8. New Home

11.5K 789 3
                                    

Rumah minimalis dua lantai itu terpampang nyata di depan mata Reva, sedikit tak percaya pagi ini ketika Naafi membangunkannya dan segera mengajak ia dan Evan untuk pindah ke rumah itu.

"Ini rumah kita?" Tanya Reva masih tetap diam dan memandang ke arah tempat yang akan ia tempati nanti.

"Iya. Hadiah dari Papa dan Ayah." Jawab Naafi membuat Reva menatapnya dengan binar yang terlihat jelas.

"Gue suka banget. Nggak berlebihan." Ujar Reva memekik senang.

Naafi tersenyum, ia memang sudah menduga hal itu. Reva sangat tidak suka sesuatu yang berlebihan, sama dengan dirinya. Lagi pula hanya dia dan gadis itu yang akan tinggal disini, oh dengan Evan juga.

Awalnya memang ada perdebatan, takut jika Evan akan bosan atau hal-hal yang sangat tidak masuk akal diujarkan oleh Papa dan Ayah mertuanya, mereka ingin rumah yang lebih besar lagi.

Tapi Naafi tidak mau jika Reva akan tidak nyaman, apa lagi ketika ia datang ke apartment gadis itu, ia tahu bagaimana selera Reva. Istrinya tidak ingin hal-hal yang berlebihan.

Ah, Istrinya.

Naafi harus membiasakan diri dengan panggilan itu.

"Ayo masuk. Kita lihat ke dalam." Ajak Naafi sambil menggendong Evan.

Reva masuk ke dalam, mengikuti langkah kaki laki-laki itu. Beberapa kali dia berdecak kagum karena entah kenapa semuanya tertata di tempat yang tepat hingga memberikan kesan hangat.

"Selamat datang Tuan, Nyonya."

Sapaan itu membuat Reva menoleh, ia mendapati seorang wanita yang kira-kira berumur sama dengan mamanya.

"Loh Bi Ela? Ikut kesini?" Tanya Reva yang memang kenal dengan asisten rumah tangga yang berada di rumah Naafi.

"Iya, Mama yang nyuruh Bi Ela kesini. Katanya bantu-bantu ngurus rumah. Bi Ela juga akan tinggal bersama kita." Jelas Naafi.
"Ada sama Pak Udin, ya Bi?" Tanya Naafi menyebut salah satu tukang kebun di rumahnya.

"Pin, kan gue bisa ngurus rumah juga. Ngapain nambah kerjaannya Bi Ela sama Pak Udin segala?" Protes Reva tak suka merepotkan orang lain.

"Kerjaan di rumah nanti lo bagi sama Bi Ela, senyamannya lo aja, lagi pula lo juga harus kuliah sambil ngurus Evan kan? Lo mau gue di kenal sebagai suami nggak berperasaan yang nggak ngasih istrinya istirahat?" Jawab Naafi membuat Reva diam, tak bisa membantah.

"Terus Pak Udin ngapain?" Tanya Reva

"Pak Udin jagain rumah, nanti kalau gimana gitu dia bisa jadi supir juga, tapi selebihnya dia bantu ngurus taman di belakang rumah." Jelas Naafi membuat Reva ingin protes lagi.
"Gue sengaja buatin taman agar Evan bisa main disitu."

Dan kembali, Reva tidak bisa protes. Kemudian ia berbalik menghadap Bi Ela yang berdiri menunggu perintah.

"Nanti Bi bantu aku ngurus rumah ya? Kalau Apin- eh maksudku Naafi ngerepotin, bilang ke aku aja."

Bi Ela tersenyum, ia memang kenal baik dengan Nyonya barunya itu. Sejak kecil, jika melihat Bi Ela memasak atau membersihkan rumah, Reva akan membantunya. Walau Bi Ela menolak, gadis itu akan terus memaksa agar bisa membantu. Yang berakhir dengan panggilan Naafi agar gadis itu berhenti mengganggu Bi Ela.

Reva memang selalu seperti itu.

Jadi ketika Nyonya Besarnya, Sandra, menunjuk ia untuk ikut pindah ke rumah Naafi yang kini sudah menikah dengan Reva, Bi Ela tidak menolak. Bahkan ia sangat senang karena sudah mengetahui bagaimana sifat majikan barunya itu yang memang sangat baik.

"Gue yang ngasih Bi Ela gaji." Ujar Naafi membuat Reva mendelik tak suka.

"Ck. Dasar!" Sesaat kemudian Reva menatap Bi Ela.
"Bi Ela bisa kembali dulu. Istirahat atau kalau mau ngelakuin sesuatu silahkan. Aku juga mau lihat-lihat." Ujar Reva membuat Bi Ela mengangguk sopan dan pamit mau ke dapur.

Reva kemudian menghadap Naafi yang sibuk bermain dengan Evan.

"Pin, kamar gue dimana?" Tanya Reva membuat Naafi menatapnya.

Pria itu bangkit sambil kembali menggendong Evan, melangkah ke lantai dua dan membuka pintu salah satu ruangan.

Reva masuk, ia bisa melihat seisi ruangan. Matanya terbelalak kaget melihat kamar itu. Benar-benar sangat bagus tapi sedikit berlebihan juga sebenarnya.

"Jangan pikir macam-macam. Ini kamar gue juga." Jelas Naafi membuat Reva terdiam.

Ah iya, dia sudah menikah.

Pantas saja kamar ini dilihatnya sangat berlebihan. Tepat di tengah ruangan adalah ranjang berukuran king size, tepat di dinding ada foto pernikahan mereka, di depan ranjang ada tv juga dilengkapi dengan sofa untuk tempat duduk. Di sisi kanan kamar ada pintu yang sangat lebar berwarna silver dan Reva tau itu adalah wall in closet, tepat di samping wall in closet ada lorong yang akan menjadi jalan menuju kamar mandi. Di samping ranjang ada meja dan terdapat satu bingkai foto yang memperlihatkan dirinya, Naafi dan Evan yang berada di antara mereka berdua. Foto yang di ambil saat mereka sedang melakukan sesi potret prawedding. Ada juga lampu, setelah meja itu ada satu rak buku yang menghiasi dinding. Sedangkan setelah tv, adalah pintu tempat mereka berdiri. Dan di samping pintu itu, terdapat satu rak khusus untuk alat kecantikannya dan juga meja rias di sisi rak itu. Dan di sisi kiri kamar, ada pintu yang menghubungkannya dengan balkon.

Cat kamar ini putih, namun di beberapa sudut terdapat pola hitam putih, dengan langit-langit kamar berwarna putih dengan sedikit gradasi coklat, warna senada dengan lantai kamar. Sofa yang terdapat di kamar itu berwarna abu-abu dengan sedikit corak coklat gelap, senada dengan karpet tempat sofa itu berpijak. Sedangkan ranjang itu dibaluti seprei berwarna putih dengan selimut abu-abu.

"Dekorasi kamar ini bukan gue yang atur, tapi Bunda lo dan Mama. Mereka sangat heboh, warnanya disesuaikan, gue suka abu-abu, makanya ada warna abu-abunya. Lo nggak keberatan?" Tanya Naafi takut-takut.

"Bagus kok, gue suka." Reva memang tidak keberatan.

"Oh ya, kamar Evan di depan." Ujar Naafi membuat mereka berdua berbalik dan mendapati satu pintu tepat di hadapan mereka.

Reva membukanya dan dihadapanya kini terpampang kamar bernuansa biru dan putih. Di tengah kamar ada ranjang khusus untuk anak-anak dengan pagar-pagar penghalang yang mengelilingi tempat tidur. Di sudut kanan kamar ada lemari berwarna biru dengan corak-corak gambar lucu, di sisi kanan kamar ada jendela tak terlalu besar dengan horden berwarna biru langit. Di depan jendela itu, kira-kira satu setengah meter ada lemari dengan tinggi satu meter. Di atas lemari itu terdapat beberapa rak yang terlekat di dinding, ada robot-robotan dan beberapa mainan khas anak laki-laki yang terletak di rak-rak itu dan juga di atas lemari. Di samping lemari ada sofa kecil dengan beberapa bantal berbentuk tokoh kartun dengan di depan sofa ada karpet berwarna dark blue dengan beberapa bola yang di atas karpet. Kemudian, di sisi kiri ranjang ada satu rak yang cukup tinggi (kira-kira sama dengan rak buku di kamar utama tadi) yang berisi beberapa permainan khas anak-anak. Di samping rak itu juga, terdapat satu box berukuran cukup berbesar berbentuk kotak harta karun yang Reva tebak adalah permainan untuk Evan.

Benar-benar surga untuk anak-anak.

"Lo suka kamarnya?" Tanya Naafi. Reva mengangguk.
"Eum, ini idenya kak Nanda dan Gina yang ngatur dekorasi kamar, permainan dan barang-barang Evan yang kita beli kemarin juga udah digabung disini, selebihnya kak Rasya dan kak Zaki yang beli, eh di tambah Dimas dan Bayu juga."

"Mereka sudah berusaha keras untuk buat ini, jadi yah sudah." Reva pasrah saja.
"Eh, tapi ini yakin Evan tidur sendiri?"

"Di coba aja dulu kalau dia bisa." Naafi mengucapkannya.
"Jika memang Evan nggak bisa tidur sendiri, nanti kan bisa tidur di kamar kita."

Reva diam, mengangguk setuju.

Ah, ini adalah hidup barunya mulai sekarang.
Dia bukan gadis 20 tahun yang masih berstatus jomblo.
Sekarang dia adalah seorang istri dan ibu satu anak.

■■■
Jadi nantikan new day merekaaaa kawannnnn.....

Follow instagram Naya dong, usernamenya @nailaattaya

The Sweet Coincidence✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang