Namun

7.4K 451 14
                                    

Tring

Satu notifikasi pesan masuk ke ponsel Varsha. Keningnya berkerut heran, melihat deretan nomor yang tidak ia kenal.

0856xxxxxx
"Hai Varsha, save ya. Ariansyah Pellegri."

Dibacanya pesan tersebut dengan kening yang masih berkerut. Ia bingung bagaimana membalas pesan dari Ari. Pasalnya, Varsha sangat jarang memiliki teman lelaki di media sosial. Bahkan ia lupa kapan terakhir kali menyimpan nomor teman laki-lakinya.

0856xxxxxx
"Jangan lupa, besok jam enam pagi aku tunggu di taman komplek perumahan kamu! :)"

Varsha sedikit terkejut ketika Ari kembali mengiriminya pesan. Lagi-lagi ia hanya membacanya. Kemudian menyimpan nomor Ari di kontak ponsel. Entah kenapa tubuhnya terasa bergetar saat membaca pesan itu. Apa mungkin karena ia sudah lama tidak mempunyai teman lelaki?

"Sha, kok belum tidur. Udah malam loh." Varsha berjengkit kaget saat Kumala datang membawa laptop dan cemilan. Tidak salah lagi, kakaknya itu pasti akan menonton drama Korea.

Dengan cepat, Varsha mengembalikan ponselnya ke menu utama. Ia terdiam. Sebenarnya gadis itu ingin bercerita dengan Kumala tentang Ari yang mengirim pesan kepadanya. Namun, ia tahu persis kakaknya itu seperti apa. Posesif terhadap sesuatu yang sudah diklaim menjadi miliknya. Bagaimana tidak, di kamar mereka saja sudah penuh dengan poster Ariansyah Pellegri milik Kumala.

"Ada yang mau diceritain? Cerita aja, Sha." Ucap Kumala yang melihat gelagat Varsha seperti menyembunyikan sesuatu. Ia meletakkan laptop dan cemilan itu di atas sofa. Bergabung dengan Varsha yang masih duduk termenung di atas kasur.

"Kenapa, hm?" Kumala mengusap pelan rambut pajang adiknya. Membuat Varsha tersenyum kikuk.

"Sasha mau cerita. Tapi Kak Kumala jangan marah ya." Pintanya dengan takut. Ia menunduk. Memilin-milin ujung piyama yang ia pakai.

"Iya. Kakak nggak akan marah." Kumala tersenyum lebar. Menghilangkan persepsi negatif adiknya.

"Hmm.. itu Kak. Hm, Kak Ari. Barusan chat Sasha soal besok pagi." Cicit Varsha. Ia masih belum berani menatap kakaknya.

"Oohh... cuma itu. Kakak kira ada apa." Jawab Kumala dengan terkekeh. Ia masih mengusap rambut Varsha.

"Kakak nggak marah?" Varsha balik bertanya. Menatap wajah manis kakaknya yang tengah tersenyum itu dengan tidak percaya. Ia tersenyum malu membuat kedua pipinya memerah. Varsha sudah salah sangka kepada Kumala.

"Nggak lah. Ngapain Kakak marah. Lagian kalau kamu dilamar sama Ari pun, Kakak bakal setuju. Malah Kakak semakin bersyukur kamu udah ada yang jagain." Goda Kumala dengan menoel-noel pipi chubby Varsha yang semakin memerah.

"Ih Kakak. Nggak lah. Mana mungkin Kak Ari ngelamar aku. Yang ada malah Kak Ari ngelamar Kak Kumala." Varsha tersenyum di akhir kalimatnya. Ia lega dengan respon positif yang diberikan Kumala.

"Tuh kan jadi ngelantur gini bahasnya." Oceh Kumala membuat Varsha tersenyum lebar.

"Hm... gimana kalau besok Kak Kumala ikut aku aja." Usul Varsha.

"Aduh nggak usah deh ya. Nanti Kakak malah jadi kacang di sana." Jawab Kumala dengan cengiran khasnya.

"Lagian besok juga pemotretan terakhir Kakak di puncak. Sekalian sama ambil gaji." Sambungnya.

Varsha mengangguk-anggukan kepala paham. Berbicara masalah gaji, satu minggu lagi ia baru mendapatkannya dari resto. Padahal uang di dompetnya sudah mulai menipis.

"Nah kan. Ngelamun lagi. Ngelamunin apaan sih?" Dengan gemas Kumala mencubit pipi Varsha membuat gadis gendut itu mengaduh.

"Sasha lupa kalau gajinya baru bisa diambil seminggu lagi. Sementara uang Sasha tinggal sedikit. Tabungan Kakak masih ada?" Tanya Varsha.

Ariansyah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang