بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Alangkah besarnya alam semesta ini, namun kala takdir telah memainkan peran. Aku dan kamu yang tidak pernah terpikir sebelumnya akan bertatap muka, ternyata kita dipertemukan dengan alasan yang tersirat.
—Kamu Separuh Agamaku—
***
Muhammad Arfan Izzudin. Cowok yang sedang berdiri di depan kelas itu sejak tadi hanya tersenyum kikuk. Arfan merasa dadanya berdebar kala seisi ruangan memperhatikannya dengan intens. Setiap wanita paruh baya yang berdiri di sebelahnya itu berbicara, Arfan terus mengulas senyum sambil mengangguk.
"Kenalin, ya anak-anak... ini ada murid baru namanya Arfan, pindahan dari sekolah lain. Gantengnya sama seperti suami saya dulu. Persis sekali. Bedanya suami saya mau sama saya, kalau nak Arfan, kan tidak. Jadi lebih ganteng suami saya. Iya, kan, Nak Arfan?" Bu Tatik menyengir, niatnya bercanda disambut pula dengan tawa yang tertahan dari para murid di kelas.
Orang yang sedang dibicarakan itu bingung mau menjawab selain tersenyum. Tidak mungkin jika dia mengangguk. Takut suatu saat nanti terjadi kesalahpahaman dan berimbas pada nilainya.
"Ya elah, Bu. Itu, mah kembaran saya. Malahan masih gantengan saya. Paling selisih setengah. Sebelas sama sebelas setengah," celetuk salah satu siswa yang duduk sebelum pojok ruangan, diakhiri tawa.
Bu Tatik langsung membalas dengan cepat, "Ganteng, sih ganteng. Kalau diliat lewat portal dunia lain. Tak kasat mata, sekali lihat, mata sepet!"
Seisi ruangan sontak dipenuhi gelak tawa. Siswa yang biasa disapa Rafa itu menggaruk pipinya yang tidak gatal sambil menyengir tanpa dosa. Ia tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu dari gurunya sendiri.
"Permisi...."
Refleks semua pasang mata melihat ke asal suara dan seketika tawa pun berhenti. Seorang gadis yang memiliki rambut panjang sepunggung sedang berdiri di ambang pintu tanpa ekspresi.
Bu Tatik berjalan mendekat. Wajahnya yang semula ceria berubah menjadi sendu.
"Ya Allah... sejak kapan kamu terlambat, Sya? Ini sudah jam berapa? Kenapa kamu terlambat begini, hm? Kenap—"
"Maaf, Bu. Saya bangun kesiangan. Apa boleh saya duduk?" sela Fasya cepat.
Fasya merasa telinganya berdengung. Lagipula ia juga lelah berlari dari gerbang menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Wajahnya juga masih betah dengan mode datar.
Bu Tatik mengembuskan nafas panjang, beliau memaklumi sikap anak didiknya yang akhir-akhir ini berubah. Bu Tatik sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Ya sudah, kalau begitu. Lain kali jangan terlambat, ya!" pesan Bu Tatik.
Fasya mengangguk, sesegera mungkin ia melangkahkan kaki menuju bangkunya. Semua pasang mata mengikuti setiap langkahnya. Gadis itu hanya mengacuhkannya.
Sementara Arfan masih berdiri di tempat, menunggu dipersilakan duduk juga. Arfan menatap heran gadis yang baru saja masuk itu. Tidak biasanya ia menemukan gadis tanpa ekspresi ketika ada dirinya. Biasanya gadis-gadis yang melihat Arfan, langsung bersikap semanis mungkin. Tapi, yang ini justru berkebalikan. Aneh, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]
Teen FictionAwalnya, Arfan mengira Fasya adalah gadis yang menyebalkan, karena irit senyum dan juteknya minta ampun. Pertemuan mereka untuk pertama kalinya sangat klise. Semakin lama, Arfan semakin mengenalnya. Fasya itu gadis yang berbeda dengan yang lain. Me...