"Ini beneran marahnya?" Tanya Naafi sambil memainkan rambut Reva dari belakang.
"Ck. Nggak usah main-main sama rambut gue." Hampir saja gadis itu menaikkan suaranya kalau tidak ingat Evan yang sedang tidur.
Naafi menghela nafas. Tangannya maju melingkar di pinggang Reva memeluknya dari belakang, sekarang mereka sedang berada di balkon kamar gadis itu yang mengarah langsung ke balkon kamar Naafi.
"Ngapain peluk-peluk!" Omel Reva sambil memukul tangan Naafi yang ada di perutnya.
Tapi memang, Naafi sangat keras kepala. Bukannya melepaskan, lelaki itu meletakkan dagunya di pundak kanan Reva. Berbisik dengan suara rendahnya.
"Maaf."
Reva berdecak, merasa kalah kalau sudah seperti ini.
"Ngapain sih ditanggapin ucapan gila kak Rasya? Dia itu kebelet nikah, makanya suka ngelantur nggak jelas.""Becanda, Re."
Kembali, gadis itu mendengus kesal.
"Ada Bunda sama Mama, ada Gina sama Kak Chika juga. Malu tahu bahas yang begituan.""Iya, nggak lagi."
Reva menghela nafas, ia memang berlebihan, tapi tadi memang malu. Sangat malu malah. Apa lagi kan dia memang tidak pernah memiliki kekasih selama ini, sekalinya dapat langsung menikah. Semua tingkah Naafi adalah yang pertama baginya, makanya ia sangat malu saat tadi kakak sialannya itu menggoda mereka. Dan bodohnya, Naafi ikut menanggapi.
"Masih marah?" Tanya Naafi sambil menyembunyikan wajahnya di celuk leher gadis itu. Favoritenya memang.
"Nggak."
"Beneran?"
"Iya."
"Nggak jadi tidur di kamar kak Rasya, kan?" Tanya Naafi meyakinkan.
"Kalau mau silahkan." Jawab Reva membuat Naafi mengangkat wajahnya.
"Re.."
"Hm?"
"Nggak mau tidur di kamar kak Rasya." Rengek Naafi bak anak kecil.
"Yaudah nggak usah."
Naafi mendengus, ia tak menyangka jika ancaman Reva yang memang terdengar sepele tapi sangat menakutkan baginya yang sudah menikah. Membayangkan malam tanpa seorang istri adalah hal yang sangat menakutkan. Dia tidak mau.
●●●
"Evan masih pakai botol susu?" Tanya Lidya membuat Reva menoleh."Iya."
"Nggak usah dibiasin, pakai sippy cup aja." Ujar Lidya membuat Reva menatapnya bingung.
"Itu loh, cangkir bayi dengan dua pegangan di samping dengan moncong atau bagian mengerucut itu yang memudahkan si Evan minum." Jelas Lidya yang membuat Reva mengangguk paham.
"Pakai cangkir lebih dini bisa membuat Evan lebih mudah untuk berhenti menggunakan botol." Tambahnya."Aku belum beli sippy cup untuk Evan, Bun."
Lidya tersenyum.
"Nanti Bunda panggil Mama Sandra untuk belanja bareng. Mumpung Evan masih anteng mainnya sama Gina dan Naafi."Reva mengangguk aja, ia tidak masalah dengan itu.
"Eh, Rev." Panggil Lidya membuat Reva kembali menatapnya.
"Kalau mau ngelakuin itu dengan Naafi, jangan keseringan ya? Evan masih kecil belum cocok untuk punya adik."Reva melotot, tak menyangka akan mendapatkan ucapan ini dari bundanya.
"Aku masih perawan, Bun!" Tegas Reva membuat Lidya merutuki ucapannya sendiri.Astaga! Dia lupa jika Reva dan Naafi bukan sepasang suami istri yang memang berniat untuk menikah. Mereka hanya terjebak dan beruntungnya keduanya bisa saling menerima sehingga mulai membiasakan diri dengan kehadiran satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweet Coincidence✓
FanfictionCover by : @jelyjeara ------ Naafi adalah mahasiswa semester 7 yang sebentar lagi akan menjemput gelar sarjananya. Tapi selama 21 tahun hidupnya, ia tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan seorang gadis yang membuat sang Mama khawatir akan mas...