04|¦ CHANGE

1.3K 49 4
                                    

Zero maksudnya Stella baru saja selesai mengikuti pelajaran di kelasnya. Stella bergegas untuk segera pulang ke rumahnya. Ia tidak tahan jika ia harus terus memakai pakaian panjang yang menutupi lehernya di siang hari apalagi sepanjang hari. Toh lagi pula untuk apa memakai pakaian yang panjang di siang hari yang panas? Bukannya menguntungkan tapi malah merugikan.

Baru saja Stella ingin pergi, Pitaloka menahan lengan Stella membuat ia mengurungkan niatnya. Stella hanya melihat sekilas dan langsung menepisnya cukup keras membuat Pitaloka meringis kesakitan.

"Kasar lo kaya cowok!" ringis Pitaloka kesakitan yang terus mengelus-elus tangannya.

Emang gue cowok
Batin Stella dengan tersenyum miring dan langsung pergi meninggalakan Pitaloka sendiri tanpa berpamitan.

Stella berjalan di sepanjang koridor yang berada di kampusnya. Ia terus memandangi phonselnya sedari tadi. Entah apa yang dilihatnya. Mungkin kini dia tengah khilaf membuat ia sangat fokus dengan phonselnya.

Stella terus memainkan phonselnya tanpa beralih melihat di sekitarnya. Toh untuk apa melihat sekitarnya? Lagi pula tidak ada yang penting baginya.

Saking asyiknya bermain phonsel, tanpa sengaja ia menabrak seorang laki-laki yang tengah bersama dua temannya. Namun, Stella bukanlah wanita yang setelah menabrak cowok lalu protes dan akhirnya berujung cinta.

Ia hanya sekilas melihat lelaki tersebut dan langsung kembali memainkan phonselnya. Namun, saat ia ingin melanjutkan jalannya, pria tersebut menarik lengan Stella. Dengan Stella menepis tangan lelaki tersebut cukup keras dan kembali melanjutkan jalannya.

"Dih. Tu cewek galak bener." ujar pria yang ditabrak oleh Stella dari kejauhan. Namun, Stella tak menghiraukan. Ia tetap terus memainkan phonselnya dan terus melanjutkan jalannya.

...

"Dek!!" suara teriakan tersebut terdengar kembali di telinga Stella. Namun, lagi-lagi Stella tak menghiraukan. Ia terus memainkan phonselnya.

"Dek!!" suara teriakan Grace kembali terdengar dengan cukup jelas. Lagi-lagi, Stella masih saja tidak menghiraukan suara itu.

Stella terkejut ketika Grace tiba-tiba saja mendrobak pintu kamarnya cukup kencang.

"Lu ya. Udah berapa kali gue gini mulu? Cape tau ga tiap hari buat manggil lu doang harus pake emosi mulu Stella!!"

Grace terus mengoceh di hadapan Stella. Namun, lagi-lagi Stella tidak menghiraukan ocehan kakaknya yang menurutnya tidak penting itu.

"DEK!!"

"Hhmm."

Grace yang kesabarannya mulai habis langsung mengambil alih handphone milik sang adik dengan kasar.

"Ngapain lo!" ujar Stella yang terus mencoba untuk mengambil alih phonselnya kembali.

"Ga ngapa-ngapain. Hanya mencoba untuk memanggil orang yang TULI!" Grace menekankan kata tuli dengan emosinya.

"Gua ga tuli!"

"Terus kenapa setiap gua manggil lu kaga pernah di jawab?"

"Ya udah kenapa?" Stella hanya pasrah menghadapi kakaknya yang cukup kasar tersebut.

"Dari tadi kek kaya gini, kan enak!"
Dengan amarah yang mulai stabil, Grace mengembalikan phonsel milik Zero.

"Ada temen gua mau ketemu sama lu!"

"Siapa?" beo Stella dengan sebelah alis yang terangkat.

"Temen lu juga!"

"Siapa?"
.
.
.
Tbc !!
Semoga suka selalu ya sama ceritanya:)) maaf kalo kurang bagus karena aku juga pemula:" budayakan vote agar author nya semangat ya;-)

Change (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang