Esok

4.9K 298 23
                                    

The Last!!
Enjoy the Reading!

***

Varsha tengah bersantai di atas ranjang. Usia kehamilan yang tua ini membuatnya semakin malas gerak, alias mager. Maka ia menghabiskan waktunya sepanjang hari di atas kasur empuk itu.

Seperti saat ini, ia tengah berbaring nyaman sambil memainkan aplikasi instgaram, matanya menelusuri laman pencarian yang menampilkan banyak berita gosip di dalamnya. Namun bukan itu yang ia cari, ia sedang mencari list keperluan dan kebutuhan untuk anaknya. Juga berbagai pengetahuan sebagai bekal saat nanti dirinya sudah melahirkan.

'Pesawat Sion Air JT 160 Dinyatakan Hilang Kontak setelah Bertolak dari Bandara Juanda.'

Varsha membelalak, matanya tidak mungkin salah membaca. Ia sendiri tidak memiliki riwayat rabun jauh, rabun dekat, atau pun silinder. Ini benar-benar berita buruk. Jelas-jelas kemarin Ari video call dengannya, berbicara bahwa ia akan menaiki pesawat Sion Air dengan tipe yang sama.

Mendadak hatinya sesak, tubuhnya gemetar, jantungnya berpacu cepat. Ia beralih menatap caption postingan yang ternyata baru diupload dua puluh tiga menit yang lalu.

Segera saja Varsha mengembalikan ponselnya ke menu utama, ia menekan ikon telepon untuk menghubungi suaminya.

'Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi.'

Varsha berdecak. Sudah kesekian kalinya ia menelpon Ari, namun lagi-lagi hanya suara operator cantik yang dapat ia dengar. Hatinya gusar, takut jika berita itu benar adanya. Varsha tidak siap ditinggalkan suaminya secepat ini.

Tak henti-hentinya perempuan itu mengusap perut buncitnya dengan mulut yang terus merapal doa. Ia mencoba mengenyahkan berbagai pikiran negatif yang bersliweran di kepalanya.

Tidak, tidak, Ari tidak boleh meninggalkannya. Masih banyak impian yang belum ia wujudkan bersama Ari.

Varsha menggigit bibir bawahnya, ia menahan diri untuk tidak menangis. Ia harus kuat demi calon bayi yang terus mendukungnya dengan memberikan tendangan kecil di perutnya.

Ah iya, Varsha harus segera pergi ke bandara. Ia tidak bisa seperti ini terus, ia tidak bisa menunggu sampai nomor Ari aktif. Bisa saja kan, kalau suaminya itu memang.... ah tidak Sasha, jangan berpikiran yang aneh-aneh!

Perempuan hamil itu menggelengkan kepala pelan, bangkit dari posisinya. Ia mengambil setelan kulot dan sweater rajut andalannya yang berukuran jumbo agar muat dengan perut buncitnya. Setelah itu, Varsha meraih tas selempang, ponsel, dan dompet yang akan ia bawa ke bandara. Sementara nanti Varsha akan meminta Sam untuk mengantarnya ke sana.

"Awwhh.."

Hampir saja Varsha membuka knop pintu kamar, namun rasa sakit dari perutnya membuat ia hanya mampu memegangi pintu coklat itu. Sebelah tangannya mengusap-usap perut buncitnya.

"Nak, kali ini kamu harus nurut Bunda ya. Kita pergi sama-sama cari Ayah." Ucap Varsha kepada janinnya. Berharap agar calon anaknya itu paham dengan keadaan orangtuanya.

"Awwhhs.." Guncangan yang lebih kuat kali ini dapat Varsha rasakan. Nyerinya sangat terasa di sekujur tubuhnya. Membuat Varsha sudah tidak sanggup menahan air mata yang sedari tadi ia tahan.

"Nak, please ngertiin Bunda ya." Varsha kembali berusaha untuk berdiri. Ia memegangi nakas yang sialnya tidak sanggup menahan tubuhnya sendiri. Varsha terduduk, rasa sakit yang semakin menjalar membuat ia hanya bisa merapal doa. Rasanya, untuk berteriak saja Varsha sudah tidak kuat.

Tok tok tok

"Sayaaangg!! Buka pintunya! Aku pulaangg!!"

Varsha mengernyit di antara rasa sakitnya. Telinganya jelas-jelas mendengar bahwa itu adalah suara Ari, lelaki yang sejak tadi ia khawatirkan. Jika itu benar Ari, maka ia akan sangat bersyukur kepada Tuhan yang masih mengizinkan lelaki itu untuk hidup bersamanya. Percaya tidak percaya, hatinya sudah sedikit lega sekarang.

"Sayaaangg!! Jawab aku! Kamu di dalam kan?!" Teriak seseorang itu dari luar lagi. Varsha sudah hampir pingsan. Ia mengatur napas agar bisa bertahan sampai persalinannya nanti.

"Sayang! Aku dobrak nih!"

Brak

Brak

Bbrraakk

Seorang lelaki berjaket timnas menghampirinya dengan sedikit berlari. Lelaki itu kemudian berjongkok di depannya. Ia dapat merasakan kedua bahunya yang diguncang kuat oleh lelaki itu. Sungguh ia tidak mimpi kan? Di depannya sudah ada Ari yang kini menatapnya dengan cemas.

Varsha memegang kedua pipi suaminya. "Syukurlah Kak Ari tidak apa-apa." Lirih Varsha sembari menatap sayu lelaki yang ia rindukan.

Sesungguhnya, Ari tidak paham dengan apa yang diucap Varsha. Ia hanya mampu menganggukkan kepalanya. Sementara kesadaran perempuan itu semakin lemah. Varsha bisa merasakan cairan bening bercampur darah yang mengalir di pahanya.

Ari menepuk pelan kedua pipi istrinya. "Sayang! Kamu harus bertahan! Demi aku dan anak kita!"

Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang dapat Varsha dengar sebelum semuanya menjadi gelap.

***

Udah yaaa.. udah belum??

si_melon💜

Ariansyah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang