1. Kak Dika

1.3K 51 7
                                    

"Lima puluh enam... lima puluh tujuh... lima puluh delapan... lima puluh sembilan..."

Bel pulang berbunyi.

Sontak para murid kelas 11-1 langsung mengemaskan bukunya seperti kesetanan karena tak sabar menemui nasi dirumah.

"Baiklah teman-teman, sebelum pulang mari kita berdoa. Berdoa, dimulai." pimpin ketua kelas dan masih saja ada beberapa murid yang berbicara dibarisan belakang, itu baca doa apa ga sampai sedetik?

"Malem sabtu nih, main ke rumah aku yuk!" ajak Varo sambil mengipasi dirinya dengan kipas manual bergambar Lee Taeyong--yang sering diakuinya sebagai kembaran terpisah. "My parents lagi keluar, jadi kita bisa pesta bantal."

Varo—namanya aja yang keren, udah kayak cowo banget. Asliannya mah lemoi.

"Gimana? Mau?" tanya Rose menyenggol bahu Airy sambil berjalan di koridor panjang.

"Boleh sih, tapi gue harus izin dulu sama kak Dika." jawab Airy, walaupun satu-satunya saudara Airy itu tak punya rasa peduli besar terhadapnya namun Dika selalu menegaskan pada Airy untuk melapor jika ingin pergi keluar malam.

"Oke, ntar gue jemput."

"Eh kalian bisa help me ga?" tanya Varo sibuk dengan hpnya, "streaming mv terbaru Nct 127 dong yang judulnya 'kick it' itu loh. Aduh... gantengnya kembaran."

"Lo bisa ga sih ditahan dulu sampe rumah nontonnya." geram Rose sambil mempertebal bibirnya dengan lipgloss.

"Airy, Rose. Menurut kalian seberapa mirip gue sama Taeyong?" cerocos Varo.

"Nol sih menurut gue." Rose menjawab, "lu mah kalau mau dimiripin ya paling jatuhnya sama tukang mebel di pertigaan sono."

"OMG BIJI! AIRY, LIAT KE DEPAN!" jerit Varo, "si mantan pulang sama si Dita loh, astaga sakitnya.."

Airy yang sudah menyadari keduanya hanya bisa diam, lagipula apa yang harus ia lakukan lagi? Hubungannya dengan Daniel--sang mantan juga sudah retak dua minggu yang lalu.

Jadi, tidak ada salahnya kan pria itu sudah berbagi tawa dengan gadis lain?

"Aurelia Airy?" sontak perhatian Airy teralihkan kala seorang pria setengah paruh baya memanggilnya ketika ia di gerbang.

"I—iya?"

"Perkenalkan saya Ardito. Saya guru fisika sekaligus wali dari kelas 12-1 SMA Merdeka."

"Wali kelas kak Dika ya?" tanya Airy ragu.

Pria itu mengangguk membenarkan, "saya datang memang ingin membicarakan kakak kamu, bisa kita pindah ke tempat yang lebih nyaman untuk mengobrol?"

"O-oke." jawab Airy berbalik badan, ia berbalik badan ke arah temannya. "dia wali kelas kak Dika, katanya ada yang mau diomongin. Gue duluan ya—"

"Tunggu!" cegah Rose, kemudian berbisik pelan pada Airy. "lo yakin? Siapa tau penculik, ntar lo dibawa ke semak-semak, ginjal lo diamb—"

"Kalau kalian mau ikut saya tidak keberatan." Ardito yang mendengar bisikan Rose pun berbicara.

"Halah... Rose! Kuno bat pikiran ente, liat dong penampilannya masa serapi itu penculik."

"Heh! Tukang mebel, diem lo. Pulang sono, gue mau ikut sama Airy."

Ardito tertawa kecil, "yaudah gapapa ikut saja. Saya traktir minum sekalian di cafe depan."

"Gue ikut juga deh." Varo menyahut.

"Munafik lo."

"Rezeki itu ga boleh ditolak, hadits Ahmad dari Khalid bin 'adi bahwa nabi Saw bersabda Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harap dan meminta-minta, maka hendaklah dia menerimanya dan tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya."

ZIONID. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang