Chapter 5 - Ada Apa Dengan KUA?

1.6K 206 60
                                    

Lebih baik memeriksa kesalahan diri sendiri, lalu mencari jalan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri. Daripada mencari-cari kesalahan orang lain karena itu merupakan sebuah kesalahan.

-Kamu Separuh Agamaku-

***

SANG Surya kini telah menyingsing, tapi gadis itu tetap saja malas untuk bangun dari alam tidurnya. Yang membuatnya betah ialah korden kamar masih tertutup rapat sampai sinar matahari tidak dapat menembusnya.

Di balik pintu kamar, Bi Iin-asisten rumah tangga keluarga Fasya terus mengetuk pintu sambil memanggil nama Fasya berulang kali, namun tidak ada balasan yang terdengar.

Merasa terusik Fasya langsung bangkit lalu mendengus kesal.

"Iya, iya! Heboh banget, emangnya ini jam berapa?" Fasya meninggikan nada satu oktaf lalu menguap pertanda ia enggan bangun. Sambil menunggu jawaban Fasya mengucek matanya malas.

"Ini udah jam tujuh lebih, Non," jawab Bi Iin dari balik pintu yang masih setia tertutup.

Kelopak mata Fasya membola sempurna. Manik matanya mencari keberadaan jam dinding yang letaknya tepat di depan atas. Benar, sudah pukul tujuh lebih sepuluh menit.

"Ya ampun!!! Kenapa nggak ada yang bangunin, sih!!" kesalnya dengan suara menggelegar. Secepat kilat ia bergegas menyambar handuk dan mandi ala bebek.

Arfan yang duduk di sofa tamu terkejut mendengar teriakan Fasya. Ia tersenyum kecil karenanya. Ya, Arfan menunggu Fasya sampai bangun dan berangkat sekolah bersama karena ini permintaan Ibundanya Fasya beberapa saat yang lalu.

Sudah lima belas menit ia menunggu Fasya terbangun. Dan ia harus menunggu lagi Fasya selesai bersiap-siap dan entah sampai kapan Arfan harus menunggu. Apa mungkin ia menunggu sampai lumutan disini? Mengingat perempuan yang begitu lama ketika sedang bersiap-siap.

Arfan tahu itu karena ia pernah mengalami menunggu sang umi yang menghabiskan waktu tiga puluh menit, dan hasilnya sang umi hanya menggunakan make up natural. Apakah perempuan seribet itu?

Terlalu lama berpikir hal yang tidak jelas, tiba-tiba Fasya turun dari tangga dengan langkah tergesa-gesa. Arfan lantas berdiri ketika mendengar suara Fasya yang berbicara dengan Bi Iin.

"Bekalnya udah?"

"Sudah, Non, ini." Bi Iin menyodorkan kotak makan berwarna biru pada Fasya yang langsung Fasya ambil lalu ia masukkan ke dalam tas.

"Makasih, ya, Bi. Mama man--" ucapan Fasya terpotong saat ia sedang mengedarkan pandangan tapi justru pemuda yang memakai jaket boomber hitam berada di rumahnya.

Seakan tahu apa yang ada dipikiran Fasya, Arfan berkata, "Tante Sindy nitipin kamu ke aku buat berangkat bareng, takutnya kamu nggak ada yang nganterin. Yaudah, yuk buruan entar telat."

"Gue bukan anak kecil lagi yang harus dianter ke sekolah. Gue bisa sendiri! Lagian ngapain kamu repot-repot kesini? Modus ya, lo," tuduh Fasya sambil menunjuk wajah Arfan. Sementara Arfan, laki-laki itu tersenyum manis. Matanya fokus pada satu titik.

"Kamu memang bukan anak kecil lagi, tapi orang tua memang begitu. Sebesar dan sesukses apapun anaknya kelak, pasti orang tua masih mengganggap dia masih anak kecil. Seperti bayi mungil yang mandi aja belum bersih." Arfan menarik lengan jaket paling ujungnya untuk menutupi telapak tangan bagian bawah. Lalu ia mengulurkan tangannya untuk mengusap pelipis kiri Fasya. "Sampai sabun nggak mau pergi dari sini."

Deg! Apa-apain ini? Karena perbuatan Arfan yang diluar dugaan, gadis itu langsung mematung di tempat. Mata nakalnya menatap wajah rupawan Arfan setiap inchinya. Fasya sama sekali tidak berkedip.

Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang