Supaya

4.5K 296 11
                                    

Ari menatap wanita hamil di sampingnya yang terlihat sangat ceria. Tepat siang ini Varsha sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah seminggu ia dirawat. Mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di pekarangan rumah Nadeo. Karena Ari sengaja membawa Varsha untuk sementara tinggal di sini. Sedangkan rumah mereka masih terdapat Kumala dan komplotannya yang disekap.

"Untuk sementara, kita tinggal di rumah Papa dulu ya. Aku takut terjadi apa-apa lagi sama kamu." Ari memeluk mesra pinggang Varsha. Ia menatap wanita itu penuh cinta.

Varsha tersenyum, "Sasha akan selalu nurut sama keputusan Kak Ari, selama itu nggak merugikan." Ari terkekeh sembari menjawil hidung Varsha dengan gemas.

"Iya-iya, Sayangku."

Mereka berjalan beriringan dengan Ari yang terus memeluk posesif pinggang istrinya. Di ruang tamu, ia menemukan beberapa bodyguard yang sedang berdiskusi dengan orangtuanya.

"Loh, kalian sudah datang! Yan, langsung bawa Sasha ke kamar, gih! Istirahat!" Sisil menghampiri mereka dengan seulas senyum dan ekspresi heboh seperti biasanya.

Ari dan Varsha tersenyum, "Terima kasih ya, Ma. Sudah repot-repot menyiapkan kamar untuk kita." Kali ini Varsha yang berucap.

Tangan Sisil bergerak mengusap-usap perut menantunya. "Demi kalian dan calon cucu Mama, apapun akan Mama lakukan." Jawab Sisil, menyudahi usapannya dengan kecupan ringan di perut Varsha.

Keduanya pun langsung ke kamar, setelah berpamitan kepada Sisil dan Nadeo tentunya.

Menaiki tangga yang cukup tinggi, membuat Ari merasa iba kepada ibu hamil di sampingnya ini. Dilihatnya Varsha yang tengah mengusap peluhnya, sambil sesekali mengelus perutnya pelan. Ari tidak bisa diam saja, ia ikut melakukan apa yang Varsha lakukan.

"Sayang, apa perlu aku gendong?" Tanya Ari menatapnya khawatir.

"Hm, nggak usah Kak. Lagian juga Sasha kan berat. Apalagi ada dede bayi." Jawab wanita itu sembari ikut merangkul pinggang Ari. Ia tersenyum kikuk.

"Seberapa berat kamu, pasti aku perjuangin buat gendong juga kok." Elak Ari membuat Varsha menggelengkan kepala pelan. Wanita itu mengajak Ari untuk kembali berjalan menaiki tangga.

"Nggak perlu Kak. Beneran." Ucap Varsha dengan tersenyum menatap Ari.

Yang berhasil membuat jantung lelaki itu tidak tenang, bahkan selalu berdegup kencang saat mereka bertatapan. Apa mungkin Varsha juga merasakan hal yang sama sepertinya? Ia menatap wanitanya penuh harap.

"Kak, Kak Ari nggak papa kan?" Tanya Varsha membuyarkan lamunan Ari. Lelaki itu menggelengkan kepala pelan, lalu memaksakan senyumnya.

"Aku nggak papa kok, Sayang." Ucap Ari saat mereka sudah berada di pijakan anak tangga terakhir. Keduanya bernapas lega.

Lalu tanpa aba-aba, Ari menggendong Varsha tanpa izin. Wanita hamil itu memekik, terkejut ketika tubuhnya tiba-tiba melayang dan wajahnya berhadapan dengan dada bidang lelaki itu.

"Jangan banyak gerak, Sayang. Nanti kita jatuh. Pegangan yang kuat ya." Pinta Ari menatap Varsha yang terlihat menggemaskan.

Ia terkekeh saat istrinya bersembunyi di dada bidangnya, menyembunyikan pipinya yang memerah karena malu. Sementara kedua tangan Varsha sudah melingkar sempurna di lehernya.

Ari sedikit kesusahan saat membuka knop pintu, hingga ia membuka knop pintu itu menggunakan sikunya.

Sampai di kamar, lelaki itu merebahkan tubuh Varsha di ranjang. Ia duduk di sisi istrinya dengan tangan yang masih mengusap perut wanita itu.

Ariansyah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang