Kim 3

451 68 27
                                    

Selama perjalanan pulang, Taehyung tak henti menatap Seokjin yang sedang mengendarai mobil dan Namjoon yang duduk di bangku tengah dengan wajah muram.

“Kenapa kau terus memperhatikanku?” tanya Namjoon, membuat Taehyung tersentak.

“Apa kalian tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?”

Namjoon mendecak, bukannya menjawabnya malah diberi pertanyaan balik.

“Apa yang sedang mengusik pikiranmu, Taehyung?” tanya Seokjin.

“Kalian menyembunyikan sesuatu dariku, kan? Kata Jimin, saat istirahat kalian berada di perpustakaan. Itu bukan hal yang biasa dilakukan Kak Namjoon, kan? Apa yang kalian bicarakan di sana?” tanya Taehyung, membuat Seokjin dan Namjoon meringis karena suaranya yang berisik.

“Aku tidur di perpustakaan, apa itu masalah untukmu?” tanya Namjoon, berbohong.

“Jelas saja, tidak biasanya kau tidur saat di sekolah.” Jawab Taehyung, tak percaya.

“Semalaman aku tidak tidur untuk persiapan olimpiade nanti. Apa kau lupa, kalau aku dicalonkan menjadi peserta olimpiade?” tanya Namjoon, membuat Taehyung berpikir sejenak.

“Iyakah? Kapan kau mengatakannya? Aku tidak ingat,” ucap Taehyung sembari menepuk dagunya dengan jari telunjuknya.

Namjoon memutar matanya, bisa-bisanya Taehyung melupakan hal tersebut. “Makanya, jangan percaya pada Jimin! Sudah kukatakan, dia bukan anak baik! Kau masih saja berteman dengannya!”

“Jangan menyalahkan Jimin! Dia tadi memujiku, mengatakan bahwa aku manusia ajaib sehingga bisa mendapatkan juara kelas.” Tuding Taehyung.

Mulut Namjoon ternganga, tidak mengerti bagaimana Taehyung bisa bersikap seperti ini.

“Sudahlah, kalian membuat konsetrasi mengemudiku terganggu. Bagaimana kalau terjadi sesuatu? Diamlah,” ujar Seokjin, berusaha menyelesaikan perdebatan kedua adiknya itu.

“Baiklah, aku akan diam, tapi marahi saja dia. Mengapa dia terus menyalahkan sahabat terbaikku? Apa dia iri karena tidak bisa memiliki sahabat seperti Jimin?” tanya Taehyung, membuat Seokjin menahan tawanya.

Seokjin menatap kaca kecil yang menggantung di atas kepalanya, memperhatikan Namjoon yang menahan kesal sambil menggeleng atas tingkah ajaib Taehyung.

“Bagaimana pendapat Kakak tentang Jimin?” tanya Taehyung pada Seokjin.

Sontak alis Seokjin terangkat, cukup lama ia diam dan berpikir.

“Kenapa tidak dijawab? Apa Kakak berpendapat sama seperti dia?” tanya Taehyung sembari menunjuk Namjoon.

Namjoon hanya mendelik tanpa melontarkan kata-kata.

“Aku tidak bisa menilai orang hanya dari cara penglihatanku saja. Aku tidak dekat dengannya, jadi bagaimana mungkin bisa menilai baik atau buruknya. Sejauh ini, jika dia tidak menyakitimu, tandanya dia adalah anak yang baik.” Kata Seokjin, berusaha memberikan jawaban terbaiknya.

“Jimin tidak pernah menyakitiku, Kak. Dia selalu membuatku senang, walau kadang kesal.” Sahut Taehyung.

“Begitulah pertemanan,” gumam Seokjin, tanpa terdengar oleh Namjoon dan Taehyung.

“Sudahlah, katanya kau akan diam. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada kita!” ketus Namjoon, membuat Taehyung menatapnya tajam.

...

Setelah tiga puluh menit berada di rumah dan sudah mengganti pakaian masing-masing. Kim bersaudara kembali berkumpul di ruang keluarga dengan kesibukkan masing-masing. Namjoon dengan pikirannya, Seokjin dengan ponselnya, dan Taehyung dengan acara televisi kesukaannya yang tak lain adalah kartun.

Kim Brothers (thEnd)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang