"Ini anak siapa?" Tanya Sandra sambil melihat Reva yang menggendong bayi mungil di dalam dekapannya.
Naafi diam, ia hanya terus memainkan tangan Evan tak ingin menjawab. Reva yang mengetahui hal itu segera memanggilnya.
"Pin, itu tante Sandra tanya."
"Naafi! Reva!" Sandra mulai meninggikan suara.
"Mama jangan galak-galak, nanti Evan takut." Tegur Naafi yang membuat Reva ingin memukulnya.
"Makanya itu tante Sandra tanya dijawab! Apin ih!" Kini giliran Reva yang mengomel padanya.
Naafi mendesah, tak ada pilihan lain memang.
"Sudah, jadi ini si Evan anaknya siapa?" Tanya Lidya yang juga penasaran.
"Mama, tante Lidya. Ini Elvano Darrel Ramaditya. Anaknya aku dan Reva." Jawab Naafi begitu yang yang sukses membuat ketiga perempuan di ruangan itu menatapnya kaget.
"Hah? Bagaimana?"
"Anak siapa?"
"Lo gila?"
Evan menangis karena kaget yang sukses membuat Reva tidak jadi membunuh Naafi. Segera saja gadis itu membujuk Evan dengan robot yang tadi mereka beli.
"Jadi begini, kemarin pulang kantor aku mau ke minimarket, terus saat menuju kesana aku lihat ada bayi nangis di dalam kardus. Karena kasihan juga nggak tega lihatnya, aku bawa pulang. Reva aku telfon buat bantuin ngurus dia." Jelas Naafi membuat Lidya dan Sandra mendesah lega karena memang Naafi tidak berbuat macam-macam sama anak gadis orang dan Reva memang tidak hamil.
"Kamu ini buat mama jantungan!" Tegur Sandra mengingat ucapan gila Naafi diawal.
"Dia nggak ada nama, jadi Reva yang kasih nama. Ada kertas yang Apin temukan sama-sama dengan bayi ini tapi hanya tanggal lahirnya saja. Nggak ada petunjuk apapun." Reva menjelaskan insiden nama yang mereka berikan untuk si kecil itu.
"Namanya tadi siapa?" Tanya Lidya yang tidak fokus saat Naafi memperkenalkan Evan tadi.
"Elvano Darrel Ramaditya." Ulang Naafi
"Bagus kan namanya? Artinya dia bakal jadi anak yang kuat, dicintai dan akan bahagia.""Reva pintar kasih nama anak. Mama suka." Sandra berseru jujur.
"Kata Apin nama itu doa, katanya pilih nama yang artinya baik. Aku hanya ikutin dia saja milih namanya." Reva berseru malu.
"Evan dari Elvano?" Tebak Lidya yang dibalas anggukan semangat Reva dan gelengan Naafi.
"Iya bunda." Tegas Reva
"Nggak. Evan itu Reva Naafi." Jawab Naafi membuat Reva melotot padanya.
"Apasih ngaco!"
Sandra dan Lidya hanya tertawa mendengar hal itu.
"Tante Sandra, Evan pakai marganya om Wahid boleh?" Tanya Reva meminta izin.
"Evan anak gue." Tegas Naafi membuat Reva mendelik padanya.
"Iya, tapi kan harus izin dulu. Jangan nanti om Wahidnya nggak setuju."
"Papa pasti setuju. Nambah cucunya juga." Ujar Naafi percaya diri.
"Gini aja, kalian berdua pulang ke rumah mama. Kita bicara disana sama papa nanti." Ujar Sandra yang langsung disetujui oleh Lidya.
Rencana besar kedua wanita ini harus tercapai.
●●●
Evan dan Naafi sudah rapi, mereka hanya tinggal menunggu Reva yang sedang berganti pakaian dikamarnya. Saat ini mereka ada di apartment gadis itu. Lantai 3, kamar 314.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweet Coincidence✓
أدب الهواةCover by : @jelyjeara ------ Naafi adalah mahasiswa semester 7 yang sebentar lagi akan menjemput gelar sarjananya. Tapi selama 21 tahun hidupnya, ia tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan seorang gadis yang membuat sang Mama khawatir akan mas...