Kim 4

430 63 14
                                    

Bintang bertaburan di langit dengan sinarnya yang terang, pemandangan yang disukai banyak orang, termasuk Taehyung. Ia duduk di atas rerumputan halaman belakang rumah, sendiri, tanpa Seokjin dan Namjoon. Kali ini, pemandangan langit yang indah tak bisa membuat pikiran Taehyung menjadi baik. Ia masih mempertanyakan kondisi Seokjin setelah kejadian siang tadi.

“Apa bintang-bintangnya bersinar lebih terang?” tanya Namjoon yang berjalan mendekatinya.

Taehyung tak memberi respon, bahkan sampai Namjoon duduk di sebelahnya.

“Bintangnya bersinar lebih terang,” ucap Namjoon, setelah melihat langit. “Namun, apa yang mengganggu pikiranmu?”

Taehyung menatap Namjoon sesaat, kemudian beralih pada ujung sandal yang dikenakannya.

“Apa ini tentang Kak Seokjin?” tebak Namjoon.

Taehyung mengangguk samar tanpa mengucapkan sepatah kata.

“Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Kau tahu bagaimana Kak Seokjin, kan? Mungkin, suasana hatinya juga sedang tidak baik karena ayah pergi ke luar kota, itu artinya Kak Seokjin harus menggantikan ayah di kantor.” Jelas Namjoon.

“Bagaimana jika Kakak yang menjadi diriku? Tidak mengetahui apa penyakit yang kita derita adalah hal teraneh yang pernah ada.” Ungkap Taehyung.

“Siapa yang bilang aneh? Kau sudah dengar dari dokter waktu itu, kan? Sudahlah, jangan dipermasalahkan terus.” Ucap Namjoon, mencoba menenangkan Taehyung.

“Bahkan, dokter pun tidak memberitahu penyakitku.”

Namjoon tak tahu harus menjawab apa, Taehyung menuntut hal yang benar. Ia hanya ingin tahu apa penyakitnya.

“Apa aku boleh tanya satu hal?” tanya Namjoon.

“Silakan,” sahut Taehyung.

“Kenapa kau bisa berteman dengan Jimin? Menurut pandanganku, sepertinya anak itu biasa saja.”

Taehyung menatap Namjoon dengan dahi berkerut. “Mengapa Kakak menanyakan tentang Jimin? Bukannya Kakak tidak menyukainya?”

“Aku berusaha menerimanya sebagai temanmu, jadi tidak salah jika aku bertanya, kan?” tanya Namjoon.

Taehyung mengangguk cepat dengan senyumannya yang lebar. Ia membenarkan posisi duduknya agar berhadapan dengan Namjoon.

“Ayo, jelaskan!” pinta Namjoon.

“Jimin memang orang biasa, tidak seperti kita yang bisa memiliki apa pun dengan mudah. Jimin itu luar biasa baik, dia tidak pernah marah padaku, walau aku tahu dia pasti kelelahan menghadapi sifatku yang terkadang aneh.” Jelas Taehyung dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya.

“Apa dia teman terbaikmu?” tanya Namjoon.

“Dia teman pertama dan terbaik untukku,” jawab Taehyung, tampak bahagia.

Namjoon tersenyum melihat tingkah Taehyung. Dengan membahas Jimin, ia bisa melupakan kesedihannya atas masalahnya dengan Seokjin.

“Asal Kakak tahu, aku iri dengan Jimin, keluarganya harmonis, kerap kali menghabiskan waktu bersama, berkumpul bukan hanya ketika ada pembicaraan penting, bahkan sepupunya tinggal bersamanya.” Kata Taehyung, tiba-tiba.

Namjoon merasa tertohok mendengarnya.

“Kapan kita bisa seperti keluarga Jimin? Berkumpul setiap hari, membicarakan banyak hal, dan membuat banyak kenangan lain? Ah, aku sangat berharap itu akan terjadi.” Kata Taehyung, lalu menatap langit seakan memohon.

Namjoon tetap diam, bibirnya terasa sulit untuk mengatakan sesuatu. Ia juga kerap kali memikirkan hal yang sama dengan Taehyung, tapi semua itu ia tepis karena merasa mustahil.

“Apa sekarang Kakak sudah menerima Jimin?” tanya Taehyung, membuat Namjoon sadar dari lamunannya.

“Ya, selama dia bisa menjadi teman yang baik.” Jawab Namjoon, berusaha untuk tersenyum.

Kim Brothers (thEnd)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang