Chapter 23 - Ulah Si Raja Sotong

734 104 25
                                    

Seorang wanita paling bisa mengingat kesalahan seorang laki-laki padanya hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Karena hati mereka itu sensitif seperti kaca. Maka, jaga baik-baik jangan sampai kamu melukainya.

—Kamu Separuh Agamaku—

***

ARFAN tidak habis pikir ketika mendapatkan reaksi tidak terduga dari Fasya, setelah Rafa tidak berpikir lebih dulu mengenai apa yang ia ucapkan. Bukannya tidak mau mengejar, Fasya sudah hilang entah kemana dan ia ingin memberi Rafa sedikit pelajaran, meskipun laki-laki itu sahabatnya sendiri.

Arfan memberi Rafa tatapan penuh kilatan amarah seraya berjalan menghampiri. Sementara laki-laki yang dimaksudkan itu hanya menyengir tanpa dosa.

Tangan Arfan mengepal kuat setelah ia melepas helm lalu melemparnya asal. Bagas cukup terkejut saat Arfan bersikap demikian. Lantas ia mengambil helm kemudian ditenggerkan di kaca spion motor milik Arfan.

Dilihat dari ekspresi wajah, dapat diterka jika pemuda itu sedang marah besar. Secepat kilat Bagas segera menghampiri keduanya ketika ia melihat Arfan sudah mencengkram salah satu kerah bajunya Rafa. Bagas langsung mencekal tangan Arfan yang sudah terkepal kuat sebelum melayang di wajah Rafa.

"Ar, semua bisa diselesain dengan baik-baik. Itu, kan yang lo ucapin tadi? Istigfar!" cegah Bagas. Arfan berpaling dari Rafa dan menoleh ke samping.

Bagas susah payah menelan saliva melihat raut wajah Arfan yang menakutkan. Singa dibalik kucing, pikir Bagas mulai meracau.

"Untuk kali ini enggak, Gas! Biarin aku nyelesein ini pake caraku. Ini menyangkut masa depan!" cerocos Arfan dengan nada menggebu.

Bagas mengangguki saja ucapan Arfan tersebut. Tanpa menunggu lagi, Arfan kembali menghadap Rafa yang lagi-lagi tengah memasang wajah tanpa dosa.

Saat itu juga rasanya ia ingin menonjok muka Rafa dengan sekuat tenaga. Ia mendekat pada sahabatnya itu lalu menguatkan pegangannya di kerah seragam Rafa dan bersiap-siap. Beberapa detik setelahnya...

"Aw! Aw! Aw! Sakit, Ar!" pekik Rafa mengaduh kesakitan tatkala kedua pipinya dicubit dengan gemas oleh Arfan. Sedangkan Bagas yang sedari tadi melihat adegan yang menegangkan akhirnya bisa bernafas lega. Untungnya Arfan tidak jadi meluapkan kekesalannya dengan kekerasan.

"Rasain! Makanya lain kali kalau mau ngomong disaring dulu. Ingat, ya! Lidah memang tidak bertulang, tapi lidah bisa lebih tajam daripada pedang. Pepatah juga mengatakan mulutmu harimaumu. Gunakan mulut kita sebaik mungkin, jangan digunakan untuk menyakiti hati orang lain. Ngerti?"

Rafa mengangguk pasrah. Kata 'maaf' terus terucap dari bibirnya sambil memasang wajah memelas. "Sebagai permintaan maaf, gue akan bantu lo cari Fasya. Sampai ketemu!" cetus Rafa.

Arfan mencoba menetralkan emosi, tidak butuh waktu lama ia tersenyum tulus lalu memeluk Rafa. "Makasih."

"Harusnya gue yang bilang makasih. Makasih udah mau maafin gue," ucap Rafa diakhiri kekehan.

Arfan melepas pelukannya. "Iya, sama-sama."

Bagas tersenyum lega. Akhirmya tidak terjadi kekerasan dan persahabatan mereka masih terjaga. Ia mendekati kedua sahabatnya itu lalu merangkulnya.

"Yuk, cari sekarang!"

Arfan dan Rafa mengangguk. Mereka lantas menaiki motor masing-masing lalu mengenakan helm. Mereka mulai menyusuri jalan yang biasa dilewati Fasya ketika pulang. Yang kebetulan juga, arah lari Fasya sama seperti jalan pulang ke rumahnya.

Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang