Pilihlah teman yang dapat mengantarkanmu ke Surga. Yang mencari keberadaanmu ketika dirinya tidak menemukanmu di Surga. Yang membuatmu menangis karena dosa.
—Kamu Separuh Agamaku—
***
Waktu inilah yang selalu ditunggu-tunggu para siswa. Bel pulang. Seakan itu adalah surga dunia bagi para siswa dan siswi. Terbebas dari mata pelajaran yang membuat otak mereka menguap menjadi salah satu dari sekian alasan mengapa bel pulang sekolah itu menyenangkan.
Setelah guru mata pelajaran terakhir keluar dari kelas, barulah murid-murid menyusul. Seperti biasa, Fasya akan keluar sekolah sendirian, tanpa ada yang menemani. Lagi dan lagi karena berita yang beredar. Hal itu yang membuatnya tidak mempunyai sahabat lagi.
Saat Fasya bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar kelas, Arfan terus melihatnya. Tidak ada perbincangan lagi dengan Fasya, secara Fasya yang tidak pernah menanggapi atau merespons ucapan Arfan. Ia lelah berbicara dengan patung seperti Fasya.
"Eh, Ar. Lo pulang sama siapa?" tanya Bagas yang ikut berdiri bersama Rafa dan Arfan.
"Naik motor. Kalian?"
"Sama. Bareng aja, yuk!" usul Rafa. Arfan menyetujuinya. Lantas Arfan membereskan lebih dulu semua peralatannya sampai lupa kelas sudah kosong. Tinggal mereka bertiga saja.
Namun Rafa mendadak berhenti, ia terkejut ketika di luar kelas ada banyak sekali siswi perempuan, bergerombol di sana. Mereka seperti sedang menunggu idola mereka keluar lalu menyambutnya dengan riang.
"Stop!"
Rafa merentangkan tangan membuat jalan Arfan dan Bagas terhalang. Kening keduanya mengerut samar tatkala dengan gerakan cepat Rafa menutup pintu dan korden jendela kelasnya.
"Eh, lo ngapain, sih?" geram Bagas sambil menatap kelakuan aneh Rafa. Tanda tanya besar hinggap di kepalanya.
Rafa menghentikan aktivitasnya lalu berdiri ditempat semula—di depan kedua temannya. Ia berbalik dan menatap Arfan yang berada di barisan paling belakang diantara mereka.
"Wah, lo kebangetan, ya, Ar." Rafa berkacak pinggang sambil menatap Arfan tajam. Arfan bingung dengan maksud perkataan Rafa. Otaknya belum merespon.
"Kebangetan apa?" tanya Bagas mewakili Arfan, ia juga berkacak pinggang mengikuti Rafa.
"Kalau punya muka ganteng, bagi-bagi, dong. Gue juga pengin kali, jadi artis dadakan."
"Artis dadakan?" bingung Arfan dan Bagas serempak.
"Iya." Rafa mengangguk mengiyakan. Telunjuk tangannya mengarah pada luar kelasnya yang dipenuhi para siswa yang menunggu di luar. Mereka tidak dibolehkan masuk jika bukan kelas mereka, tanpa izin.
"Tuh, liat. Udah kayak antre sembako, gratis."
Arfan terkekeh geli begitupula Bagas mendengar ucapan Rafa.
"Terus gimana, dong?" Arfan membayangkan betapa mengerikannya bila ia keluar dan langsung dikerumuni. Sudah tak terhitung berapa kali ia bersentuhan dengan yang bukan mahram.
Kedua temannya berpikir keras. Beberapa saat kemudian tercetus ide di otak kecil Rafa.
"Gue tahu caranya!"
"Gimana?"
Rafa merogoh tasnya, seperti sedang mencari sesuatu. Dan benar, Rafa mengambil tiga topeng monyet dari dalam tas. Tunggu, topeng monyet?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]
Fiksi RemajaAwalnya, Arfan mengira Fasya adalah gadis yang menyebalkan, karena irit senyum dan juteknya minta ampun. Pertemuan mereka untuk pertama kalinya sangat klise. Semakin lama, Arfan semakin mengenalnya. Fasya itu gadis yang berbeda dengan yang lain. Me...