Pagi itu terasa berat bagi Reva, ia harus bangun cepat karena hari ini adalah hari senin. Dan ia harus segera ke kampus, sebab setelah hampir sepuluh hari pasca liburan, tugasnya sangat menumpuk dan mengharuskan ia berkutat lebih lama dengan laptop dan kertas-kertas, bahkan Naafi harus rela membantu gadis itu menyelesaikan tugasnya.
Hari ini ia akan datang pagi ke kampus karena ada kelas dan juga ia harus segera pergi siang nanti ke rumah Pramesti untuk membantu bundanya mengurus persiapan pernikahan Rasya.
Ah, kakak menyebalkannya itu akan menikah sebentar lagi.
Reva membiarkan Naafi masih tidur, jam juga baru menunjukkan pukul 6. Dia akan mandi dulu dan menyiapkan sarapan. Setelah itu baru ia akan membangunkan sang kepala keluarga.
Istri dari si bungsu Ramaditya itu sudah selesai mandi, setelah mengganti baju dan mengikat asal rambutnya, ia mengecek Evan yang berada di kamar biru anaknya itu.
Evan masih terlelap.
Kesempatan untuk memasak tanpa gangguan.
Di dapur, Bi Ela sudah berkutat dengan alat masak, tangan yang sudah mulai berkeriput itu lincah memotong sayuran.
"Selamat pagi, Bi." Sapa Reva yang membuat Bi Ela menoleh dan balas menyapa sebelum kemudian melanjutkan acara memotong sayurnya.
"Aku bantu ya?""Eh, Nyonya nggak siap-siap aja? Sudah rapi begitu." Tolak Bi Ela secara tak langsung.
Tapi dia memang Reva, gadis itu hanya tersenyum manis sambil mulai mengambil alih bahan masakan lain, berkutat dengan kompor dan alat masak untuk membuat sarapan pagi ini.
Setelah menghabiskan waktu kira-kira 30 menitan di dapur bersama Bi Ela yang sigap membantunya. Wanita itu berjalan cepat ke arah lantai dua dimana orang yang menjadi suaminya dan bayi mungil yang menjadi anaknya masih setia memejamkan mata.
Pertama, ia menuju kamar utama, dan benar saja, pria yang akan berumur 22 tahun itu masih tidur nyenyak tanpa terganggu sama sekali.
"Apin, bangun! Lo harus ke kantor hari ini." Ujar Reva sambil mengguncang kuat tubuh laki-laki itu.
Naafi merenggangkan tubuhnya, sedikit malas sebelum benar-benar membuka matanya. Laki-laki itu bangun, mendudukkan diri sebelum berdiri di depan Reva yang setia memperhatikan tingkah cowok itu.
Reva tersenyum puas, tangannya terulur mencubit pipi kanan sang suami yang menimbulkan tatapan protes dari si korban.
"Jangan malas, sayang."
Setelah berujar demikian si pelaku pergi menuju kamar anaknya yang berada tepat di depan kamarnya. Meninggalkan Naafi yang mengacak rambutnya melihat tingkah menggemaskan Reva.
"Kok dia bisa semenggemaskan ini, sih?"
●●●
Bi Ela sedang memberikan sarapan untuk Evan yang baru bangun, Reva sudah selesai berdandan dan merapikan rambutnya, kini wanita itu tengah menyajikan kopi hitam favorite Naafi yang membuat Reva selalu berdebat dengannya. Sudah jelas cairan hitam itu tidak baik untuk kesehatan, tapi mengapa orang yang berstatus sebagai suaminya itu sangat menginginkannya untuk menjadi sarapan wajib bagi pria itu.Dasar!
Dan benar saja, Naafi yang baru saja bergabung di meja makan langsung menanyakan dimana kekasih hitamnya itu yang berhasil menimbulkan dengusan kesal dari Reva.
"Kopi gue mana?"
Reva melirik sinis kepada orang itu dan kemudian mulai melantunkan omelan panjang tentang kopi dan kesehatan.
"....kopi bisa meningkatkan kadar trigliserida dan kolesterol dalam tubuh, itu menyebabkan lemak tubuh mengendap lalu pembuluh darah menyempit," Reva mendekat dengan secangkir kopi hitam tanpa gula untuk sang suami yang menatapnya penuh senyuman tanpa menghiarukan ceramah wanita itu.
"Akhir yang tragis adalah serangan jantung dan stroke."Memang Naafi tidak mendengarkan apa yang disampaikan dengan hati penuh kekesalan dari sang istri. Terbukti dengan dia yang melempar senyuman lebar sambil berkata.
"Terima kasih, Sayang."Memang, entah sejak kapan Naafi sudah menyukai kopi hitam tanpa gula itu dan mulai rutin mengkonsumsinya di pagi hari. Pun juga entah sejak kapan Reva mulai mengomel tentang bagaimana kopi itu sangat berbahaya jika dikonsumsi secara terus-menerus.
Berulang kali wanita cantik itu mengatakan kalimat demi kalimat tentang kopi dan kesehatan itu kepada Naafi dengan penuh emosi dan rasa kesal karena laki-laki yang mengaku sebagai suaminya itu tidak mendengarnya. Tapi memang dia Reva, bagaimanpun kesalnya ia dengan kekasih hitam milik suaminya itu, dia tetap akan menyajikannya untuk sang suami.
Hal yang malah terlihat lucu bagi Naafi. Dan dia sudah kebal dengan deretan kalimat milik istrinya itu.
Karena baginya ini adalah pagi sempurnanya.
"Jika lo ngeluh sakit dan sebagainya, jangan harap gue akan merasa kasihan dan bakal ngerawat lo dengan suka rela." Reva masih berada dalam mode galaknya.
Naafi meletakkan cangkirnya itu setelah tadi meminum kopinya. Ia melirik Reva sesaat sambil berujar.
"Kenapa sih? PMS ya?"Reva hanya mendengus kesal melihat tingkah Naafi yang kembali, untuk kesekian kalinya, mengabaikan rentetan kalimat tentang bagaimana kopi kesayangannya itu akan sangat berpengaruh pada kesehatan laki-laki itu.
"Setelah mengkonsumsi kekasih hitam milik lo itu segera minum air putih! Gue nggak mau jadi janda dalam waktu yang cepat." Reva mulai menghabiskan sarapannya, membiarkan Naafi yang mengangguk sebagai balasan atas ucapannya.
Setelah sarapan selesai, Reva kembali mengingatkan Bi Ela jika dia akan langsung ke rumah Pramesti untuk membantu Lidya mempersiapkan pernikahan Rasya. Pun juga mengatakan jika Evan rewel nanti, bisa tolong mengantarnya ke rumah Pramesti atau segera menghubunginya, nanti Reva yang akan pulang.
Bi Ela mengiyakan semua ucapan sang Nyonya Muda hal yang membuat Reva segera berpamitan, menyusul Naafi yang sudah menunggu di dalam mobil.
"Nanti gue jemput?" Tanya Naafi yang sudah mulai membela jalan raya untuk mengantar sang istri ke kampus.
"Lihat jadwal lo dulu, jika bisa segera hubungi gue agar gue nggak minta Pak Udin jemput." Ujar Reva membuat Naafi mengiyakan ucapan istrinya itu.
Tak lama kemudian, mobil milik si bungsu Ramaditya berhenti di depan gedung fakultas MIPA. Reva berniat untuk membuka pintu, tapi urung karena tarikan pelan dari Naafi yang membuat gadis itu berbalik dan satu kecupan di kening Reva dapatkan.
"Hadiah." Naafi berujar membuat Reva menatapnya tak mengerti.
"Sebagai permintaan maaf karena tadi buat lo kesal.""Apaan sih?!" Reva mengelak galak.
Naafi menyeringai jahil.
"Galak banget. PMS beneran ya?""Nggak tuh."
Reva menjawab sambil segera berbalik dan membuka pintu mobil, meninggalkan Naafi yang kembali melirik kursi belakang mobil.
Tas gadis itu tertinggal. Lagi. Untuk yang entah sudah keberapa kali.
"Re!" Teriak Naafi dari pintu mobil.
Reva berbalik, menoleh galak ke arah suaminya itu. Tapi itu tidak berlangsung lama ketika melihat Naafi membuka pintu mobil dengan membawa tas milik gadis itu. Reva hanya bisa merutuk karena kebiasan yang memang sudah dari dulu itu.
Naafi tersenyum sambil menyerahkan tas itu kepada pemiliknya.
"Makasih!" Ujar Reva masih dalam mode galak.
Cowok itu tersenyum makin lebar, tangannya jahil terangkat ke puncak kepala gadis itu. Mengusap lembut.
"Nggak usah galak ih!""Hm." Reva bergumam tak jelas membuat Naafi tersenyum.
"Gue pergi. Nanti gue hubungi lo."
"Iya."
Melihat Naafi yang sudah menjauh membuat Reva merutuki dirinya sendiri.
Kenapa emosinya jadi makin labil gini sih?
■■■
Kenapa laki-laki suka banget dengan kopi? Naya bingung lho dengan fakta yang satu ini.Follow instagram Naya dong, usernamenya @nailaattaya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweet Coincidence✓
ФанфикCover by : @jelyjeara ------ Naafi adalah mahasiswa semester 7 yang sebentar lagi akan menjemput gelar sarjananya. Tapi selama 21 tahun hidupnya, ia tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan seorang gadis yang membuat sang Mama khawatir akan mas...