Setelah

4.7K 312 19
                                    

"Jadi, kalian dulu berteman baik?" Tanya Varsha setelah meneguk jus jeruknya hingga tandas. Mereka baru saja selesai terapi, Hilda membuatkannya jus jeruk dan salad buah.

"Iya. Aku dulu bertemu dengan Mas Ari waktu seminar. Waktu itu, kebetulan kita di satu project tv. Shooting nya lumayan lama, sekitar satu bulan lah. Terus kita mulai kontakan, tukeran nomor. Ya gitu lah pokoknya. Sampai Mas Ari nikah, aku baru 'ngeh kalau aku pernah suka sama dia. Nggak lama setelah itu, aku dijodohin sama Mas Hafidz. Awalnya sih aku nolak, tapi lama kelamaan jadi nyaman juga. Ya udah, akhirnya sampai sekarang." Hilda tersenyum di akhir kalimatnya. Varsha masih bergeming.

"Kamu nggak usah khawatir. Aku udah nggak punya perasaan sama sekali ke Mas Ari. Ah iya, maaf juga karena tadi sudah membuat kamu cemburu."

Varsha menaikkan satu alisnya, "Hah cemburu?"

Hilda menggenggan tangan Varsha, "Kamu nggak usah mengelak lagi, Sha. Sudah saatnya kamu membalas cinta Mas Ari."

Varsha tersenyum kikuk. Hatinya masih bertanya-tanya, berusaha membetulkan perkataan Hilda barusan. Keraguannya, ketidakpercayaannya, perlahan mulai ia tepis. Betul kata Hilda, sudah seharusnya ia mengakui perasaannya terhadap Ari.

Tok tok tok

"Eh Sha. Itu kayaknya suami kamu deh. Ayo ke depan. Sekalian ini salad buahnya kamu bawa pulang, ya." Hilda memasukkan setoples salad buah itu ke dalam kantong plastik. Lalu memberikannya kepada Varsha.

"Ah iya, terima kasih banyak Hil. Maaf sudah merepotkan."

Hilda terkekeh, "Sama sekali nggak merepotkan kok, Sha. Malah aku senang punya teman baru."

Varsha tersenyum sopan. Ia memakai sandalnya.

"Ya udah yuk. Takut kelamaan kita buka pintunya." Mereka bergegas menuju ruang tamu.

Benar saja, Ari sudah stand by dibalik pintu saat Hilda membukanya. Seperti biasa, lelaki itu datang dengan senyuman khasnya.

"Sayang, udah selesai kan?" Tanya Ari yang kini merangkul Varsha. Ia menatap wanita itu penuh cinta.

"Sudah kok, Kak. Sebenarnya sudah selesai dari tadi, tapi kita keasyikan ngobrol sampai aku lupa belum ngabarin kamu. Untung aja Hilda ngingetin aku." Varsha merangkul lengan kekar suaminya.

Ari tersenyum kepada Hilda, "Hil, terima kasih sudah menjaga Sasha dengan baik ya. Kita pergi dulu." Ia sedikit mengedipkan sebelah matanya, sengaja untuk memanas-manasi hati istrinya.

Hilda membalasnya dengan tersenyum penuh arti. "Iya Mas, sama-sama. Jangan genit-genit! Cemburu tuh Sasha nya." Goda Hilda menatap Varsha yang sudah mencebikkan bibirnya.

Ari terkekeh mengiyakan, lalu mengajak Varsha berjalan menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari sana. Lelaki itu membukakan pintu untuk istrinya, sedikit berlari mengitari mobil untuk masuk dan duduk di balik kemudi.

Selama di perjalanan, suasana begitu hening, tidak tercipta percakapan antara keduanya. Ari merasakan atmosfer yang berbeda. Pasalnya, Varsha selalu mengoceh saat berada di mobil. Entah itu bercerita tentang hari-harinya, impiannya, ataupun hal-hal menggemaskan yang akan ditanggapi Ari sampai pipinya merona malu.

Ia menggenggam tangan dingin wanita itu, "Sayang, kamu kenapa? Kok dari tadi diam?" Varsha terlonjak saking kagetnya. Ia menatap Ari tak minat.

"Nggak papa." Ketusnya.

Lelaki itu tersenyum mendapati nada ketus Varsha. "Justru 'nggak papa' nya perempuan itu yang perlu dipertanyakan." Ujar Ari mencoba peka. Mungkin saja wanita di sebelahnya ini masih jengkel karena sikapnya terhadap Hilda tadi. Ia pun berinisiatif menanyakan.

Ariansyah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang