"ALICE! PLEASE YA ANTERIIIN!" rengek Sherina memeluk manja lengan Alice.
Sekarang sudah waktunya pulang sekolah yang menandakan Sherina harus menemui Arvin di ruang OSIS nanti. Masalahnya mana berani si Sherina ini datang sendirian kesana? Apalagi tadi habis ribut dengan anak OSIS. Bukankah dirinya malah akan tamat?
"Ogah banget, anjir! Lagian yang disuruh kesana 'kan cuma lu doang! Mau ngapain gue disana nanti? Jadi nyamuk?" balas Alice menolak mentah-mentah.
"Ya temenin doang napa sih ih," ucap Sherina melas.
"Gak! Gue anterin sampe depan OSIS doang, sisanya lu urus sendiri!" Alice pun menarik lengan Sherina agar gadis itu berjalan bersamanya menuju ruang OSIS.
Namun gadis bontot itu malah berusaha untuk melepaskan diri, tak mau kesana sendirian.
"AAAAA, NDAA MAUUUU!" teriak Sherina tak bisa diam.
Alice menghela nafasnya kesal dan terus menarik Sherina ke ruang OSIS.
"Diem disini!" titah Alice ke Sherina saat keduanya sudah sampai di depan ruang OSIS.
Sherina menggelengkan kepalanya cepat lalu memohon, "Gak mau! Ajak gue balik aja yaa?"
"Gak bisa, Sher! Lu udah janji 'kan sama Arvin? Harus ditepati, gak boleh gitu," tegur Alice bijak.
Sherina pun mencibir mendengarnya. "Lo juga dah janji mau gantiin uang gue. Mana?"
"Gue pulang, dadah!" Dengan cepat pun Alice berlari meninggalkan Sherina sendiri di depan ruang OSIS.
Sherina mengacungkan jari tengahnya begitu melihat Alice lari meninggalkan dirinya begitu saja. Kemudian ia berbalik, menatap pintu ruang OSIS. Bimbang antara masuk atau menunggu terlebih dahulu.
"Keliatan sepi sih. Apa gue masuk aja, ya?" batin Sherina menatap ragu.
Sherina menggaruk telinganya, bingung. Sungguh ia takut jika ia masuk ternyata anak OSIS malah sedang rapat. Mau ditaruh dimana muka Sherina nanti?
Mengintip juga tak bisa, gorden tertutup rapat membuat Sherina tak bisa mengintip.
"Masuk atau enggak, ya? Masuk, enggak, masuk, enggak, masuk?" batin Sherina gundah.
"ALAH, MASUK AJA LAH!" serunya dalam hati dan membuka pintu dengan kencang.
"HALO, PERMISI. ADA ORA—"
Sherina terdiam, anggota OSIS di dalam sana juga terdiam.
"ANJEEENG!" keluhnya dalam hati.
Untuk menggantikan rasa malunya, Sherina pun terbatuk kecil dan berkata, "Waw, rajin sekali. Maaf, ya. Sherina salah masuk ruangan. Lanjut aja rapatnya. Pararunten Akang, Teteh," pamit Sherina sembari berjalan mundur menuju luar ruangan.
Saat sudah berada diluar ruangan, Sherina memegang knop pintu untuk menutup ruangan tersebut. Mata Sherina bertatapan dengan mata Arvin. Laki-laki itu tengah menatapnya lekat membuat Sherina takut.
Sherina hanya membalasnya dengan lambaian tangan kecil lalu berniat untuk menutup ruangan tersebut sebelum suara Arvin terdengar untuk menyuruhnya diam.
"Diam ditempat, Sherina."
Tubuh Sherina menegang. Anggota OSIS yang tadinya menatap Sherina kini berganti menjadi menatap Arvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIJODOHIN
Fiksi PenggemarNormalnya, jika kita dijodohkan kita akan menolaknya dengan keras kan? Apalagi jika dijodohkan dengan orang yang tidak kita sukai. Namun, gadis bontot ini malah mengajukan dirinya untuk dijodohkan. Gila? Memang, Sherina pun mengatai dirinya sendiri...