20|¦ CHANGE - ( revisi )

453 21 2
                                    

"Kalo kamu serius, kamu bisa nikahin adik saya dalam waktu seminggu lagi?"

Pitaloka membulatkan matanya mendengar ucapan Arsen. Bahkan ia hampir saja tersedak makanannya. Sedangkan Justin, ia tengah panas dingin tak karuan. Rasanya ia ingin mati di tempat saat ini juga.

Hening beberapa saat. Tak lama, terdengar suara tawa yang meledak-ledak dari Arsen. Justin dan Pitaloka menatap Arsen secara bersamaan. Keduanya mengerutkan dahinya heran.

"Kamu itu terlalu serius, lagi pula saya hanya becanda." ujar Arsen dengan tawa yang masih terdengar.

Justin bernapas lega mendengarnya. Astaga, Arsen hampir saja membuatnya mati di tempat.

Aakkhh, kenapasih bang Arsen harus bercada? Kenapa ga beneran aja?
Batin Pitaloka seraya ia meminum minumannya.

Arsen menepuk pelan pundak Justin. "Udah, ga usah tegang sama saya. Asikin aja. Tadi saya hanya bercanda, karena saya tidak mau adik saya seperti orang-orang di luar sana. Saya harap, kamu bisa menjaga adik saya dengan baik."

Justin hanya bisa tersenyum kaku pada Arsen. "I-iya Ka-"

"Panggil abang aja biar sama panggilannya sama adik saya." potong Arsen seraya ia tersenyum pada Justin.

Justin mengangguk pelan. "Iya bang."

Manggilnya abang, kaya manggil abang-abang tukang somay aja
Biatin Justin seraya ia terkekeh.

"Ya sudah, kalau begitu saya pamit dulu ya. Justin, kamu jaga Pitaloka ya." ujar Arsen dan diangguki oleh Justin dan Pitaloka.

Kemudian, Arsen langsung pergi meninggalkan Pitaloka berdua dengan Justin. Hening. Entah mengapa rasanya kini kedua tiba-tiba saja canggung. Baik Pitaloka maupun Justin, kedua bingung ingin membahas topik apa.

"Kita jalan keluar mau?" tanya Justin.

Pitaloka mengangguk semangat. Justin langsung berdiri dari duduknya dan langsung menarik lengan Pitaloka. Pitaloka hanya pasrah mengikuti langkah Justin. Pasrah bukan karena tak tahu ia harus bagaimana lagi. Namun, ia pasrah karena tangannya sudah ditarik oleh Justin, lebih tepatnya ia tidak bisa berkata-kata lagi saat Justin sudah memegang lengannya. Rasanya pipinya sangat panas.

Justin langsung membukakan pintu mobilnya untuk Pitaloka. Dengan pipi yang masih merah padam, Pitaloka langsung memasuki mobil Justin.

Tak lama, Justin memasuki mobilnya. Namun, Justin tidak langsung menjalankan mobilnya. Ia terus memandangi Pitaloka. Pitaloka hanya bisa menahan rasa malunya.

Justin mengelus puncak kepala Pitaloka dengan sangat lembut. Kemudian, ia mengelus pipi Pitaloka dan berakhir ia menyentuh bibir mungil Pitaloka.

"Boleh?" tanya Justin seraya tangannya terus menyentuh bibir Pitaloka.

Pitaloka memegang dadanya yang bergemuruh. Ia tak tahu harus menjawab apa. Terlihat, wajahnya kini sangat tegang.

Tak lama, terdengar suara tawa dari Justin. Pitaloka menyerngitkan dahinya heran.

"Kamu ga usah serius-serius, aku cuma bercanda. Lagian aku masih inget kata bang Arsen. Aku dipercayain buat jagain kamu, bukan ngerusakn kamu." ujar Justin seraya ia menyalakan mesin mobilnya.

Pitaloka hanya bisa menutupi pipinya yang sudah benar-benar merah dengan telapak tangannya.

Seraya Justin menjalankan mobilnya, ia mengatakan, "Kalau kamu mau, kita bisa sah minggu depan."

•••

"tok tok tok"

Grace yang tengah sibuk membaca majalahnya terhenti karena mendengar suara seseorang mengetuk pintu rumahmya. Ia langsung menutup majalahnya dan berjalan menuju pintu rumahnya.

Change (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang