Boleh kita meminta dia menjadi jodoh kita. Tapi jangan sampai kita lupa jika perihal jodoh, Allah yang mengatur. Jodoh kita ataupun bukan itu memang yang terbaik untuk kita. Karena Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.
—Kamu Separuh Agamaku—
***
SENYUM Fasya mengembang saat melihat Sindy sudah siap melaksanakan salat berjamaah di masjid bersama dirinya. Ia merangkul Sindy dengan senyum melebar. Setelah hujan mereda, Fasya memilih pergi ke masjid untuk menuaikan salat isya'.
Mereka berjalan beriringan sampai di depan gerbang, akan tetapi ketika melihat Tyas juga keluar gerbang, Sindy lantas menyusulnya dan meninggalkan Fasya sendirian. Fasya melipat tangan sambil geleng-geleng kepala. Dirinya ditinggal sendiri di dekat gerbang sedangkan Sindy dan Tyas berjalan lebih dulu sambil berbincang-bincang. Fasya menghela nafas lalu keluar dan menutup gerbang.
Saat Fasya berbalik badan, ia dikejutkan dengan kedatangan Arfan dan seorang perempuan. Keningnya mengerut samar, tak elak jika hatinya kini mulai memanas. Rasa tidak suka muncul begitu saja, membuatnya cukup tersiksa.
"Assalamualaikum," ucap Arfan dan Vera bersamaan.
"Waalaikumsalam," jawab Fasya sambil mencoba tersenyum ramah, walaupun hatinya sekarang sedang tidak baik-baik saja.
"Oh, ya, Sya. Kenalin dia Vera temen aku." Arfan memperkenalkan Fasya dengan Vera agar mereka saling kenal dan bisa saling dekat. Itu dia lakukan agar setidaknya Fasya memiliki teman perempuan.
"Vera." Vera menjulurkan tangannya dan disambut oleh Fasya.
"Fasya."
Mereka saling melempar senyum sebagai sambutan pertama. Arfan pun juga begitu. Tiba-tiba dari arah belakang ada yang mengejutkan mereka.
"Dor!"
"Allahuakbar!" ucap Fasya, dan yang lainnya bersamaan sambil memegangi dada. Ternyata ada Rahman dan Lala yang berada digendongan pria setengah baya itu.
"Yaelah, Ar. Dua-duanya kamu sikat. Tapi nggak papa, Ayah ridho punya mantu dua cantik-cantik dan sholehah pula. Bangga Ayah sama kamu. Tidak sia-sia kegantengan Ayah turun ke kamu. Iya, nggak La? Setuju nggak kalau punya kakak tiga?"
"Ayah..." rengek Arfan malu.
"Setuju!" seru Lala dengan polosnya. Rahman lantas menahan tawa lalu pergi meninggalkan mereka bertiga yang mendadak dilanda kecanggungan.
"Kalau gitu aku duluan, ya," pamit Arfan cepat-cepat. Ia tidak tahan lagi dengan debaran jantung yang iramanya tidak terkendali. Fasya dan Vera mengangguk. Dua-duanya masih merasa asing. Mereka lantas berjalan bersama sambil saling memulai obrolan.
"Sejak kapan berteman dengan Arfan?" tanya Fasya penasaran.
"Sejak kapan, ya?" Vera mencoba mengingat-ingat. "Sejak Arfan masih ingusan, deh kayaknya," sambungnya sambil tertawa pelan dan membayangkan betapa lucunya Arfan saat itu.
"Wah... lama banget ternyata. Berarti udah kenal deket, ya sama Arfan." Fasya ingin tahu lebih jauh, meskipun hatinya kini tengah meronta kesakitan.
"Iya, dia itu orangnya baik, perhatian, ramah, menghormati perempuan, nggak pernah kasar, pokoknya idaman banget. Eh!" Vera langsung tersadar jika ia sedang membicarakan seseorang. Refleks ia menutup mulut karena keceplosan.
"Cie..." Fasya menyenggol tubuh Vera yang terlihat salah tingkah sekarang. Ia terlihat senang ketika Vera menceritakan Arfan. Hanya Allah dan dia saja yang tahu bagaimana keadaan hatinya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]
Teen FictionAwalnya, Arfan mengira Fasya adalah gadis yang menyebalkan, karena irit senyum dan juteknya minta ampun. Pertemuan mereka untuk pertama kalinya sangat klise. Semakin lama, Arfan semakin mengenalnya. Fasya itu gadis yang berbeda dengan yang lain. Me...