Perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat kecil ketika dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya terus berlangsung lama, bisa jadi akan amat besar pahala atau dosanya.
—Kamu Separuh Agamaku—
***
TANPA disengaja, Fasya merasakan ada hal yang aneh. Ia seperti sedang dimata-matai. Fasya mendongak mencari asal hawa yang tidak mengenakan tersebut. Sesuatu mengganjal pemandangannya ketika matanya menangkap sebuah pohon kamboja besar. Bukan pohonnya yang menjadi masalah, tapi orang yang berpakaian serba hitam yang menjadi masalah. Laki-laki itu sangat misterius dan sangat mencurigakan. Pemuda itu seperti tahu jika dirinya sedang dipandangi gerak-geriknya lantas ia pergi dari tempatnya.
Fasya menoleh sebentar ke arah mamanya Sheila dan Sindy. Ia mendekat lalu merendahkan tubuhnya. Fasya berpamitan pada Sindy untuk menunggu di depan. Sindy mengangguk memperbolehkan. Tanpa basa-basi lagi, Fasya segera menyusul laki-laki misterius itu.
Di belakang, Arfan dan dua temannya saling tatap menatap dengan raut bingung. Banyak sekali pertanyaan tentang perginya Fasya secara mendadak.
Arfan segera mengikuti Fasya disusul Rafa dan Bagas. Di sisi lain, Fasya mempercepat langkah saat laki-laki itu juga mempercepat jalannya lebih dulu. Hingga keduanya tiba diluar kawasan makam.
"Berhenti!" teriak Fasya memerintah, setelah jarak diantara mereka cukup dekat.
Bodohnya, laki-laki itu mengikuti titah Fasya. Perasaannya tidak karuan, jantungnya berdegup lebih cepat. Fasya berhasil mendahului laki-laki itu dan kini ia berada tepat di hadapannya.
Fasya menyilangkan tangan di depan dada. Ekspresi wajahnya begitu mengintimidasi. "Siapa, lo? Kenapa lo ngeliatin kita tadi?"
Laki-laki itu diam. Keringat dingin mencuat dari pori-pori kulitnya. Ia menggeleng.
Fasya semakin tertantang kalau seperti ini. "Buka masker sama topi lo! Buktikan kalau lo bukan PENGECUT!"
Arfan, Rafa, dan Bagas yang baru saja tiba terkejut mendengar suara Fasya yang menggelegar, padahal jarak mereka bisa dibilang cukup jauh.
"Busett, gue kira kesurupan," celetuk Rafa. Arfan langsung mencubit pipi temannya itu. Rafa ngaduh kesakitan.
"Udah dibilangin berkali-kali kalau ngomong itu difilter dulu." Arfan tidak terima Rafa berkata demikian lantaran yang menjadi bahan bicaraan adalah Fasya. Ia tidak suka saja.
Bagas menahan tawa. "Sukurin!" bisiknya tepat di telinga Rafa.
"CEPET BUKA!"
Ketiganya terperanjat dan menoleh ke sumber suara. Fasya disana tengah uring-uringan karena laki-laki di depannya itu tidak bertingkah apapun. Saat laki-laki itu melangkah ke kanan hendak melarikan diri, Fasya dengan gesit menghadangi. Laki-laki itu akhirnya pasrah, ia tidak bisa berkutik lagi.
Fasya menunjuk wajah laki-laki itu dengan kesal. "Buka sendiri apa gue paksa?" tawar Fasya dengan nada yang sedikit meredah.
Tiga manusia yang berada di belakang laki-laki itu masih mengamati gerak-gerik mereka sebelum ikut menimbrung. Tunggu waktu yang tepat. Mereka setia di posisi semula.
"Satu..." Fasya mulai menghitung. Laki-laki itu tampak pasrah. Dihitungan kedua ia melepas topi dan membuka masker yang menutupi separuh wajahnya.
Fasya membelalak kaget. "Kak Reno?" katanya tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]
ספרות נוערAwalnya, Arfan mengira Fasya adalah gadis yang menyebalkan, karena irit senyum dan juteknya minta ampun. Pertemuan mereka untuk pertama kalinya sangat klise. Semakin lama, Arfan semakin mengenalnya. Fasya itu gadis yang berbeda dengan yang lain. Me...