Kalau

4.8K 347 20
                                    

Ari menatap tubuh istrinya yang terbujur lemah di brankar. Selang oksigen menyumpal hidung Varsha. Kantong darah masih menembus melewati tangan pucatnya. Ya, gadis itu kekurangan darah yang sangat banyak. Beruntung Lyra mau mendonorkannya, karena golongan darah mereka sama.

"Ar, aku pergi dulu ya." Lyra datang bersama Eva, ibunya. Ia memegangi kapas pada tangannya.

"Ah iya, Ra. Sekali lagi terima kasih sudah mendonorkan darah kamu kepada Varsha. Saya juga minta maaf ya, atas kesalahpahaman saya selama ini." Ucap Ari tulus kepada Lyra setelah mengetahui semua fakta dari Bi Lela.

"Iya Ar, sama-sama. Apapun itu kalau kamu sama Varsha butuh apa-apa, kamu bisa hubungi aku atau Mama." Jawab Lyra tersenyum. Gadis itu berjalan mendekat ke arah Ari, lalu mengusap pelan lengan kekarnya.

"Aku sama Mama pamit ya. Bye."

Ari mengangguk. "Hati-hati, Ra."

Lyra mengacungkan jempolnya.

Selepas Lyra dan Eva pergi, ia kembali terduduk di samping brankar Varsha. Tangannya terus menggenggam erat tangan istrinya. Matanya masih menatap lekat tubuh rapuh itu.

"Selamat siang, Tuan." Seorang dokter dengan jas berwarna putih menyapanya.

Ari beranjak dari duduk. "Selamat siang, Dok. Apa istri saya sudah bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut?"

Dokter ber name tag Arifin itu tersenyum. "Sudah bisa, Tuan. Saya juga sudah mendatangkan dokter kandungan untuk mengatasi dugaan awal jika pasien hamil." Jelas Dokter Arifin.

Ari mengangguk paham. Akan sangat bersyukur jika istrinya memang benar-benar hamil. Mengingat dirinya dan Varsha yang memang tidak menunda memiliki momongan.

"Baik kalau begitu, Tuan bisa tunggu di luar sebentar. Kami akan memeriksanya." Ucap dokter spesialis kandungan yang ber name tag Aji.

"Saya tidak bisa di sini saja, Dok." Ari harap-harap cemas. Ia tidak mau meninggalkan istrinya lagi. Karena sampai saat ini Kumala masih belum tertangkap bodyguard nya. Sungguh mengkhawatirkan jika Varsha tidak ia jaga.

"Maaf, Tuan. Tapi ini sudah menjadi prosedur rumah sakit. Kami hanya menjalankannya." Dokter Aji yang terlihat lebih muda dari Dokter Arifin pun tersenyum.

"Baiklah kalau begitu." Pasrah Ari berjalan keluar dari UGD. Ia terduduk di bangku panjang yang disediakan di depan ruangan.

Pikirannya kembali melayang saat ia pulang namun tidak menemukan siapa pun di rumahnya.

Flashback on

Ari berjalan mendahului Fandi yang masih menggeret kopernya. Memang mereka memutuskan untuk pulang lebih awal dari jadwal. Firasat Ari yang mengatakan kalau Varsha sedang tidak baik-baik saja.

"Sayaangg! Aku pulaang!" Teriak Ari.

Ia mengernyit saat mendapati rumahnya dalam keadaan kosong. Tidak ada siapa pun di dalamnya. Lelaki itu berlari menuju kamarnya, ia membelalak saat menemukan kamarnya yang seperti kapal pecah. Bau anyir dari darah yang sudah kering, memenuhi indera penciumannya.

"Sayang?! Varshaa?!" Ari menyumpal hidungnya dengan satu tangan. Dirinya cemas tak karuan ketika tidak ada sahutan dari siapa pun. Berkali-kali Ari meneriaki nama Varsha. Jantungnya berdegup kencang. Apa mungkin Lyra sudah menculiknya? Lalu ke mana para bodyguard dan Bi Lela yang menjaganya?

Drrtt ddrrtt

"Ya halo." Ucap Ari setelah melihat id caller yang ternyata dari Sam.

Ariansyah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang