Chapter 20 - Brain All Plans

805 108 19
                                    

Katanya, sebuah hubungan harus di lengkapi dengan rasa saling percaya. Namun apabila kepercayaan yang telah tersusun itu hancur, apakah bisa diperbaiki kembali?

-Kamu Separuh Agamaku-

***

DALAM diam mereka semua ikut berpikir. Terutama Arfan. Ia mencoba mengingat tentang kesalahan apa yang sudah ia perbuat pada mereka.

"Perasaan... aku nggak pernah berurusan, deh sama mereka. Kenal aja enggak, baru pertama ini ketemu. Kenapa, ya?" Arfan meletakkan telunjuknya di dagu sambil berpikir keras diikuti yang lain.

Sementara Fasya mengamati pemuda itu seraya mengingat momen yang tidak akan pernah terlupakan olehnya. Lengkungan manis tanpa sadar diciptakannya saat melihat wajah Arfan yang begitu menggemaskan ketika sedang serius.

"Apa jangan-jangan..." Tebakan Bagas terpaksa dihentikan, saat tiba-tiba saja seseorang berkata diluar pembahasan.

"Ganteng," ujar Fasya di luar kesadarannya.

"Ha?" ketiganya membeo serempak. Wajar saja, mereka terkejut tidak percaya.

Fasya tersentak, ia terlihat linglung setelah mendapatkan kesadarannya kembali. Baru kemudian ia berdesis sembari beristigfar lirih mengingat kesalahannya.

"Apanya yang ganteng, Sya?" tanya Rafa penasaran. "Gue, ya?" sambungnya.

Fasya dengan cepat menggeleng. "Bukan!"

"Lha terus siapa, dong?" Jeda sejenak Rafa mengamati Arfan dan Fasya bergantian, lalu kembali berkata dengan wajah mengesalkan. "Ah... cie... cuit cuit!"

"Cia, cie, cia, cie, kayak nggak ada kerjaan lain apa selain ngerecoki orang, ha?" kesal Fasya menutupi rasa malunya karena terpergok memandangi Arfan tanpa izin. Tiga orang itu terdiam sampai Fasya selesai mengatakan maksudnya.

"Lagian, ya gue bilang ganteng itu gara-gara liat itu, noh!"

Mereka bertiga ikut mengikuti jari telunjuk Fasya yang sedang menunjuk poster artis korea yang sengaja dipampang oleh Caca saat itu juga. Sebenarnya, itu hanya alasan Fasya agar kedoknya tidak diketahui.

"Ooh..." gumam Arfan, Bagas, dan Rafa bersamaan.

"Sejak kapan selera kamu yang seperti itu, Sya? Gantengan juga aku, haha..." ucap Arfan tiba-tiba diakhiri gelak tawa. Fasya berdecak kesal mendengarnya, sedangkan dua sahabat Arfan ikut tertawa.

"Guys! Hari ini JAMKOS!!" seru seorang murid yang berlari dari luar kelas ke dalam kelas, ucapannya langsung disambut gemuruh suara siswa dan siswi yang terlihat sangat senang. Siapa yang tidak menyukai jam kosong?

"Alhamdulillah," lirih Arfan seorang diri sambil mengusap wajahnya. Beda halnya dengan Bagas dan Rafa yang bertos ria seraya bersorak senang.

"Kok alhamdulillah?" sewot Fasya ketika tidak sengaja perkataan lirih Arfan menyambar telinganya.

Mungkin hanya dia saja yang tidak begitu menyukai jam kosong, karena menurutnya itu sangatlah merugikan. Apalagi jika tidak digunakan dengan sebaik mungkin. Waktu bukan hanya emas atau uang melainkan juga pedang yang apabila tidak dimanfaatkan dengan baik maka waktu yang akan memotongnya dengan hal yang sia-sia.

Jika tidak disibukkan dengan kebaikan, pasti akan terjatuh pada perkara yang sia-sia.

Imam Asy Syafi'i rahimahullah pernah mengatakan yang artinya: "Aku pernah bersama dengan seorang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu."

Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang