Track 12

67 9 0
                                    

"Jadi seperti itu, aku khawatir," ujar Aldila

Kurang lebih tiga puluh menit, Aldila menceritakan kekhawatirannya tentang Devina akhir–akhir ini, dan juga kejadian siang tadi

"kasihan juga teman kamu itu," jawab ibunya prihatin.

"Iya kan, Ma?, memangnya ada apa sih dengan keluarganya Devina? kenapa banyak orang tua yang menyuruh anaknya tidak bergaul sama Devina?" tanya Aldila

"Aduhhh, kamu masih terlalu kecil untuk tahu alasannya, tapi menurut Mama, itu bukan alasan buat jauhi dia, apalagi kalau yang kamu bilang itu benar, kita harus lebih perhatian sama dia, kalau perlu kita minta pertolongan sama komisi perlindungan anak," jelas ibu Aldila

"Benar ya, Ma?" ujar Aldila terlihat senang

"Iya,"

"Makasi, Ma" ucap Aldila sambil memeluk ibunya.

"Iya sama-sama, sekarang kamu makan, lalu minum obat sebelum kerjakan PR, habis itu tidur. Oke?"

"Oke, Ma" jawab Aldila sambil mengacungkan jempolnya tanda setuju.

***

Suara gelas pecah terdengar dari luar kamar Devina seolah menjadi selingan di antara ketatnya perdebatan antara kedua orang tuanya

Anak itu hanya bisa menangis terisak-isak di dalam kamar saat kedua orang tuanya berdebat.

Ia bahkan tidak mengerti apa yang sedang didebatkan oleh kedua orang tuanya, dia juga terlalu takut untuk mencari tahu, yang ada hanya ketakutan dan kengerian yang dia rasakan

Baginya sekarang, rumah, sudah tidak terasa seperti rumah baginya

"Hahaha, ini seperti neraka bagimu kan?"

Devina kaget tatkala mendengar sebuah suara yang tidak dia ketahui darimana asalnya. Ia melihat sekeliling tapi tidak ada siapa pun di kamar itu

Tidak ada siapa pun kecuali bayangannya di cermin

Ia menatap langsung ke arah pantulan dirinya di cermin sambil memikirkan hal-hal mistis yang mkungkin sedang terjadi saat ini.

Ia mengusap air matanya sambil mencuri-curi pandang ke arah cermin itu, keanehan mulai terjadi

Di saat Devina masih berusaha membersihkan air matanya, pantulan dirinya di cermin malah diam saja sembari menatap Devina

Anak itu kaget saat menyadari tatapan itu, Devina berusaha memukul-mukul pipinya berharap apa yang terjadi hanyalah sebatas mimpi, tapi pantulan dirinya malah tersenyum

"Kau benar-benar bodoh," ujar pantulan Devina sambil tersenyum jahat

"kau tidak mungkin nyata, aku pasti berhalusinasi," sangkal Devina masih sedikit terisak-isak

"Dasar cengeng, apa yang membuatmu menangis?" tanya sosoknya di cermin

"Tidak ada anak-anak yang mau bermain denganku, dan orang tuaku setiap hari bertengkar seperti itu, kadang mereka melampiaskan kekesalannya padaku,"

"Itu karena kau tidak sempurna ...," ledek Devina di cermin

"Apa maksudnya?"

"Bayangkan saja, kalau kau sempurna, teman-temanmu tidak akan menjauhimu, dan orang tuamu akan menyayangimu,"

Devina sempat berpikir sejenak untuk mencerna kata-kata dari pantulan bayangan dirinya

"Aku pasti sudah gila, maksudku ... aku bicara pada pantulan diriku di cermin," ujar Devina berusaha berpikir logis

"Aku ada karena kau tidak sempurna, aku di sini untuk menyempurnakanmu, aku akan membantumu mendapatkan teman dan membuat orang tuamu menyayangimu."

Semua yang dikatakan pantulan dirinya persis apa yang di inginkan Devina, menyadari itu ia mulai memperhatikan perkataan bayangan dirinya itu

"Lalu ... bagaimana kau akan membantuku?" tanya Devina

"Aku akan menggantikanmu ...,"

Bersamaan dengan kata-kata itu suara petir menggelegar seperti sebuah pertanda buruk tentang apa yang terjadi

Devina yang takut terhadap petir kaget dan menutup matanya saat suara Guntur terdengar, tapi saat ia membuka matanya, bayangannya sudah tidak lagi berbicara dengannya ... bayangannya menjadi normal

Devina merinding, mengingat kejadian yang baru saja terjadi, dengan perasaan takut ia segera mengerjakan pekerjaan rumahnya kemudian bergegas tidur, meskipun cukup lama bagi anak itu terjaga memikirkan apa yang baru terjadi pada dirinya dari balik selimut, sampai akhirnya ia lelah tertidur pulas

***

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ibu Devina membangunkan anaknya itu.

"Ada yang cari kamu" kata ibu Devina

"Siapa bu?" tanya Devina terdengar masih mengantuk

"Lihat saja sendiri."

Devina kemudian bergegas keluar, dia terkejut saat membuka pintu ternyata yang datang Aldila bersama ibunya untuk mengajak Devina bersama-sama ke sekolah

Menyadari dirinya belum bersiap-siap Devina segera bergegas untuk mandi,

Anak itu sempat menghentikan langkahnya di dapur dan menanti reaksi ibunya, tapi tidak ada reaksi apa pun dari ibunya.

Hanya tatapan dingin yang didapatnya, membuat ia kembali kehilangan semangatnya

Meskipun tidak lagi bersemangat, Devina tetap berusaha untuk tidak membuat sahabatnya itu menunggu telalu lama

Tidak lama ia telah selesai berpakaian, anak itu menggunakan pakaian olahraga sesuai mata pelajaran hari ini

Setelah semuanya siap Devina berjalan menuju ibunya untuk berpamitan

"Ibu, Devina pergi sekolah dulu ya?" ujar Devina kemudian berusaha mengambil tangan ibunya untuk salim

Tapi ibunya sama sekali tidak menanggapi, dan malah berpaling berjalan ke ruang tamu

Hal itu tentu menyakiti Devina, tetapi ia tidak ingin terlihat murung, apalagi di luar ada sahabatnya yang datang bersama orang tuanya

Dengan menarik napas panjang, Devina kemudian menghembuskannya dan memasang wajah ceria sebelum akhirnya keluar dari rumah dan menyapa Aldila

"Maaf ya, sedikit lama, aku lupa di mana taruh pensilnya hehe," ujar Devina berbohong

"Oh iya tidak apa-apa, ayo berangkat," balas Aldila tersenyum

Devina hanya mengangguk mengiyakan




jangan lupa vote, dan komen, bacanya #dirumahaja ya


see you next week

Devina 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang