Hidup itu terlalu singkat. Perjalanan masih panjang. Jangan sampai jadi hamba yang merugi karena menyia-nyiakan yang singkat ini. Allah selalu ada dimana pun dan kapanpun. Disaat kita butuh maupun tidak.
—Kamu Separuh Agamaku—
***
LANTAS mereka pergi meninggalkan kuburan dengan berjalan beriringan. Tiba-tiba saja, Fasya menghantam tubuh seseorang. Orang yang Fasya tabrak ternyata tengah fokus memainkan ponsel. Mereka berdua sama-sama tersentak dan saling berpandangan.
Mata mereka bertemu, saat itu juga Fasya tidak lagi asing dengan wajahnya. Dalam hati ia bertanya pada diri sendiri, bukannya dia ini orang yang...
"Maaf, maaf, dek nggak sengaja. Maaf ya...," ucap pria paruh baya berkacamata dengan frame hitam tulus sambil menyatukan tangan di depan wajah. Fasya masih tidak berhenti memandangi wajah pria itu setiap inchinya.
Arfan menengok temannya itu. Benar saja, Fasya tengah melamun. Mendapati itu, Arfan berpikir cepat dengan mengambil alih suasana yang mulai menegang.
"Eum, nggak papa, Om. Maafin temen saya, ya. Tadi teman saya gagal fokus gara-gara mikirin saya." Arfan terkekeh geli. Ia bermaksud bercanda untuk mencairkan suasana. Pria itu tertawa menampilkan dua lesung pipi. Fasya semakin yakin, presepsinya kali ini tidak mungkin salah.
"Masih kecil udah pinter ngegombal. Hati-hati jangan pacaran ya, bahaya," peringat pria itu dibalas anggukkan semangat oleh Arfan.
"Pasti dong, Om. Saya bukan tipe yang suka sama pacaran. Saya tipe kenalan langsung sikat!"
Arfan dan pria itu tertawa bersama. Tidak dengan Fasya. Ia yang memicingkan mata tajam ke arah Arfan seperti siap memangsa. Tanpa basa basi, Fasya langsung mencubit lengan Arfan hingga ia mengerang kesakitan.
"Arghh.. apaan sih, Sya. Sakit tauk!" protes Arfan tidak terima sambil memegangi lengannya yang terasa nyeri.
"Itu mulut dijaga! Mau gue jahit apa gue robek, hm?"
Arfan lebih memilih diam daripada meladeni Fasya yang sedang naik darah. Sementara pria itu terkikik geli melihat tingkah kedua anak muda di depannya.
"Kalau begitu, Om pamit ya. Assalamualaikum." Pria itu tersenyum ramah ke arah keduanya.
"Waalaikumsalam," ucap mereka serempak.
Belum genap dua langkah pria itu pergi, Fasya menghentikannya.
"Tunggu, Om!"
Pria itu berhenti kemudian berbalik menghadap Fasya yang kini sudah sejajar dengannya. Pria itu mengangkat kedua alisnya, bingung. "Ya?"
"Na-nama Om siapa?"
"Rendy. Kenapa emangnya?"
Deg! Fasya membulatkan matanya praktis. Namanya persis sekali dengan nama yang ditulis di belakang foto sang mama dengan pacarnya. Fasya yakin, ia tidak salah tebak.
Tidak ada angin tidak ada hujan, lagi-lagi Fasya melelehkan air mata haru. Melihat Fasya menangis kedua kaum adam sempat panik.
"Yah... kok nangis. Kenapa?" kata pria yang bernama Rendy itu. Wajahnya terlihat khawatir ketika melihat buliran air mata jatuh membasahi pipi Fasya. Hatinya entah mengapa seperti teriris melihatnya.
Arfan yang berada di belakang terkejut mendengar perkataan Rendy. Cepat-cepat ia beralih menjadi di hadapan Arfan. Pikirannya kalut, takut terjadi apa-apa dengan calonnya itu. Mengingat kini mereka masih di kawasan makam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]
Fiksi RemajaAwalnya, Arfan mengira Fasya adalah gadis yang menyebalkan, karena irit senyum dan juteknya minta ampun. Pertemuan mereka untuk pertama kalinya sangat klise. Semakin lama, Arfan semakin mengenalnya. Fasya itu gadis yang berbeda dengan yang lain. Me...