I LOVE YOU, MY BASTARD (REVISI)

Chapter Two | REVISI ULANG

Hai ini part revisi nya ya dan ini banyak yang aku ubah di part ini.

Semoga kalian suka:)

Happy Reading

I Love You My Bastard

-----

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada dibuang keluarga sendiri.

Jika orang lain mungkin mendapatkan malam yang sangat tenang untuk beristirahat, Larina justru sebaliknya.

Gadis dengan piyama abu-abu itu terpaksa membuka matanya kala mata itu sudah terpejam secara sempurna.

Didepan sana, ibunya Fiola tengah menggedor-gedor pintu kamarnya. Meneriaki nama Larina agar segera membukakan pintu itu.

Dengan tergesa-gesa Larina turun dari kasur lapuknya, membuka kunci pintu dengan perasaan ketar-ketir yang luar biasa.

Sedangkan di depannya kini sang ibu menatap murka gadis itu.

"KAU??" Fiola menunjuk putri sulungnya itu, "APA AKU MEMBERI MU MAKAN HANYA UNTUK MELIHAT MU BERLEHA-LEHA?" bentaknya dengan sangat keras. Larina menunduk dalam, jika ia mempunyai kuasa untuk menjawab ia akan mengatakan.

"Ibu tidak pernah memberi ku makan,"

Selama ini Larina hanya bertahan hidup dari makanan sisa, atau imbalan teman sekolahnya saat ia mengerjakan tugas mereka.

Tanpa terasa setitik air mata jatuh ke pipi Larina, ia merutuki dirinya yang lemah dan tidak berani untuk melawan.

"Dangakkan kepala mu anak malas," dengan sangat kasar Fiola menarik rambut Larina, menatap marah wajah lugu putri yang tidak pernah ia beri kasih sayang itu.

"KENAPA KAU BISA TERTIDUR DENGAN TENANG SAAT BELUM MENYIAPKAN MAKAN MALAM?" bentak Fiola menarik rambut Larina yang langsung membuat gadis itu semakin mendangakkan kepalanya sambil meringis.

"Maafkan aku bu, aku pikir kalian makan di pesta," jawab Larina pelan, tangannya terulur untuk menyentuh tangan ibunya di kepalanya.

Sore tadi ayah, ibu dan adiknya Larisa pergi ke pesta rekan kerja ayahnya. Mereka meninggalkan Larina, membiarkan gadis itu bergelut dengan pekerjaan rumah. Membuat seolah-olah dirinya adalah budak disini.

"JIKA IYA, APAKAH ITU ALASAN UNTUK TIDAK MEMBUAT MAKAN MALAM?" teriak Fiola lagi, wanita itu menghempasan kepala Larina. Kemudian tangannya terangkat untuk menampar keras wajah mulus gadis yang sedari tadi sudah meringis kesakitan ini.

Tanpa Fiola sadari, tamparan itu tidak hanya membekas di pipi putrinya tapi juga menggoreskan luka abadi di hati putri yang selalu menyayangi Fiola.

Ini bukan sekali dua kali Fiola seperti ini, bagi Larina tamparan dan makian adalah makanan sehari-harinya. Bahkan ia sering mendapat yang lebih dari ini.

Sebenernya jika mampu, dirinya sangat ingin melawan dan membalas mereka. Tapi rasa sayang nya terlalu tinggi, ia merasa seperti orang jahat jika melawan orang-orang yang sudah membuatnya ada dunia ini.

"JANGAN BANYAK ALASAN LARINA, KAU ADALAH SEORANG PEMALAS JANGAN MENUTUPI RASA MALAS MU ITU," bentak Fiola, ibunya itu menangkup kencang wajah Larina sembari menatap benci kedua neta biru itu.

Netra yang sebenarnya tidak bisa ia pungkiri sama seperti miliknya.

"Maaafkhhhan akkhhhu buuhh," Larina kembali memelas, menatap penuh mohon kepada sang ibu.