Previous chapter:
Jimin menatap Vally yang terkulai lemas di bawahnya dengan mata terpejam. Ia mengecup istrinya tersebut sebelum menenggelamkan wajahnya di leher Vally. Menikmati kehangatan yang ia rasakan di bawah sana. "Aku mencintaimu," bisiknya tepat di telinga. Vally tersenyum dan mengelus rambut Jimin yang sedikit basah karena keringat.***
Usia kandungan Vally kini menginjak minggu ke-12. Perutnya sudah mulai membuncit dan menjadi kebiasaan baru Jimin untuk mengusap perut yang tak lagi rata itu setiap saat. Berbicara dengan anaknya yang sedang tumbuh di dalam rahim Vally, masih sangat kecil, jika digambarkan—kiranya sebesar buah plum.
Memberi usapan hangat di pagi hari beserta sapaan tepat di depan perut Vally merupakan aktivitas yang tak pernah Jimin lewatkan. Berusaha menjalin kontak dengan anaknya, karena ia sudah bisa merasakan dan merespon dengan menggeliat, meninju atau menendang meski gerakannya masih terlalu kecil untuk bisa Vally rasakan. Sengaja dilakukan sebagai latihan dasar untuk melatih responnya terhadap rangsangan dari luar.
Hati Vally selalu terenyuh melihat semua perlakuan Jimin padanya yang menunjukan betapa Jimin sangat menantikan kelahiran seorang anak di dalam keluarga kecil mereka. Jimin benar-benar menunjukan sisi suami siaga saat sang istri hamil. Pria yang kurang dari 6 bulan lagi menjadi seorang ayah itu bahkan tidak pernah mengeluh tiap kali Vally mengalami mood swing yang terkadang memancing emosi.
Jimin selalu membayangkan bagaimana wajah anak mereka kelak. Apakah lebih mirip dengannya atau dengan Vally atau bahkan perpaduan wajah mereka. Dia sangat penasaran dan juga gemas saat Dokter Kwon menjelaskan bahwa pada usia janin ke-12 minggu ini, janin mulai bisa menguap. Pasti sangat lucu sekali melihatnya.
Bila berbicara tentang perubahan pada Vally, tentu saja ada. Kini wanita itu lebih sering merasakan kram perut akibat rahimnya yang membesar terutama saat bergerak dengan cepat, batuk, dan bangun dari tidur.
Termasuk perubahan pada kulitnya yang kini cenderung lebih berminyak sebab hormon kehamilannya. Seperti saat ini, Jimin tengah memandangi wajah Vally yang masih tertidur pulas di hadapannya. Sebuah kurva terukir tatkala Jimin menangkap satu tonjolan kecil berwarna merah tepat di pipi kanan Vally.
Ia yakin nanti ketika Vally menyadari ada satu jerawat lagi yang tumbuh di wajahnya, istrinya akan menjerit tidak terima. Pasalnya sudah ada tonjolan yang sama di pipi kanannya juga. Terlebih sebelum hamil, kulit Vally selalu bebas dari jerawat atau masalah kulit lainnya. Karena ia selalu merawat wajahnya dengan baik—juga ia menggunakan skincare dengan harga selangit.
Melihatnya, Jimin menunjukkan sikap sebaik mungkin untuk menenangkan Vally. Bahkan tak segan untuk mengantar Vally ke dokter spesialis kulit untuk berkonsultasi.
Suami idaman bukan?
Tangannya Jimin bergerak untuk menyusup ke dalam gaun tidur Vally dan berhenti di perut yang mulai membesar itu. Memberi sentuhan lembut berputar-putar. Senyuman Jimin kembali merekah mengingat di dalam perut itu ada hasil yang tengah tumbuh berkat benihnya yang ditanam. "Aku berhasil," batinnya.
Mendapat usapan lembut pada perutnya, Vally menjadi terbangun. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan. Saat penglihatannya sudah jelas, wajah Jimin adalah yang pertama ia temukan. Memberi senyuman manis sebagai sapaan paginya dengan mata yang menghilang entah di telan bumi atau monster. Tapi itu bukan pemandangan aneh untuk Vally, memang seperti demikian wajah Jimin saat baru bangun. Namun bagi Vally itu sama sekali tidak mengurangi ketampanan suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURVIVED [end]
Romance[BOOK II] [Completed] Kelanjutan kisah perjalanan cinta antara Hwang Jimin dengan Valerie Johnson-Hwang. Dari awal Valerie memang sudah berkata bahwa pernikahan bukanlah akhir dari cerita cinta bahagianya dengan Hwang Jimin, melainkan sebuah awal...