Waktu menunjukkan pukul 19.43 dan Naafi masih berada di kantor, hari ini ia harus menghadiri beberapa pertemuan dan juga harus memeriksa dokumen-dokumen perusahaan.
Ah, ia sudah cukup lelah.
Bergegas merapikan meja kerjanya, kemudian segera bangkit, memakai jas, mengambil tas, smartphone, dompet dan kunci mobil. Setelahnya pergi.
Ia ingin pulang.
Mobil yang ia kendarai berhenti di salah satu restaurant, segera memarkirkannya dan keluar dari mobil. Namun entah kenapa ia seperti tertarik melihat ke arah minimarket yang berada tak jauh dari restaurant tempat ia akan makan nanti.
Mengingat ada beberapa barang yang memang ia butuhkan, anak bungsu keluarga Ramaditya ini menuju ke arah minimarket.
Cowok itu berjalan tenang, namun ketika ia melewati tumpukan kardus yang berada tepat di antara restaurant dan minimarket, Naafi mendengar sesuatu.
Seperti tangisan.
Tapi agak tersendat juga.
Tidak nyaring memang.
Tapi jelas seperti menangis.
Suara anak kecil.
Naafi diam lama, kemudian ia berbalik, mencoba menuju ke arah sumber suara. Entah mengapa indra pendengarnya seketika menajam.
Dan betapa kagetnya ia melihat di dalam kardus itu ada seorang bayi, mungil, mengemaskan, dan sedang menangis.
Pikirannya berkecambuk, ini kalau dia ambil, terus ditanyain macam-macam oleh orang-orang bagaimana. Tapi kalau dia tinggalin, nanti kalau orang-orang hanya cuek nggak peduli dan takut kena macam-macam kayak dia, anak ini nantinya bakal mati kedinginan dan kelaparan disini.
Ini dia harus bagaimana?
Naafi menatap lama bayi itu, seolah seperti mengatakan bahwa dia butuh pertolongan ke arah Naafi, dan tentu saja cowok itu tak tega juga membiarkan bayi itu ditinggal seperti ini.
Dengan pikiran berkecambuk, Naafi mulai memeluk bayi itu, menggendongnya ke dalam dekapan, kemudian secarik kertas terjatuh dari tubuh bayi itu. Hati-hati takut menjatuhkan bayi itu, Naafi menunduk dan mengambil kertas itu. Barang kali penting. Segera ia menyimpannya di dalam saku celana.
Batal sudah ia membeli di minimarket, batal juga ia akan makan malam di restaurant.
Iya, karena bayi kecil itu.
Naafi segera membawanya ke dalam mobil, kemudian ia mulai mengemudikan mobil dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya tetap memeluk bayi itu. Sedikit kesusahan tapi ia bersyukur hari ini entah kenapa jalanan tidak padat dengan kenderaan, seolah ingin Naafi selamat membawa bayi itu sampai di apartmentnya.
Dan disinilah ia sekarang.
Di kamarnya sekarang terdapat bayi yang tertidur, lelah karena menangis mungkin. Dan Naafi, seorang pria lajang, bingung harus bagaimama.
Dia butuh pertolongan, menelfon mamanya nanti mamanya akan heboh dan mungkin saja akan segera melangsungkan pernikahan untuk dirinya, telfon kak Nanda, jangan, kakaknya itu juga repot mengurus anaknya yang baru berumur 1 tahun, Bayu dan Dimas tidak bisa diharapkan.
Tiba-tiba satu nama muncul dalam otaknya.
Dan tanpa pikir panjang segera saja ia menelfon orang yang bisa membantunya.
"Hallo, Pin."
Suara itu menyapa, membuat Naafi seketika gugup juga.
"Re, lo bisa tolongin gue?""Ngapain?"
"Nggak bisa gue jelasin, sini ke kamar gue. Lantai 4 nomor 413."
Naafi dapat mendengar gadis itu berdecak kecil.
"Tungguin."Naafi berdoa bahwa pilihannya ini tepat dan Reva bisa membantunya.
Bunyi bel yang Naafi yakin bahwa itu adalah Reva membuat cowok itu segera bangkit dari posisinya berbaring sambil menatap si bayi. Dan benar saja, gadis dengan kaos biru dan celana selutut, rambut di kucir kuda itu sedang menatapnya seolah minta penjelasan.
Naafi segera menarik Reva masuk, kemudian mengunci pintu dan membawanya ke kamar.
Jelas saja Reva langsung menendangnya.
"LO APAA-hmmpppttt"
Si cowok langsung membungkam mulut Reva dengan tangannya hingga membuat gadis yang sering ia panggil Rere itu melotot.
"Diam, nanti dia bangun."
Reva menurut, dia sudah tidak histeris seperti tadi.
"Lagian lo ngapain narik gue terus bawa masuk ke kamar? Kan gue jadi neting.""Sorry sorry, gue nggak maksud." Naafi kemudian melirik kecil ke arah kamarnya.
"Re, gue nemu bayi.""Hah?" Reva melotot kaget, tak percaya dengan ucapan cowok di depannya.
"Gimana gimana?"Naafi menarik Reva masuk ke dalam kamarnya, kali ini gadis itu menurut, dan benar saja. Di atas ranjang cowok itu kini tengah berbaring bayi mungil menggemaskan yang membuat Reva segera menghampirinya.
"Ini nemu dimana?" Tanya Reva tanpa melihat Naafi, pandangannya masih fokus pada bayi itu.
"Di samping minimarket yang ada di taman kota, belok kiri dari gerbang kampus depan." Kata cowok itu memberitahu.
Reva mengangguk, kemudian gadis itu menegakkan tubuhnya, menarik tangan cowok itu keluar kamar. Takut percakapannya dengan Naafi nanti akan membangunkan si kecil.
"Pin, saat lo nemu bayi itu nggak ada petunjuk gitu? Kertas kek, atau gelang, atau apa gitu?" Tanya Reva membuat Naafi mengingat sesuatu.
"Ah, ada kertas." Segera dia merongoh saku celana dan memberikan kertas itu pada Reva.
Reva membacanya dan terdiam.
"Kenapa?" Tanya Naafi penasaran.
"Kayaknya orang tua bayi ini sudah berniat untuk membuangnya." Ucap Reva pelan.
"Nggak ada nama, hanya tanggal lahir doang."Naafi mengambil kertas itu dan membacanya.
20 Maret 2019 bayi ini lahir
Hanya satu kalimat itu.
"Kita harus merawatnya." Putus Reva tiba-tiba membuat Naafi melotot.
"Yakin lo?"
"Kasihan dia Pin, lagian kan lo udah bawa dia kesini. Tanggung jawab dong." Reva menatap Naafi yakin dan hal itu membuat cowok itu melengos.
"Lo juga udah disini, jadi lo juga harus ngerawat dia."
Reva mengangguk saja, tak baca protes.
Hal itu yang membuat Naafi menelfon Reva, gadis itu memang memiliki hati yang lembut, nggak tegaan dan juga suka dengan anak-anak. Bahkan sejak Naufal lahir, anak dari kakaknya Nanda, Reva sering ke rumahnya membantu Nanda mengurus Naufal.
Makanya Naafi yakin bahwa Reva bisa membantunya mengurus bayi itu.
"Sana, lo pergi ke alfamart di depan, beli susu bayi dan bubur bayi." Kata Reva main perintah yang membuat Naafi melotot.
"Ogah, gue nggak tahu."
"Yaudah, lo disini, jagain dia. Gue beli. Mana kunci mobil dan dompet lo."
Naafi melengos pasrah, ia memberikan dompet dan kunci mobil pada gadis itu yang dengan segera bergegas keluar dari kamar apartmentnya.
Cowok itu masuk ke dalam kamar, melihat bayi itu tertidur lelap, ia menuju kamar mandi dan membersihkan diri, mengganti pakaian. Kemudian kembali berbaring di samping bayi itu.
Dalam hati ia berdoa bahwa semuanya akan baik-baik saja.
■■■
Gimana guysss? Apakah ada yang setia menunggu kisah Revanaafi ini? Menurut kalian bagaimana?Follow instagram Naya dong, usernamenya @nailaattaya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweet Coincidence✓
FanficCover by : @jelyjeara ------ Naafi adalah mahasiswa semester 7 yang sebentar lagi akan menjemput gelar sarjananya. Tapi selama 21 tahun hidupnya, ia tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan seorang gadis yang membuat sang Mama khawatir akan mas...