Part20. Tamparan

633 33 0
                                    

"Dengerin Ayah, Rey.." Lirih Fadnan. Reyhan pun mendongak. Ia sebenarnya tak mau mendengar apapun, akan tetapi Fadnan terus memaksa.

"Kalau kamu berfikir Mami itu bohong, iya! Dia memang bohong, akan tetapi dia melakukan itu karena dia sayang sama kamu, Dia nggak mau kamu sedih,"

Reyhan mendongak ke arah Ayahnya itu.

"Reyhan mau dengar semuanya, Yah.." lirih Reyhan. Fadnan tersenyum, kemudian mengajak Reyhan duduk di sampingnya. Saat Reyhan sudah di sampingnya, Fadnan mengambil nafas panjang.

"Dulu, Ayah di jodohin sama Bunda Afif dan Afifah. Akan tetapi sebelum perjodohan itu, Ayah sudah lama mencintai Sasa. Mami kamu itu ikut akselerasi dan bisa kuliah lebih cepat, saat dia kuliah Dia dekat dengan Kakak angkat ayah. Semuanya terjadi begitu cepat, ini semua salah Kakak angkat Ayah. Saat Kakak Ayah ingin bertanggung jawab, Dia kecelakaan dan meninggal, Mami kamu Shock dan hendak bunuh diri akan tetapi masih bisa di selamatkan, itu sebabnya Ayah membawa mami ke indonesia dan akhirnya kamu hadir. Ingat, nggak? Saat Bunda Sasa jemput kamu dan Mami di sini? Saat itu juga, Om menceritakan kalau Mami kalian itu masih hidup dan Dia sudah mempunyai Kamu, Rey...(blablabla)" Reyhan terdiam. Ia merasa bersalah karena tak mau mendengarkan mami nya tadi. Reyhan menyambar kunci mobilnya dan segera berdiri.

"Pulang, Yuk yah! Reyhan mau minta maaf sama Mami," ajak Reyhan. Fadnan tersenyum lalu mengangguk. Saat keluar kamar, Fadnan dan Reyhan mendapati Aca berada di depan pintu, menggunakan baju milik syifa. Di sampingnya juga ada Syifa.

"Aca? Kok di sini?" Tanya Reyhan tidak percaya.

"Aku juga harus cari kamu, Kan. Kalau kamu menghilang terus, nanti yang antar jemput Aku siapa?" canda Aca. Reyhan pun tertawa tipis, memang belakangan ini, karena mobil Aca di pakai oleh saudara tirinya itu, Aca selalu di antar dan di jemput oleh Reyhan, hanya saja tadi pagi tidak.

"Kak Rey, pacar lo yah?" Tanya Syifa, remaja yang masih duduk di bangku kelas sembilan itu. Reyhan nyengir.

"Calon Dek," jawab Reyhan membuat Syifa tertawa ngakak. Aca sudah menggaruk belakang kepalanya. Fadnan kemudian menjewer kuping Reyhan.

"Iya, maaf Yah.."

"Tante Difia mana Syif?" tanya Fadnan.

"Oh, Mama lagi di kamar mandi, Om perlu apa?" Tanya Syifa. Fadnan menggeleng.

"Nggak, bilang in kalau kita pamit, Yah. Makasih," Syifa mengangguk kemudian segera mengantar mereka ke ruang depan setelah sebelumnya berpamitan dengan Sarah.

Reyhan meminta Aca untuk duduk di mobilnya. Aca pun mengangguki permintaan Reyhan. Mobil pun semakin melaju untuk menuju mereka pulang.

"Aku langsung pulang, Yah!" Ucap Aca. Reyhan mendongak seakan tak setuju.

"Kenapa? Mending ke rumah Aku aja,"

"Hmm, Aku udah di telfon tadi,"

"Oh, ya udah,"

Sebenarnya Aca tidak di telefon. Ia saat ini hanya ingin memaki saudara tirinya itu, Emosi nya kembali naik. Awas saja mereka!

Setelah sekitar satu jam menempuh perjalanan, mereka sudah sampai di depan gerbang rumah Aca. Setelah pamit, Aca langsung memasang langkah cepat dan mencari saudara tirinya itu.

Tepat saat Ia masuk, Naomi dan Shiren sedang duduk di ruang Tamu sambil bermain ponsel mereka.

"Sialan yah kalian!" Umpat Aca. Naomi dan Shiren kemudian mendongak sebentar lalu kembali fokus pada ponsel mereka.

"Lo ngomong apa, Sih?" Tanya Naomi. Masih fokus pada ponselnya.

Aca tak suka sikap mereka, Ia kemudian mengambil ponsel mereka kemudian segera membantingnya ke lantai dan membuatnya jadi pecah berantakan.

Naomi dan Shiren langsung kaget. Mereka shock dengan yang Aca lakukan barusan.

"Maksud lo apa, Sih?!" Suara Naomi mulai mengeras. Ia menunjuk Aca dengan telunjuk nya.

"Lo juga bisa hasut Papa gue biar bisa beli yang baru, juga, Kan?" Ledek Aca. Ia tau, ponsel itu adalah ponsel baru pemberian dari Papa nya untuk mereka.

"Jaga yah ucapan, Lo!"

"Emang benar, Kan?! Udah, deh! Gue gak mau bahas itu!" Aca kembali pada topik yang tadi.

"Kalian kan yang udah masang kertas laknat itu di Papan mading?!" Tanya Aca.

"Kertas apaan?! Gue gak tau apa-apa!" Tepis Shiren dan Naomi.

"Nggak usah ngeles! Gue udah tau! Orang licik kayak kalian berdua itu, nggak bisa di percaya! Pembohong semuanya, Sialan!" Umpat Aca lagi.

"Kalian itu nggak ada hati, Yah! Nggak kasihan apa sama mereka?! Di mana otak, Lo? Di mana hati Lo berdua?! Gara-gara Lo berdua dan Mama Lo yang sialan itu, sekarang Mami Caca harus sedih! Lo fikir di fitnah kek gitu gak bikin hati apa?! Gue doain semoga lu kena fitnah orang!"

"Fitnah? Emang bener, Kan?! Ibu Alicia itu ja**ng! Gue cuma nulis yang benar, Kok" Shiren langsung menatap Naomi yang mengatakan hal itu tanpa sadar. Naomi yang sadar segera menutup mulutnya, Ia keceplosan.

"Tuh, Kan! Emang yah, Anj**g Lo berdua!" Maki Aca. Shiren dan Naomi saling tatap kemudian kembali tertawa, karena sudah ketahuan mau di bikin apa lagi.

"Terus, emang kenapa? Lo mau marah, Hah?!" Shirem nampak mendorong bahu Aca keras. Aca kemudian mengepalkan tangannya siap untuk memukul Shiren.

"Kalian punya masalah apa sih sama Reyhan?! Hah?!"

"Bukan kita sih, tapi Mama. Musuh mama artinya musuh kita juga," Aca semakin kesal saja.

"Oh, si Wanita matre itu yang nyuruh, cihhh... menjijikan, dasar tidak laku!"

"Jaga yah ucapan kamu!" Naomi mendorong Aca. Aca tak terima, Ia sudah menonjok wajah Naomi sehingga bibirnya mengeluarkan darah.

Naomi dan Shiren tak terima. Mereka membalas Aca, satu lawan dua. Aca pernah ikut ekskul karate, sehingga Ia bisa menghindar dari kedua serangan mereka. Aca selalu memukul Naomi dan Shiren, hingga bi Tata melihat mereka, dan berusaha melerai akan tetapi tak di dengarkan.

"Tuan!! Tuan!! Tuan!! Nyonya! Nyonya! Non Aca sama saudaranya kelahi tuan," bi Tata menghampiri Wirawan dan Laura yang baru sampai dari kantor Wirawan. Wirawan panik, Ia melihat mereka saling adu tonjok.

Saat itu Shiren hendak memukul Aca dengan Vas bunga, kemudian Wirawan menahan tangan Shiren cepat. Semuanya terhenti.

"Papa?" Ucap mereka barengan.

"Pa? Papa lihat, Kan? Mereka itu gak sebaik yang Papa kira, mere-" belum sempat ucapan Aca selesai,

PLAKK!!

Satu tamparan melayang ke Pipi Aca. Aca kaget, Ia terdiam. Untuk pertama kalinya, Papanya menampar dirinya, bahkan luka batin yang ia alami selama ini justru juga menjadi luka fisik.

Aca menatap ke arah Papanya dengan tatapan tidak percaya. Apakah ini adalah Papanya? Aca harap tidak.

________________

VOTE DAN KOMEN DONG:))))

GIMANA?

KOMEN DONG:(((((


KASIH PENDAPAT KALIAN:)

Please Papa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang