6 : hatinya potek

627 79 0
                                    

"KERASUKAN KALI SI ARVIN BILANG GITU!" tuduh Alice berteriak heboh.

Kini Sherina, Alice dan Daisy berada di kantin. Tentang kejadian kemarin tentu saja Sherina ceritakan, tak mungkin ia simpan sendirian.

"IH, JANGAN TERIAK, O'ON!" kesal Sherina ikut berteriak.

"TERUS KENAPA LO IKUTAN TERIAK?" balas Alice tak terima

"KAN BIAR LU DENGER?" Sherina menatap sebal kearah Alice.

"LO PIKIR GUE BUDEK?"

"KAN EMANG?"

"LO TUH ANJ—"

"WOI, BACOT!" geram Daisy setelah menggebrak meja kantin.

"Tahu tempat bisa gak sih? Kalau lo berdua mau teriak, sana pergi ke hutan! Manusia pada gak punya malu kali? Pusing pala gue deket lo berdua, anjing!" omel Daisy menatap sengit kearah Sherina dan Alice. Sedangkan keduanya itu menunduk takut, tak berani berkomentar apapun.

"Lain kali jangan kayak gini," tegur Daisy lalu berjalan pergi dari kantin. Meninggalkan Sherina dan Alice yang masih menunduk takut.

"Alice, Daisy kenapa?" tanya Sherina setelah Daisy tak terlihat di kantin.

"Gak tau. Dari pagi dia emang sensi. Gak ngerti gue juga," jawab Alice mengangkat bahunya tak peduli.

Sherina menatap malas kearah Alice dan memilih untuk berlari mengejar Daisy.

Alice yang melihatnya pun berdecak kesal karena ditinggalkan. Namun sebelum pergi, ia habiskan dulu minumannya.

Kembali ke Sherina, gadis itu berlari menuju kelas karena merasa Daisy akan berjalan kesana. Sherina tersenyum puas dan menambahkan kecepatannya saat punggung Daisy terlihat di koridor.

Gadis itu berseru, "Daisy, tunggu— WOI JANGAN BERHENTI MENDADAK— AW!"

"Aw!" ringis Daisy saat dirinya ditabrak oleh Sherina.

"Maaf! Gak sengaja," ucap Sherina panik. Daisy hanya diam, matanya fokus menatap ke dalam kelas yang membuat Sherina ikut menoleh dan ikut terdiam.

"Kok berhenti di depan pintu?" Alice yang baru datang pun bertanya namun tak dijawab. Gadis itu pun memutuskan untuk mengikuti arah pandang kedua sahabatnya itu.

"Ini maksudnya apa, ya?" tanya Sherina bingung.

Ya bagaimana tidak? Kelas yang biasanya berantakan itu sekarang sudah dirapihkan dan dihias dengan cantik. Tapi bukan itu yang membuat mereka terkejut. Melainkan adanya sosok empat pria yang bukan dari kelas mereka tengah berdiri disana.

Sherina kenal, sepertinya. Ada pria dengan berhidung mancung sedang memegang bunga, namanya Langit. Pria dengan wajah tampan sambil menggoda teman sekelasnya itu adalah Brian. Lalu pria berkulit tan tengah merekam video itu bernama Darren. Dan ada satu lagi, pria tanpa ekspresi, ia Arvin.

"Ngapain?" tanya Daisy menatap tajam kearah Langit.

"Menurut lo?" balas Langit sewot. Sherina dan Alice hanya diam karena mereka tak tahu apa-apa.

"Jualan bunga? Maaf tapi gue gak tertarik beli bunga di lo," ujar Daisy sinis.

"Gue juga gak sudi jual ini bunga ke lo!" sungut Langit mencibir.

"Terus ngapain, Langit?" tanya Daisy lagi dengan gemas.

"APAAN SIH?" seru Alice gregetan. Sherina pun menepuk jidatnya lelah dan menoyor kepala Alice agar gadis itu diam.

"Mau nembak lo biar jadi cewek gue. Mau gak?" ujar Langit mengulurkan buket bunga yang sedaritadi ia genggam.

Daisy menggembungkan pipinya dan sesekali melirik kearah Langit, terlihat seperti tak mau mengambil buket tersebut. Tapi gadis itu berjalan pelan mendekat kearah Langit.

DIJODOHINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang