengalami pertumbuhan gigi, mereka akan merasa kurang nyaman. Nanti bilang ke Bunda atau ke Mama kalau Evan mulai terlihat gejala kurang biasa." Lidya menambahkan yang dengan cepat diangguki oleh Reva.
Senang karena bunda dan mama mertuanya memperhatikan Evan sedemikian rupa.
●●●
"Heh, Naf." Nanda memukul pelan pundak Naafi yang kini duduk di depan rumah keluarga Pramesti.Yang lain sedang berada di dalam, sibuk bercengkrama. Ribut juga dengan tingkah menggemaskan Naufal dan Evan yang tengah bermain. Kadang menggoda Chika dan Rasya yang memang sedang dalam tahap perencanaan untuk menikah, tadi juga membahas Gina yang tahun depan akan masuk kuliah.
"Hm?" Gumam Naafi tak jelas.
"Lo udah nyentuh si Reva?" Tanya Nanda tiba-tiba membuat Naafi hampir saja menendang kakak kandungnya itu.
Nanda tertawa kecil melihat mata Naafi yang melebar kaget, dalam hati ia sudah tahu jawabannya. Toh tadi adik iparnya sudah curhat panjang lebar ke dia dan Zaki.
"Apa sih lo tanya begituan." Elak Naafi tak mau menjawab.
"Nanya doang, Dek." Nanda menepuk kepala adiknya itu.
"Belum ya? Usap-usap kepala doang?""Nggak hanya itu kok."
"Oh ya? Sampai mana?" Tanya Nanda kian gencar menggoda.
"Gue udah berani meluk dia, ndusel juga tadi di depan Bunda sama Mama." Jawab Naafi membuat Nanda tertawa.
"Lo belum berani nyium dia gitu? First kiss lo masih utuh, Dek? Belum diambil istri lo? Tahan benar iman lo."
"Ngapain sih bahas begituan." Naafi kembali menghindar, malu sebenarnya.
"Lagian belum boleh macam-macam, Evan masih kecil.""Sekarang ada yang namanya alat kontrasepsi! Makanya tanya sama yang berpengalaman." Nanda mendorong kepala Naafi pelan yang hanya dijawab dengusan kesal.
"Kak, bedain hubungan lo yang memang mulus sama hubungan gue yang dadakan kayak menang undian." Naafi kembali mengingatkan.
"Prioritas gue bukan mau iya-iya sama Rere sekarang.""Oh ya?" Pancing Nanda membuat Naafi menghela nafas.
"Gue mau buat dia nyaman dulu di samping gue, buat dia jatuh cinta ke suaminya sendiri. Kan nggak lucu kalau hanya cinta sendirian." Jelas Naafi membuat Nanda menyadari satu hal.
Naafi dan Reva memang sudah saling mencintai. Hanya tinggal menunggu mereka mengungkapkannya.
"Widih, lo udah jatuh cinta sama Reva? Sejak kapan?" Tanya Nanda memang benar-benar penasaran.
"Nggak tahu." Jawab Naafi memerah.
"Yang gue sadar ya emang gue udah sayang banget sama dia. Nggak mau kehilangan dan ini nih kak, jantung gue bedebar terus ama dia." Naafi menjelaskan sambil tersipu malu membuat Nanda gemas.
"Gue nyender aja, kayak udah nyaman banget gitu. Nggak mau pisah sama dia. Kalau boleh maunya nempel terus."Nanda ngeretan sendiri. Merasa malu. Juga gemes. Gimana ya? Melihat adik kalian sendiri yang biasanya ngejar layangan dan ngerusak boneka kalian. Terus tiba-tiba jadi malu karena ngomongin cewek, wajahnya memerah, blushing, bawaannya jadi malu sendiri juga, gemes, jadi aneh gimana gitu. Tapi lucu juga. Tapi merinding. Dan gemes-gemes pengen nyubit.
Ah, Nanda bahkan tertawa kecil melihat tingkah adiknya itu.
"Udah ngungkapin?"
"Hm?"
"Perasaan lo, udah bilang ke Reva?" Nanda memperjelas.
Naafi tersenyum kecil.
"Gue belum berani, kak. Tapi yah, gue udah ngirim kode gitu. Semoga aja dia peka."Nanda diam, mengerti jika adiknya ini memang tidak pandai dalam hal cinta-cintaan.
"Perjelas, Naf. Bilang kalau lo cinta sama dia." Tegas Nanda.
"Terus juga pastiin, tanya balik gimana dia ke elo.""Kalau jadi canggung?"
"Cih, ini mau bangun rumah tangga ya bukan mau bangun tidur!" Kembali sang kakak mendorong kepala Naafi.
"Lo mau rumah tangga yang bakal lo jalani hanya bertahan dengan alasan ngasuh anak doang? Mau alasannya cuman karena Evan bukan karena sama-sama saling mencintai dan ingin hidup bahagia selamanya?""Yah, kak, omongan lo nih buat gue takut." Naafi melirik protes pada kakaknya itu.
"Makanya, jujur sama Reva gimana lo ke dia. Jikapun dia bilang nggak ada perasaan apa-apa ke elo, yakinin bahwa lo mau dia juga belajar mencintai lo. Karena lo serius sama hubungan kalian ini." Nasihat Nanda membuat Naafi tersadar.
"Cih, laki bukan sih? Nembak cewek aja nggak berani, sok ngerawat anak.""Lo niat bantuin nggak sih?"
"Tunjukin dong kalau anak Ramaditya bisa menangin hati anak gadis Pramesti!" Nanda menepuk pundak Naafi memberi semangat.
"Syukur kan kalau dia juga udah jatuh cinta sama elo.""Beneran?" Tanya Naafi meyakinkan.
"Berdoa aja benar. Kan gue bilang bagus kalau dia juga suka sama lo." Nanda merasa lucu dengan tingkah Naafi.
"Makanya pastiin sendiri."Naafi mendengus, dalam hati iya akan membuat Reva juga memiliki perasaan yang sama dengan dirinya.
■■■
Ayoo Naafi, kamu pasti bisa.
Kalau Reva nggak mau, sini Naya ikhlas lahir batin nampung kamu.Follow instagram Naya dong, usernamenya @nailaattaya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweet Coincidence✓
FanfictionCover by : @jelyjeara ------ Naafi adalah mahasiswa semester 7 yang sebentar lagi akan menjemput gelar sarjananya. Tapi selama 21 tahun hidupnya, ia tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan seorang gadis yang membuat sang Mama khawatir akan mas...