Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah, apabila kau mau maka sia-siakanlah pintu tersebut atau peliharalah
(HR. Tirmidzi)
—Kamu Separuh Agamaku—
***
PAGI ini kesempatan bagi Fasya untuk menemui orang yang paling ia cintai. Hari ini hari libur. Dan hanya di waktu ini ia tidak disibukkan dengan banyaknya tugas. Fasya mendesah resah ketika ia tahu sang mama tidak bisa mengantarkannya, karena Sindy ada urusan pekerjaan.
"Maaf ya, sayang. Mama nggak bisa nemenin kamu. Hari ini Mama ada kerjaan penting dan nggak bisa ditunda," sesal Sindy sambil mengusap lembut pundak putrinya.
Sindy bekerja menjadi seorang karyawan biasa di salah satu perusahaan yang menjadi milik keluarga almarhum suaminya. Karena ia tidak memiliki pendidikan yang tinggi, hanya lulusan SMA. Sebenarnya ia di beri tawaran memimpin perusahaan, namun dengan tegas ia menolak. Sindy hanya lulusan SMA, mana mungkin bisa memimpin sebuah perusahaan? Diterima menjadi karyawan kantor saja sudah alhamdulilah. Maka, masalah perusahaan yang menjadi miliknya ia amanatkan kepada adik dari almarhum. Karena ia yang lebih layak.
Fasya tertunduk lesu. "Yaudah deh, Ma. Nggak papa, Fasya sendiri aja," ucapnya pelan. Sindy jadi tidak tega. Ia lantas memeluk Fasya.
"Diantar sama Arfan mau tidak?"
Mata Fasya membulat sempurna, spontan ia melepas pelukan dengan paksa. "Nggak, nggak mau!" tegasnya.
Ini semua demi menjaga image-nya. Arfan tidak boleh tahu kalau nanti Fasya akan menangis untuk kedua kalinya. Cukup disaat awal bertemu, itu sudah membuatnya malu.
"Yasudah ya, Mama berangkat dulu. Assalamualaikum." Sindy mengecup dahi Fasya sekilas. Fasya tersenyum riang mendapatkan ciuman dari sang mama.
"Waalaikumsalam, hati-hati, Ma." Fasya melambaikan tangan sampai Sindy menghilang dari pintu utama rumah mereka. Terdengar suara deru mesin mobil menyala tak lama mobil milik Sindy melaju menuju kantor.
Fasya menutup kembali korden jendela yang menghadap langsung pada halaman rumahnya, setelahnya ia melangkah menuju meja makan untuk sekadar mengisi perutnya.
Jam menunjukkan pukul tujuh tepat dan Fasya berencana pergi pukul delapan. Masih ada waktu satu jam, ia memutuskan untuk sarapan. Tangannya dengan lihai mengoleskan selai strawberry pada selembar roti lalu menumpuknya dengan roti lagi.
Kemudian ia melahapnya dengan santai. Menikmati setiap kunyahan yang ada di mulutnya. Bagaimana rasa manis dari selai menyentuh lidahnya. Sambil memejamkan mata ia memakan roti buatannya sendiri, bagai mengiklankan sebuah makanan.
Tidak berselang lama, bel rumah berbunyi nyaring dan berhasil mengusik ketentraman jiwanya sekarang ini. Rasa malas menggelayuti tubuhnya lantas ia memanggil Bi Iis untuk membukakan pintu.
"Bi Iis yang cantik kayak selena gemes boleh tolong bukain pintunya tidak? Mode mager Fasya lagi on!" teriak Fasya namun tetap dengan intonasi yang mengalun lembut, ia tidak ingin berbicara tidak sopan kepada orangtua.
Tak lama wanita bertubuh gempal berlari kecil menghampiri Fasya yang tengah duduk di kursi ruang makan dari arah dapur.
"Siap, Non."
Fasya terlihat tidak peduli siapa yang datang sepagi ini. Mungkin tukang koran, tukang sayur, atau malah selles radiator. Ah, Fasya malas memikirkan hal itu, yang terpenting kini perutnya terisi dengan makanan. Kemudian Fasya menghabiskan sisa roti dengan khidmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Separuh Agamaku [TERBIT]
Teen FictionAwalnya, Arfan mengira Fasya adalah gadis yang menyebalkan, karena irit senyum dan juteknya minta ampun. Pertemuan mereka untuk pertama kalinya sangat klise. Semakin lama, Arfan semakin mengenalnya. Fasya itu gadis yang berbeda dengan yang lain. Me...